Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Unnamed Inhumans

Setujukah bikin sequel?

  • Gak setuju

    Votes: 2 3,6%
  • Setuju, di thread ini

    Votes: 17 30,4%
  • Setuju, di thread baru

    Votes: 37 66,1%

  • Total voters
    56
  • Poll closed .
Bimabet
Lina (Akilina Soemita)


Cecilia Dyna Pelengkahu


Kak Rivin


Kenia Dwi Lasya
 
Terakhir diubah:
Menurut ane terlalu banyak gonta ganti POV gan jadi rada pusing hehe

Cmn story nya greget gan
 
Episode 7
Belum Pernah


POV Hari

Hari Rabu siang menjelang sore, kami bertiga sudah pulang ke rumah gue lagi. Kepala Eda sama Lina sama-sama penuh perban di bagian kepala. Dia disarankan bed rest di kamar gue. Jamet dari tadi ketiduran di kamar Kenia setelah menunggu lama sampai gue, Lina, dan Eda datang.

Scanning pencarian Kenia dan Dani diulang dari awal setelah disetting ulang agen Mack. Butuh waktu minimal satu hari lagi supaya scanning selesai. Gue tinggalkan gadget yang sedang scanning itu di ruang tamu, lalu gue pergi ke kamar buat beres-beres supaya Eda lebih nyaman istirahat.

Siang hari ini, di rumah hanya ada gue, Lina, Jamet, dan Eda. Nyokap hari ini sudah berangkat bekerja.

“Perut gue sakit banget nih, Har.” Kata Lina dengan kepala penuh perban juga
“Sakit tapi bisa jalan ke atas.” Jawab gue
“Laper. Hehehe.”
“Yodah makan tuh, manja banget deh.”
“Kalo ada ibu kan gak bisa manja. Weeeek.”
“Pacaran aja gih lu berdua.” Eda sewot

Gue pergi ke dapur, menunjukkan berbagai macam bahan makanan mentah yang masih tersedia di kulkas. Urusan menu masakan gue serahkan ke Lina. Gue balik lagi ke kamar buat lanjut beres-beres.

“Halo, Da? Gimana kabar?” Ledek gue
“Yaelah, baru tadi ketemu. Gimana scanning, jalan gak?”
“Jalan kok. Lina lagi masak juga tuh kalo lu juga laper.”

---

Sehari kemudian, Kamis pagi.

“Hari! Bangun! Susah amat sih dibangunin.” Teriak Lina
“Hmmm.. Ada apaan, Lin” Tanya gue sambil ngulet
“Opo sih berisik-berisik, Lin?” Jamet kebangun.
“MET!! KOK LU JADI TIDUR DI SINI? EDA JAGAIN!!” Gue kaget Jamet ada di Sofa.

Dia menepuk jidat. Dia langsung berlari ke atas, menuju kamar gue. Tadi Sore, Jamet bangun tidur, mandi, terus ganti pakaian pakai baju gue yang diambil di lemari. Di kamar. Gue kira dia bakal disitu terus buat jagain Eda.

“Aman, Har!” Teriaknya dari lantai dua.
“Bego luh!” Gue teriak balik
“Tadi malam dia penasaran sama hasil scanning, terus ketiduran di situ.” Lina menengahi gue yang sewot.

Gue sendiri ketiduran lebih awal di kasur lipat tadi malam setelah mengisi waktu yang kosong untuk revisian skripsi.

Lina lebih memilih terus mengawasi kondisi scanning yang dia pindahkan ke mode 3D tanpa sempat tidur. Nyokap kemarin pulang agak malam dan langsung tidur di kamarnya. Untungnya, si setan gak pernah muncul. Tapi itu lah yang membuat gue makin bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan Kenia dan Dani di luar sana.

“Har. Siap-siap!” Lina mengayunkan tangan, mengundang gue duduk di sebelahnya.
“Siap buat apaan? Masih 90% tuh. Lebih lama dari kemarin malah.”
“Tadi malam hujan deres.”
“Terus?”
“Gantian jaga. Gue ngantuk.” Dia langsung tidur di kasur lipat

Gue menahan diri untuk meledek Lina. Kasihan dia belum tidur dua hari karena terus mengawal scanning kedua ini yang memakan waktu lebih lama. Padahal pasti badannya lagi sakit-sakitnya. Sambil menunggu, gue pergi ke dapur buat bikin teh. Nyokap keluar kamar saat gue mengambil gula.

“Scanning gimana, Har?”
“90%.”
“Semoga cepet ketemu deh ya. Ibu stress lama-lama.”
“Iya, bu. Ini lagi diusahain.”
“Yaudah, ibu mandi dulu deh.”
“Kerja lagi hari ini?”
“Ya mau gimana lagi. Kerjaan akhir tahun lagi banyak.”

Nyokap gue dedikasinya tinggi banget, apalagi setelah kami menghilang tiga bulan itu. Mungkin ini sebagai penebus rasa bersalahnya ke kantor. Gue kembali ke depan layar scanning sambil memegang secangkir teh panas. Gue juga membuka laptop untuk melanjutkan revisi. Tinggal sedikit lagi revisinya kelar.

Empat jam berlalu. Nyokap sudah berangkat. Terkadang Jamet turun ke bawah mengambil makanan buat dirinya sendiri dan Eda. Scanning sudah bergerak ke angka 98%. Tinggal 2 persen lagi. Sebenarnya, kata agen Mack, Kenia dan Dani sudah bisa ditemukan walau belum 100% kalau dia berada di awal atau tengah-tengah lokasi scanning. Tapi, ternyata kemarin Kenia ditemukan di pinggiran Jakarta sehingga butuh hasil penuh scanning. Berarti, kali ini Kenia dan Dani bisa jadi berada di pinggiran Jakarta lagi, atau bisa jadi sudah pindah kota.

“98% yo, Har?” Jamet turun nyamperin gue
“Yoi.”
“Har...”
“Apaan? Jangan bilang lu mau pipis lagi.”
“Nggak. Serius aku.”
“Apaan?”
“Kamu masih suka gak sama kak Puri?”

Jamet ngapain deh tiba-tiba ngomongin Puri. Perbincangan yang sehari-harinya gue hindari. Bicarain dia dalam kondisi sekarang bikin gue tambah pusing.

“Kenapa emang?” Tanya gue males
“Dia kangen kamu.”
“Gila.”
“Gila opo?”
“Lu bilang doi udah punya pacar?”
“Kemarin aku mau cerita. Tapi kebelet pipis. Balik dari kamar mandi udah lupa hahaha.”
“To the point aja, Met.” Kata gue males

Jamet menceritakan bahwa Puri sebenernya gak betah sama pacar barunya. Pacar barunya pemarah dan cemburuan. Salahnya Puri juga sih kenapa nyeritain tentang gue mulu ke pacar barunya. Salahnya juga kenapa gue diputusin sepihak. Labil.

---

POV Dani

Sekarang gue gak tau ada dimana. Di sini cuma ada ruangan sempit tanpa jendela, tanpa jeruji besi seperti penjara pada umumnya, tanpa jam, dan tanpa alat komunikasi. Entah sudah berapa jam gue ada di sini. Atau mungkin sudah berapa minggu. Pintu di sudut ruangan dikunci menggunakan password.

Untungnya, ruangan ini masih cukup nyaman. Ada AC, sapu, kain pel, tempat sampah, lemari pakaian, dan sepetak shower di sisi yang berlawanan dari pintu. Makanan juga selalu diantar. Gue gak gak bisa melihat muka sang pengantar makanan karena selalu ditutup helm lengkap dengan jaket kulit dan celana berwarna sama.

Rasa-rasanya dalam waktu dekat ini harusnya gue udah menstruasi. Tapi kayanya gue salah hitung lagi, kelewatan sehari atau dua hari mungkin. Secara harfiah berarti gue masih masa PMS.

Suatu ketika, seseorang didorong masuk ke kamar gue.

“Kenia!” Gue kaget. Dia masih pakai baju piyama.
“Kak Daniiii!” Kenia nangis sejadi-jadinya

Akhirnya gue harus menenangkan Kenia sampai dia ketiduran. Kenia belum sempat bercerita apa-apa, termasuk kenapa dia bisa ada di sini. Gue pun ikut tertidur di sebelah Kenia karena sudah merasa lelah sekali. Entah sekarang siang atau malam.

---

Gue terbangun kembali ketika ada asap putih yang keluar dari satu sudut ruangan. Tak butuh waktu lama untuk asap tersebut menyesaki ruangan. Gue pun langsung membangunkan Kenia.

“Kenia! Bangun! Kita harus keluar dari sini!”
“Hmmmm. Hah! Asap dari mana ini kak?”
“Gak tau! Kita harus keluar!” Gue menggedor pintu sekuat-kuatnya

Mustahil pintu dibuka. Kami berdua kebingungan bagaimana harus bertindak dengan keadaan begini. Tidak ada jendela sama sekali, bahkan tidak ada lubang angin yang cukup besar untuk kami masuk. Kami tak bisa berbuat apa-apa seiring makin seringnya asap tersebut terhirup dan membuat kami terbatuk-batuk.

Asap tersebut semakin lama membuat kami tidak berdaya, hingga kemudian asap tersebut berhenti berhembus dan kembali divakum ke lubang yang sama. Kami berdua terlanjur lemas karena kekurangan oksigen sampai-sampai tidak kuat lagi bergerak.

AC kembali menyala. Rasanya waktu berjalan lama sekali sampai kami bisa bangun dan menyadari keadaan. Tiba-tiba gue merasa kangen banget sama Eda. Kangen sama jilatannya di vagina gue. Kangen sama penisnya.

Gue mencoba duduk bersandar di pinggir tempat tidur sambil rapatkan kedua paha untuk menahan rasa horny ini. Akibatnya, gue bereaksi seperti orang menggigil, badan gue gemetar dan gak bisa berhenti bergerak ke kiri dan kanan. Kenia mulai heran dengan gerakan-gerakan gue yang seperti orang gelisah. Padahal dia sendiri terlihat lebih gelisah daripada gue.


“Kak Dani... sshhh.., Menggigil juga kak?... aduuhhh...” Tanyanya juga
“Ng-Nggak... sshhh... Gapapa...sshhh...”
“Muka kakak merah.... Aku cek ya kak.. sshhhh...”

Sentuhan punggung tangan Kenia di kening dan leher gue justru bikin makin horny. Mata kami berdua bertemu tatap, dan gue gak tahan untuk melumat bibirnya. Gue langsung menyambar bibirnya. Ciuman ganas ini membuat kami beranjak ke kasur dan berguling-guling. Kedua tangan Kenia tak lepas dari kepala gue supaya tidak berhenti melumat bibirnya. Sementara itu, tangan gue meraba leher belakang hingga pantatnya.

“Ken, gue udah gak tahan.”
“Sama kak.”

Kami berdua langsung melepas seluruh pakaian hingga telanjang bulat. Kami kembali melumat bibir dengan posisi gue yang sekarang berada di atas. Tangan gue mulai bermain di payudara dan selangkangannya.

Sejujurnya, gue bukan penyuka sesama perempuan, tapi entah kenapa ini enak banget.

Kenia mendesah tak karuan, nafasnya menggebu dan tak lagi mampu mengikuti tempo ciuman. Melihat itu, gue berpindah menyapu seluruh leher Kenia hingga turun ke payudaranya. Kuciumi payudara sebelah kirinya, lalu kujilati putingnya yang sudah berdiri tegak.

“Kak.... sshhh... enakhh...” Desahnya
“Nikmatin aja ya, Ken.”
“Kak.. yang bawah enaaaak.. shhhhhhh....”

Kugunakan tanganku menyapu seluruh paha, bulu kemaluan, hingga berhenti di belahan selangkangannya. Vaginanya tidak terlalu basah. Masih virgin rupanya dia.

“Baru pertama, ya, Ken?” Gue penasaran
“iyaahhh.... belum pernah beginihh... shhh..”

Gue usapkan telapak tangan perlahan dari klitoris mengarah ke lubang vaginanya. Gue lakukan berkali-kali sehingga Kenia hanya bisa mendesah tanpa bisa mengucapkan kata-kata lagi. Usapan gue ganti dengan permainan jari tengah di klitorisnya.

Gerakan tersebut makin lama makin gue percepat. Pinggul Kenia bergerak naik turun, matanya terpejam, kedua tangannya meremas sprei kasur dengan kuat. Gue memuaskan hasrat Kenia sambil mengingat bagaimana cara Eda selalu mengantarkan gue ke puncak kenikmatan.

Gue coba arahkan mulut gue ke klitorisnya dan menjilatnya sekali. Kenia teriak.

Gue kembali menyapu klitorisnya. Lidah gue bermain naik turun dan berputar. Tak butuh waktu lama hingga tiba-tiba badan Kenia bergetar dan seketika lemas.

“Tadi..hhh.. aku diapain kak.. hhh..” Nafasnya tak teratur
“Enak yah?” goda gue
“Iyah.. hhh...”

Sekarang giliran vagina gue yang butuh kepuasan. Gue bangkit dari kasur, memandangi seluruh sudut ruangan, mencari-cari sesuatu hingga mata gue tertuju ke lemari. Gue menuju ke lemari tersebut.

“Anjir!” Gue melihat benda itu, lalu mengambilnya.
“Kenia, sekarang puasin kakak pakai ini ya.” Gue angkat dildo berwarna pink itu supaya terlihat oleh Kenia.
“Sini kak.” Panggil Kenia

Gue kasih dildo itu ke Kenia. Sekarang posisi gue telentang. Kenia tiduran di samping gue dan kami mulai kembali berciuman. Kenia meremas payudara dan memilin puting gue bergantian. Gairah gue bangkit lagi dengan cepat.

“Langsung masukin aja ya, kak?” Kenia melepas ciumannya.

Gue jawab dengan menganggukkan kepala. Kemudian, Kenia menggesekkan kepala dildo itu naik turun di belahan selangkangan gue. Gue bantu dia mengarahkan agar cepat masuk ke lubang vagina gue.

“Sssshhhh....” Gue mendesah. Dildo itu masuk dengan mudah.

Rasanya nikmat sekali. Gue suruh Kenia untuk langsung menggerakkan dildo itu makin cepat. Tujuan gue cuma satu, meraih puncak kenikmatan secepatnya.

“Keniaaa... Cepetin teruuushhh... Kakak mau sampe... ssshhh...”

Gerakan tangan Kenia dengan dildo di selangkangan gue makin cepat. Tidak lama kemudian gue merasa puncak itu sudah dekat. Tanpa sadar pinggul gue naik ke atas dan melepaskan banyak cairan. Seketika badan gue seperti melayang, lemas, dan puas.

“Kak, rasanya apa sih?” Tanya Kenia
“Enak banget, Ken... hhhh...”
“Aku mau cobain dong, Kak.”

Tanpa berpikir dua kali, gue ambil dildo yang masih menancap di selangkangan gue. Kenia berbaring, lalu gue mulai kembali percumbuan dari bibirnya. Lumatan demi lumatan kami lakukan silih berganti. Kemudian, lidah gue turun ke payudaranya.

Tangan gue juga mulai menggesek vaginanya yang masih tidak terlalu basah. Gue coba mengulur waktu sampai Kenia benar-benar siap menerima benda asing di lubang vaginanya. Gue colok lubangnya dengan jari tengah sebagai permulaan.

“Kakk.. sakit.. shhh..”
“Santai ya, Ken, nikmatin aja..”

Gue gerakkan jari gue maju-mundur dan memutar di dalam lubang vaginanya. Cairan cintanya mulai membanjir dan Kenia tak lagi menjerit sakit. Gue pikir inilah waktunya.

“Sekarang ya, Ken.” Gue memberinya aba-aba
“Engghh... Iya kak... hhh..” Jawabnya terengah

Gue mulai gesekkan dildo itu di pintu lubang vaginanya, sesekali naik ke atas menggesek klitorisnya. Hal itu membuat Kenia makin menggelinjang dan mendesah dengan suara makin keras. Gue arahkan kepala dildo itu tepat ke lubangnya, lalu mencoba mendorong dengan hati-hati.

BRAAAK!! Pintu didobrak. Kami kaget.

Pintu masuk kamar tiba-tiba roboh didobrak sesorang. Seorang perempuan dengan kepala penuh perban masuk ke dalam ruangan dan menyisir seluruh pojok ruangan. Dia menemukan 2 buah kamera kecil, lalu dihancurkan saat itu juga menggunakan sebuah linggis yang dibawanya.

“Kameranya udah ketemu, Har.” Dia bicara dengan seseorang menggunakan walky talky.
“.....”
“Oke.” Jawabnya

Kami masih dalam keadaan kaget dan berusaha menutupi ketelanjangan dengan sprei kasur. Perempuan itu melihat kami berdua.

“Tenang, say. Gue Lina, temennya Hari. Cepet pakai bajunya, abis itu kita keluar.” Dia mengumpulkan baju-baju kami.
“Kak Linaa... hhhh..” Sahut Kenia setengah sadar dari nafsunya yang masih tinggi.

Gue perhatikan si Lina ini sejenak, ini kayanya cewek yang ada di foto candid bareng Hari di kampus. Kami berdua kemudian kembali memakai baju, tapi Kenia tampak ogah-ogahan, jelas sekali nafsunya masih tinggi karena belum sempat tersalurkan. Setelah itu, kami berlari ke luar ruangan dengan Lina sebagai penuntun arah.

“Itu gak perlu dibawa, say.” Kata Lina sambil merebut dildo yang masih gue pegang. Dia buang dildo itu jauh-jauh.

Kami lanjut berlari, aku melihat keadaan sekitar. Ternyata ruangan tempat kami dikurung adalah salah satu kamar dalam sebuah rumah besar. Kami berlari menuju pintu keluar rumah tersebut, tapi Kenia mulai tampak tergopoh-gopoh sehingga kami berdua harus memapahnya.

Ketika kami sudah sampai di depan pintu, sebuah lingkaran kembang api muncul menghalangi jalan kami.

"Shit! Terus aja begini!" Lina berkata kotor.

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Lina (Akilina Soemita)


Persadani Putri


Kenia Dwi Lasya

 
Terakhir diubah:
Lanjutkan suhu..
Sepi apa rame, yg penting ada bacaan gratis..
:adek:
 
Waw..bisa di ajukan nih ke marvel jadiin script series nya :D
Seriusan, bagus ceritanya,
 
Episode 8:
Gue Makin Paham


POV Lina

“Shit! Terus aja begini!”

Kembang api itu muncul lagi. Dua setan tanpa wujud keluar dari balik lingkaran. Gue terpaksa harus menghadapi mereka sambil melindungi dua perempuan ini. Dua lawan satu.

Tapi, tampaknya si setan tidak berniat melawan gue. Mereka sepertinta kembali hanya mengincar Dani dan Kenia untuk dibawa. Cukup sulit menahan gerakan mereka yang bisa tiba-tiba menghilang menembus dinding dan muncul lagi entah dari sudut sebelah mana.

“Dani! Kenia! Tetep pegangan sama gue!”

Kami tidak bisa bergerak ke mana-mana kecuali bertahan. Gue menyuruh mereka berpegangan supaya bisa tahu siapa yang tiba-tiba lepas ditarik si setan. Setidaknya jangkauan gue ke mereka gak jauh.

Perkelahian ini tampaknya dengan cepat menjadi milik gue. Kekuatan mata gue ternyata sudah permanen dan bisa digunakan melawan makhluk tak kasat mata seperti dia. Dengan hanya beberapa pukulan di posisi wajah dan ulu hati, gerakannya langsung melambat, ditambah kali ini ada linggis yang gue jadikan senjata.

Kejadian berulang sampai beberapa kali, sehingga membuat gue makin berada di atas angin. Bahkan, satu setan lari kembali ke dalam lingkaran kembang api. Kini tinggal satu lawan satu. Gue pasang kuda-kuda menyerang, dan si setan tampak akan meladeni tantangan ini.

“C’mon, pussy!”

Si setan gak sekuat waktu pertama kali gue lawan, pikir gue. Padahal, gue juga lagi gak fit.

Gue mulai mengayunkan linggis di tangan kanan untuk menghajar kepalanya. Si setan menepis, tapi langsung gue lanjutkan dengan pukulan telak di wajahnya dengan tangan kiri. Hal itu membuatnya mundur beberapa langkah. Gue lepaskan Dani dan Kenia sebentar supaya tidak kehilangan momentum.

Tanpa memberi jeda, gue kembali memberi serangan tanpa henti. Si setan hanya bisa bertahan dan menangkis. Tapi lebih banyak pukulan gue yang mengenainya secara telak. Si setan terus bergerak mundur hingga terbentuk tembok.

“Lu udah gak bisa lari lagi, kan? Hah?!” Gue meninjunya dengan tangan kiri ke arah ulu hati.

“JANGAN. MAIN-MAIN. SAMA. GUE!!!” berkali-kali gue memukulnya di wajah, hingga pukulan terakhir tangan kiri gue ditangkap dengan telapak tangan kanannya.

“Masih ada nafas, hah?!”

Dengan penuh amarah, gue hunus linggis ke arah perutnya hingga terasa tertancap ke dalam sesuatu. Gue harap benar tertancap ke perutnya.

Tapi bukannya langsung hancur menjadi cairan seperti yang diharapkan, tangannya yang satu lagi justru menarik tangan kanan gue. Genggamannya kuat sekali. Sekarang, posisi tangan gue yang terkunci olehnya.

Tiba-tiba, dari dalam lingkaran kembang api muncul si setan yang satu lagi. Dia berusaha menarik Dani dan Kenia masuk ke dalam lingkaran itu.

“ANJING!” Terlepaslah kata-kata kotor lagi dari mulut gue.

Gue berusaha sekuat tenaga melepaskan kuncian tangan dari si setan. Gue tendang perutnya, sekaligus supaya badan gue bisa menjauh. Ketika berhasil terlepas, gue hantam lagi mukanya satu kali. Si setan langsung hancur menjadi cairan.

“Kak Linaaa! Tolooong!” Lirih Kenia

Gue berlari kembali ke arah Dani dan Kenia. Tapi, jangkauan tangan gue ternyata gak cukup sampai untuk menarik Kenia masuk ke dalam lubang itu. Tiba-tiba, Hari berlari dari jauh dan melompat ke dalam lubang bersama si setan. Lubang itu pun menghilang, menyisakan kesunyian antara gue dan Dani.

Gue tekan tombol HELP di jam tangan S.H.I.E.L.D. dengan terpaksa.

---

POV Jamet

Aku tersentak dengan apa yang terjadi di layar kamera lebah. Hari dan Kenia masuk ke dalam lubang kembang api dan menghilang. Tidak lama kemudian, Lina dan Dani keluar dari dalam sebuah villa. Aku keluar dari mobil pinjaman Eda dan membukakan pintu untuk mereka.

“Gimana sekarang?” Tanyaku ke Lina
“Tunggu di sini sampai S.H.I.E.L.D. datang.” Jawabnya lemah

Lina meminta gadget kamera lebahnya. Dia mengutak-atik benda itu, lalu berkata kepada gue bahwa siapa tahu ada satu atau beberapa lebah yang mengikuti pergerakan Hari saat lompat ke dalam lubang. Tampaknya dia sangat gelisah.

Aku langsung menghubungi Eda.

“Halo, Da.”
“Halo, Met. Gimana Kondisi?”
“Gini...”
“Bentar, bentar. Gue loud speaker dulu biar ibunya hari kedengeran.”

Aduh, loud speaker. Aku harus ngomong kaya gimana ke nyokapnya Hari.

“Halo, halo. Met?” Panggil Eda
“Eh, Iya... Oke, jadi gini....”

Aku jelaskan pelan-pelan apa yang terjadi, mulai dari Hari dan Lina yang menyelinap masuk ke villa, menemukan ruang monitor, Lalu, Lina yang menjemput Dani dan Kenia, hingga sampai pada penjelasan Hari dan Kenia yang masuk ke lubang kembang api.

“....”
“Halo, Da? Eda?”
“Eh, yaudah, Met. Jagain si Dani ya di sana.”
“Ibunya Hari?”
“Kayanya lumayan shock. Ibunya Hari langsung pergi ke kamarnya.”

Perbincangan kami diselesaikan dengan salam. Tidak lama kemudian, sebuah kotak besi besar berwarna putih terbang menurun secara vertikal. Kotak tersebut tepat mendarat di depan mobil.

Dari kotak yang ternyata punya jendela kaca tersebut, keluar empat orang berpakaian densus, lengkap dengan senjata. Seorang perempuan berwajah Chinese menghampiri Lina dan berbincang menggunakan bahasa inggris. Untungnya keadaan lumayan berisik di tengah malam ini tidak sampai membangunkan warga sekitar, walaupun sebenarnya jarak setiap rumah agak jauh.

“Are you fine?” Tanya wanita Chinese itu kepadaku
“Uhm, ya, I’m fine.”
“My name is May. Let me clear that area first. If you need something, don’t bother to ask Lina.” Dia ngomong dengan judes.

Wanita yang bernama May itu kemudian memimpin pasukan masuk ke dalam villa. Lina masih sibuk mengutak-atik gadget. Di dalam mang giobil, Dani sudah tertidur berselimut jaketnya Eda yang selalu disimpannya di tempat duduk belakang.

“Judes amat ya ngomongnya” bisikku ke Lina
“Emang gitu orangnya.” Jawabnya ketus sambil masih mengutak-atik gadget. Lebih seperti mengetuk keras-keras sebentarnya
“Ngomong-ngomong, itu namanya kotak apaan?” Aku menunjuk ke kotak besi putih.
“Namanya, modul penahanan.” Dia gak melihatku

Lina jelas sekali masih gelisah. Aku jadi gak enak ngajak ngomong dia lama-lama, akhirnya aku bengong gak tau mau ngapain. Aku hanya memperhatikan keadaan sekitar, jalanan gelap dan hanya diterangi lampu-lampu jalan berwarna orange. Di beberapa bagian jalan terkadang cahayanya bercampur warna putih dari lampu-lampu teras rumah warga.

Kurang lebih sepuluh menit kemudian para agen keluar dari villa. Agen May tampak membawa sebuah hard disk yang dia angkat dan goyangkan tinggi-tinggi. Lina menoleh dan mengeluarkan kabel data dari tasnya. Hard disk tersebut dicolokkan ke gadget. Tampil lah sebuah video rekaman dari CCTV.

“There were people here for few hours ago.” Kata May
“That’s.. not people. That’s ghosts, right?” Kata Lina

Aku ikut memperhatikan video tersebut. Tampak dua sosok berwarna hitam mondar-mandir ke berbagai ruangan. Gambar tersebut sesuai seperti deskripsi setan yang pernah diceritakan Hari dan Lina.

“Not this. That.” Tunjuk agen May ke sudut kiri atas layar video.

Di sudut yang jauh dari CCTV tersebut aku melihat memang ada dua orang, tapi tidak jelas. Satu orang memakai jaket kulit dan helm, sedangkan satu orang lagi memakai topi dan tidak pernah menghadap kamera.

Tiba-tiba lampu indikator gadget menyala.

“Okay. Here we go.” Kata Lina
“Apaan?” tanya gue

---

POV Hari

Di sini gelap sekali, namun untungnya tidak dingin seperti villa di puncak tadi. Gue bahkan tidak tahu ini di mana, tapi setidaknya gue masih bisa bernafas normal. Gue berharap semoga aja ini masih di bumi. Selain itu, kayanya gue tadi menabrak sesuatu saat melompat. Gue membuka tas dan mengambil senter kecil untuk melihat apa yang gue tabrak tadi.

Gue sorot ke depan, tampak seseorang tergeletak pingsan. Dia memakai jaket dan helm yang sama dengan waktu kejadian Kenia berada di Jatiasih. Tiba-tiba, terdengar suara seperti mesin menyala, kemudian sebuah kotak di jaket bagian punggung orang itu menyala.

Orang itu hanya memandangi gue tanpa berkata apapun sambil bergerak bangun.

“Oke, gue tahu lu pasti ngajak berantem. Tapi gue gak punya waktu. Bye.”

Gue pergi menjauh dari orang itu, lalu menyorot seluruh ruangan untuk mencari jalan. Tapi tiba-tiba kepala gue dihantam dari belakang hingga tersungkur.

“Agghh. Sial.”

Dia menarik gue untuk bangun, lalu gue dipukul lagi hingga terpelanting cukup jauh. Senter gue terlepas dari genggaman. Untungnya, gue cukup bisa melihat gerakannya karena helm dan kotak di jaket bagian belakangnya terdapat lampu yang menyala berwarna kuning.

Dia menghampiri gue, lalu mencoba meraih gue. Dengan cekatan gue berguling ke kiri. Tiba-tiba badan gue terpentok sesuatu. Gue meraba benda itu, ternyata kaki sebuah meja. Kemudian, dengan cepat gue berpegangan pada meja tersebut untuk berdiri.

Terdengar suara seperti mesin di belakang jaketnya menyala lebih kencang.

“Kalau bajunya mirip kaya yang Kenia pakai, berarti helmnya harus dihancurin.” Gue ngomong sendiri, teringat analisis bareng agen Mack.

Gue berlari untuk mengambil senter yang tadi terlepas, tapi tersandung sesuatu. Gue raba kembali, sepertinya sebuah kursi. Belum sempat gue berlari lagi, tiba-tiba badan gue dilempar ke belakang sehingga posisi gue dengan senter semakin jauh.

Oke, lupakan senter.

Sekarang posisi dia membelakangi gue. Dengan cepat gue bangun dan menangkapnya dari belakang, sehingga membuatnya meronta-ronta. Gue pukul helmnya berkali-kali, tapi tidak berdampak apa-apa. Mesin itu kembali bersuara lebih kencang, kemudian dia menangkap badan gue, memutarnya 180 derajat ke atas, kemudian membanting sekeras-kerasnya.

“AAAAGGHH!!!”

Badan gue dibanting dari kaya orang-orang di acara smackdown. Rasanya sakit banget, dada gue nyesek, dan nafas gue tersendat-sendat. Gue gak sebanding lawan dia.

“Kampret! Kuat banget.”

Suara mesin itu terdengar lagi, dan dia sekarang melakukan ancang-ancang untuk menginjak gue. Gue berguling lemah ke kanan, berpegangan pada sesuatu yang sepertinya meja untuk mencoba berdiri lagi. Baru sebentar berdiri, dia sudah menarik baju gue dan terlihat memundurkan tangannya untuk kembali memukul gue.

Dengan putus asa, gue membuka tangan tepat untuk melindungi muka gue. Seketika, ayunan tangannya berhenti, lalu terkulai lemah sesaat.

Kemudian, mesin itu berbunyi lagi dan tangannya terangkat lagi untuk bergerak memukul. Gue kembali membuka tangan untuk bertahan. Lalu, kejadian sama terulang lagi.

Tangannya lemes! Sama kaya penis gue kemarin waktu digoda Lina!

Waktunya melawan balik. Dia berkali-kali mencoba memukul, tapi selalu menjadi lemas setelah gue membuka telapak tangan. Mesinnya kembali berbunyi makin kencang. Sekarang suaranya sangat bising seperti generator.

“Generator! Itu dia!!”

Gue bergerak memutari dia sambil dengan mudah menahan seluruh serangannya. Sesampainya di belakang orang itu, gue peluk dia dari belakang supaya posisi gue tidak berubah lagi. Kemudian, gue tempelkan tangan kanan di mesin itu. Gue mengontraksikan tangan sangat lama, sampai kemudian suara mesin itu berkurang, semakn berkurang, sampai akhirnya mati total.

Gue dan dia tersungkur. Dengan sigap gue lepas helmnya dan melemparnya jauh-jauh. Gue berdiri kembali, memastikan orang itu tidak bangun lagi dalam waktu cepat.

Setelah terasa aman, gue ambil senter dan pergi menuju satu-satunya pintu di ruangan itu. Sebelumnya, gue menoleh ke orang itu sebentar. Dia masih pingsan.

“Thank’s bro, gue jadi paham kekuatan ini bisa dipake buat makhluk hidup.” Gue memberi salam kepadanya sembari pergi meninggalkan ruangan itu.

Di luar ruangan. Gue kaget. Beneran kaget setengah mampus. Gue melihat ke luar jendela. Tampak dengan jelas di bawah sana adalah jalan tol dan sebuah stasiun kereta. Gue perhatikan gedung-gedung sekitar untuk meyakinkan kembali di mana gue berada.

“Fix! Ini menara Saidah! Kampret!”

---

POV Lina

Kami sudah sampai di atas menara Saidah. Quinjet terbang rendah dalam mode siluman. Kami keluar dari pintu belakang quinjet, lalu meloncat ke arah jendela gedung yang kacanya sudah pecah. Agen May memerintahkan pasukannya menyisir lantai tersebut, lalu turun ke lantai bawah pelan-pelan. Gue pun mengikuti instruksi tersebut.

Jamet dan Dani? Mereka pulang naik mobilnya Eda ditemani satu agen untuk berjaga-jaga. Mungkin baru sampai Tanah Abang nanti pagi.

Ketika sudah turun sekitar 4 lantai, kami mendengar langkah kaki seseorang yang naik ke atas.

“One person.” Kata agen May

Kami semua bersiaga. Lampu senter orang tersebut semakin terang, menandakan orang tersebut semakin dekat. Begitu kakinya terlihat, kami semua menodongkan senjata ke orang itu.

“Woi! Woi!”.

Suaranya kaya gue kenal.

“Ampun, Ampun! It’s Hari! Hari!” Dia teriak sambil mengangkat tangan.
“Hariiii!” Teriak gue
“Kok bisa tau gue di sini?”
“Ada kamera lebah yang kebawa sama lu. Sinyal GPSnya kebaca, tapi kameranya udah rusak.”

Hari menjelaskan ada sesorang yang telah ia kalahkan di lantai bawah. Agen May memerintahkan dua agennya turun ke bawah untuk memeriksa orang tersebut. Sementara kami lanjut menyusuri lantai ini.

“Badan gue sakit semua nih, abis dibanting kaya smackdown.” Katanya
“Tapi lu menang.” Ledek gue.
“Guys..” Agen May memberi aba-aba berhenti

Dia menunjuk ke satu ruangan yang bercahaya, tidak terlalu terang.

Kami di sini sekarang tinggal berempat, dan sekarang berjalan masuk ke ruangan. Di dalam, ternyata terdapat listrik dan lantainya penuh kabel-kabel besar berbalut lapisan karet. Kabel tersebut terhubung dengan seperangkat komputer berlayar datar.

Di belakang komputer itu, terdapat seseorang. Di sana lah dia, duduk di sofanya dengan wajah pucat. Seorang dengan selang infus terhubung dengan kedua urat nadi lengannya. Seorang yang membuat Hari tidak bisa lebih kaget lagi dari ini.

“Akhirnya kita ketemu lagi, Hari sayang.” Kata dia di bangku sana
“Did you know her?” Tanya agen May
“Ya, my ex.” Hari menjawab singkat

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Lina (Akilina Soemita)


Persadani Putri



Kenia Dwi Lasya



Agen May (Melinda Qiaolian May)


Puri Ananda Mawardi

 
Terakhir diubah:
Baru baca dari awal...
Jadi kejadian di Jati Asih itu hasil perbuatan kenia...
Untung ane dah pensiun dari geng motor...

Mantab suhu...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd