Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Asrama

Apa pendapat kalian tentang cerita saya?

  • Bagus

    Votes: 845 91,2%
  • Biasa aja

    Votes: 64 6,9%
  • Jelek

    Votes: 37 4,0%

  • Total voters
    927
Status
Please reply by conversation.
Tak kira sudah ada update terbaru. Ternyata belum.. hehehe...
Semangat teruss yach Hu.
Bikin update yg mantab...
 

Aisya

Aisya terbangun sekitar jam dua belas siang, dengan perlahan ia bangkit dari tempat tidurnya. Ia memandangi tempat tidurnya yang terlihat berantakan. Tampak sisa-sisa pertempurannya barusan, bercak sperma dan keringat yang menempel di seprei tempat tidurnya, menjadi saksi perzinahan nya.

Perlahan pandangannya jatuh ke bingkai foto yang ada diatas meja riasnya. Di sana terdapat sepasang Suami Istri yang mengenakan gaun pernikahan.

Aisya mengambil foto tersebut, ia memandangi foto pernikahan mereka, membuatnya tersenyum bahagia, tetapi sedetik kemudian kebahagiannya sirna berganti dengan kesedihan. Tak terasa air matanya jatuh membasahi kedua pipinya.

Sungguh ia menyesal atas perbuatannya yang telah mengkhianati janji suci pernikahan mereka.

"Maafkan aku Mas!" Lirih Aisya.

Ia memejamkan matanya, mengingat kembali kejadian beberapa bulan yang lalu, ketika ia untuk pertama kalinya menyerahkan tubuhnya kepada Ustad Reza.

Beberapa bulan yang lalu

Tiga tahun yang lalu, Reza berusaha mendekati Aisya, sudah berbagai cara ia lakukan, tetapi Aisya selalu mengabaikannya, cintanya bertepuk sebelah tangan. Tapi Reza tidak menyerah, ia terus mengejar cintanya, hingga akhirnya Aisya dilamar oleh Rahmad yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.

Hati Reza hancur berkeping-keping, ia sangat sakit hati karena Rahmad telah merebut cintanya, membuatnya memutuskan untuk meninggalkan Yayasan Tunas Bangsa, sekolah yang telah membesarkannya.

Tetapi siapa yang menyangkah, tiga bulan yang lalu dia kembali ke Tunas Bangsa.

Hanya saja kali ini kedatangannya bukan untuk mengabdikan dirinya untuk almamater nya, melainkan untuk merebut Aisya dari tangan sahabatnya.

Berbagai cara akan Reza lakukan demi mendapat Aisya, ia berjanji tidak akan pernah kalah lagi.

Reza sangat senang, saat mengetahui Aisya belum juga dikaruniai anak. Ia bertekad, walaupun Aisya tidak bisa menjadi Istrinya tapi setidaknya Aisya mengandung anak darinya. Semenjak kedatangannya, Reza terus mengusik kesetiaannya terhadap Suaminya.

Hingga akhirnya kesempatan itu tiba juga, ketika mereka berdua di percaya menjadi wali untuk para murid putri Yayasan Tunas Bangsa yang mengadakan liburan akhir tahun ke kota B.

"Semua sudah hadir Ustadza?" Tanya Reza.

Aisya kembali mengecek absen yang ada di tangannya. "Hmmm... Ya semua sudah hadir!" Jawab Aisya sembari tersenyum manis.

"Kalau begitu kita bisa berangkat sekarang!" Ujar Reza.

Aisya segera naik kedalam bus pariwisata lalu di ikuti oleh Ustad Reza di belakangnya. Mereka berdua duduk di bangku paling belakang, sementara di samping tampak kosong, hanya ada pintu belakang bus.

Sebenarnya Aisya merasa kurang nyaman karena harus duduk berdua saja dengan Ustad Reza, tetapi semua kursi sudah terisi kecuali kursi yang mereka duduki saat ini.

Perlahan bus pariwisata yang mereka tumpangi melaju perlahan meninggalkan Yayasan Tunas Bangsa.

"Astaghfirullah..." Aisya mengusap wajahnya.

Seandainya saja saat itu ia mendengarkan larangan Suaminya, semua ini seharusnya tidak akan pernah terjadi, tetapi nasi sudah menjadi bubur, Aisya sudah tidak bisa mengembalikan keadaan kembali seperti semula.

Masih teringat jelas perdebatan diantara keduanya, ketika Rahmad melarangnya untuk pergi, tetapi Aisya ngotot ingin tetap pergi, ia beralasan tidak enak menolak perintah dari Ibu tirinya (Istri muda Ustad Karim, pemilik Yayasan Tunas Bangsa) karena Kakaknya Nurul tidak bisa ikut mendampingi mereka.

Dengan langkah gontai Aisya menenteng handuk di pundaknya, ia berjalan menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi, dengan perlahan ia menenggelamkan dirinya di bawah air shower yang membasuh tubuh kotornya.

Dia menyandarkan tubuhnya di dinding kamar mandi, sembari memejamkan matanya.

Selama di perjalanan menuju kota B mereka tak banyak bicara, Aisya terlalu sibuk dengan buku yang ia bawak, sementara Reza, diam-diam menikmati keindahan wajah cantik Aisya.

Tak terasa waktu terus berjalan hingga malampun tiba, Aisya yang mulai di dera rasa kantuk yang luar biasa, membuatnya mulai tertidur dengan lelap, guncangan kendaraan sama sekali tidak menggangu tidur lelapnya. Perlahan kepala Aisya bergerak kesamping kirinya, dan bersandar di pundak Reza.

Tentu saja Reza tidak keberatan, ia malah sangat senang, dengan begini ia merasa lebih dekat dengan Ustadza Aisya yang tertidur lelap.

"Cantik sekali kamu Aisya." Gumam Reza.

Ia memandangi sekitaran di dalam bus yang remang-remang tanpa pencahayaan.

Setelah yakin kalau murid-muridnya telah tertidur lelap, Reza mulai bereaksi, dia membelai lembut pipi Aisya yang putih mulus. Membuat tidur Aisya terganggu, hingga akhirnya terbangun dari tidurnya, dengan secepat kilat Ustad Reza menarik tangannya.

"Nyaris saja." Gumam Reza di dalam hatinya.

Aisya sangat kaget ketika menyadari kepalanya yang bersandar di pundak Ustad Reza. "Maaf Ustad!" Buru-buru Aisya menarik kepalanya.

"Ya tidak apa-apa!" Jawab Reza sembari tersenyum.

Jantung Aisya berdetak kencang, ia merasa sangat malu atas kejadian barusan, ia berharap Ustad Reza tidak salah paham dengan dirinya.

Keduanya terdiam di tengah keheningan malam, hanya suara kendaraan, dan sesekali suara klakson mobil yang terdengar saling bersautan. Hingga akhirnya bus yang mereka tumpangi, memasuki sebuah portal besar, dan tampak beberapa jenis kendaraan mengantri di beberapa titik.

"Kita sudah di mana Ustad?" Tanya Aisya.

Aisya mengambil hp di saku celananya, tidak ada notifikasi apapun di layar hpnya, membuat Aisya sangat kecewa, padahal ia sangat berharap suaminya mau menghubungi dirinya, setidaknya menanyakan tentang perjalanannya kali ini.

Reza dapat melihat perubahan raut wajah Aisya yang sedikit tegang.

"Di pelabuhan, sebentar lagi kita naik kapal." Jawab Reza, sembari tersenyum tipis.

Aisya melempar pandangannya keluar jendela mobil, dan tampak beberapa kendaraan yang tengah berbaris bersiap masuk kedalam dek kapal.

Setelah menunggu hampir satu jam, bus pariwisata yang mereka tumpangi akhirnya melaju masuk kedalam dek kapal feri. Setelah memarkirkan busnya, barulah Reza, Aisya dan murid-muridnya turun dari dalam Bus. Tampak siswa putri Tunas Bangsa terlihat bersemangat, mereka berlomba-lomba naik keatas.

Sementara Reza berjalan beriringan dengan Aisya, mereka baru berpisah ketika ingin menaiki anak tangga. Reza menyuruh Aisya lebih dulu naik keatas sehingga ia leluasa mengamati bentuk pantat Aisya yang menggoda.

Sembari menghabiskan malam, Aisya berdiri sembari berpegangan dengan pembatas besi yang ada di pinggiran kapal. Walaupun hari sudah malam, tetapi Aisya masih dapat melihat pulau-pulau kecil yang mereka lewati, dan ombak yang membela kapal.

Pemandangan yang ada di hadapannya saat ini, sedikit mengurangi kesedihan di hatinya.

"Bagus ya..." Ujar Reza yang tiba-tiba saja sudah ada di samping Aisya.

Aisya melirik sebentar sembari tersenyum. "Iya... Bagus!" Jawab Aisya lembut, suaranya seperti alunan melodi indah di telinga Reza.

"Ustadza lagi ada masalah?" Tanya Reza.

"Gak kok Ustad!" Jawab Aisya, sembari melemparkan pandangannya jauh di dalam kegelapan malam.

Reza mendesah pelan. "Maaf Ustadza, hanya saja saya perhatikan dari kita berangkat tadi pagi, Ustadza tampak tidak bersemangat." Tebak Reza, ia menunggu jawaban dari Aisya.

"Benar kok Ustadz tidak ada masalah."

"Syukurlah... Tetapi kalau Ustadza butuh teman bicara, saya siap menjadi pendengar setianya!" Ujar Reza, ia melempar senyum kearah Aisya.

Suasana kembali hening....

Aisya bukannya tidak mau berbicara banyak dengan Ustad Reza, ia tau betul kalau saat ini Ustad Reza sedang berusaha mencairkan suasana dengan mengajaknya mengobrol ringan, tetapi Aisya sadar kalau ada batasan diantara mereka, bagaimanapun juga Reza bukan mahram nya.

Tidak terasa satu jam sudah berlalu, dan mereka masih berada di tempat yang sama.

Angin laut bertiup semakin kencang, mengibarkan jilbab dan gamis yang dikenakan Aisya, tidak hanya itu saja, ombak semakin besar menerjang kapal, membuat perut Aisya mulai terasa mual, dan kepalanya sedikit sakit.

Perlahan tubuhnya mulai terasa bergoyang-goyang, hingga akhirnya ia limbung dan nyaris terjatuh, tetapi untungnya Reza dengan sigap menangkap tubuh Aisya.

"Ustadza!" Kaget Reza.

Aisya tidak kalah kagetnya saat menyadari bahwa dirinya kini berada di dalam pelukan seorang pria. "Ehm..." Aisya berdehem sembari mengembalikan posisinya, Reza segera melepas pelukannya.

"Ustadza tidak apa-apa?" Tanya Reza tampak khawatir.

Aisya tersenyum canggung. "Iya tidak apa-apa Ustad." Jawab Aisya lirih.

Kemudian suasana kembali hening, mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Entah kenapa Aisya merasa ada getaran aneh di dalam dadanya, yang terasa bergemuruh dan sulit untuk ia kendalikan, walaupun beberapa kali di dalam hatinya ia beristighfar.

Berbeda dengan Reza, ia sangat senang karena bisa mengambil kesempatan memeluk Aisya.

Angin malam ini berhembus semakin kencang, membuat tubuh Aisya mulai menggigil, dan rasa mual di perutnya semakin menjadi-jadi, dan untuk kedua kalinya tubuh Aisya limbung dan untuk kedua kalinya juga Reza dengan sigap menangkap tubuh Aisya.

"Sepertinya Ustadza mabuk laut?" Ujar Reza.

Aisya sependapat dengan Ustad Reza. "Sepertinya begitu Ustad! Sebaiknya saya kembali ke bus!" Ujar Aisya, sembari melepaskan dirinya dari dalam pelukan Ustad Reza, entah kenapa ia merasa nyaman saat berada didalam pelukan Reza.

"Mau saya temani!" Ujar Reza.

"Tidak perlu Ustad, tidak enak kalau nanti kita di lihat oleh murid-murid, apa kata mereka." Jelas Aisya, cukup menohok Reza yang ingin mengambil kesempatan agar bisa lebih dekat dengan Aisya.

Reza tersenyum hangat. "Maaf Ustadza, saya hanya khawatir dengan keadaan Ustadza." Ujar Reza, membuat Aisya menganggukkan kepalanya.

Kemudian ia permisi meninggalkan Reza, tapi baru beberapa langkah saja, tubuhnya kembali limbung untuk ketiga kalinya, dan ketiga kalinya juga Reza berhasil menyelamatkannya dari benturan keras tubuhnya ke ubin kapal yang dingin.

Aisya menatap wajah Reza yang kini tepat berada di depan wajahnya, jarak antara wajah mereka hanya beberapa sentimeter saja. Sanking dekatnya, Aisya dapat merasakan hangatnya hembusan nafas Reza, begitu juga dengan Reza, ia dapat merasakan hembusan nafas Aisya yang memburu.

Wajah Aisya bersemu merah, ini ketiga kalinya ia di peluk oleh pria yang bukan mahramnya, bahkan kali ini ia merasa lebih intim lagi, membuat jantungnya terasa mau copot.

"Kali ini jangan menolak lagi, biar saya antar kamu!" Tegas Reza.

"I-iya!" Jawab Aisya gugup.

Aisya pasrah ketika Reza menuntunnya kembali ke parkiran bus mereka, walaupun ada perasaan risih, tetapi Aisya berpikir kalau saat ini kondisinya dalam keadaan darurat, sehingga ia mencoba untuk tidak mempermasalahkannya.

Sesampainya di dalam bis, Reza permisi sebentar untuk membelikan Aisya obat.

"Hiks... Hiks... Hiks..." Aisya menangis sejadi-jadinya mengingat sepenggal bayangan yang mengusik dirinya. Ah... Seandainya saja waktu bisa di putar.

Tidak lama kemudian Reza kembali sembari membawa obat dan sebotol air mineral. Ia menyodorkan kepada Aisya, karena tubuhnya yang terlalu lemas, Aisya tidak lagi memperhatikan obat yang di berikan Reza, ia segera menelan pil tersebut.

Setelah beberapa menit, obat pemberian Reza mulai bereaksi. Kepalanya yang tadi sakit perlahan mulai terasa enteng, dan nafasnya yang yang tadi memburu, kini sudah teratur, hingga akhirnya ia terlelap tidur.

Reza tersenyum senang melihat Aisya yang telah tertidur lelap. "Tidur yang nyenyak ya sayang." Gumam Reza sembari membelai kepala Aisya yang tertutup jilbab berwarna coklat.

Suasana bus yang sepi, tentu saja memberi peluang Reza untuk melakukan tindak kejahatan di dalam bus. Dengan perlahan dia mulai mencium wajah Aisya yang cantik, dari kening, hidung, hingga akhirnya ia mencium lembut bibir Aisya. Ia melumatnya dengan perlahan, membakar birahinya dengan cepat.

Jemari Reza mulai membuka satu persatu kancing gamis yang di kenakan Nurul, lalu dia menyusupkan tangannya kedalam gamis yang di kenakan Nurul.

"Kenyal sekali tetekmu sayang!" Bisik Reza.

Ingin sekali Reza menyusupkan tangannya hingga bisa menyentuh daging kenyal yang ada di balik pakaian dalam dan bra yang di kenakan Aisya. Tetapi terlalu rumit dan banyaknya pakaian yang di kenakan Aisya membuat Reza akhirnya menyerah.

Ia harus cukup puas dengan meremas payudara Aisya dari luar kaos dalam yang di kenakan Aisya.

Hampir selama satu jam Reza mencabuli teman seprofesinya, hingga akhirnya tampak penumpang lainnya berduyun-duyun turun kebawah dek kapal. Karena tidak ingin orang curiga, Reza sengaja berpindah duduk ke bangku depan yang kosong.

"Udah mau nyampe Pak?" Tanya Reza kepada sang sopir yang baru saja naik ke dalam Bus.

"Iya Ustad, kapal sudah mau menepi." Jawab sang Sopir.

Reza menganggukkan kepalanya, lalu ia kembali duduk di kursi belakang, di samping Aisya yang masih terlelap, tanpa mengetahui keisengan Reza. (Awalnya Aisya tidak tau kalau ia di cabuli selama di dalam bus, tapi pada akhirnya Reza menceritakan perbuatan cabulnya kepada Aisya ketika mereka sedang bercinta)

"Assalamualaikum!"

Aisya kembali tersadar dari lamunannya, ia bergegas mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhnya, lalu dia segera keluar dari dalam kamar mandi, bergegas menuju kamarnya. Ia lupa membereskan kamarnya yang berantakan.

Tapi Aisya terlambat Rahmad sudah berada di dalam kamar sembari membereskan tempat tidur mereka berdua, membuat Aisya menjadi panik.

"Kamu habis ngapain sayang, sampe berantakan kayak gini?" Ujar Rahmad.

"Udah Mas, biar aku yang beresin." Cegah Aisya.

"Gak apa-apa sayang!" Jawab Rahmad seraya tersenyum. "Sana kamu ganti baju dulu." Suruh Rahmad. Aisya menganggukkan kepalanya, sementara Rahmad membawa seprei lecek yang tadi di gunakan Aisya untuk berzina dengan pria lain.

"Terimakasih sayang." Ujar Aisyah, ia lega Suaminya tidak merasakan keanehan dengan keadaan kamar mereka yang berantakan.

Aisya berdiri di depan cermin, lalu dengan perlahan ia membiarkan handuknya jatuh kelantai, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Sejenak ingatannya kembali menerawang jauh.

Tak terasa akhirnya Bus yang mereka tumpangi tiba di kota B. Sesuai dengan jadwal, bus tersebut langsung menuju hotel tempat mereka menginap sementara.

Reza membantu Aisya membawa barang bawaan yang cukup banyak.

Setelah membagi kamar untuk para muridnya, Aisya segera menempati kamarnya tepat bersebelahan dengan kamar Ustad Reza. Mereka berdua memiliki kamar sendiri-sendiri, berbeda dengan muridnya yang satu kamar di isi oleh empat orang.

Setelah meletakan barangnya Aisya segera keluar kamar, dan berkumpul bersama yang lainnya, sembari menikmati makan siang bersama.

"Jadwalnya nanti kita mau kemana dulu Ustadza?" Tanya Reza.

Aisya mengambil kertas skejul yang ada di dalam saku gamisnya, lalu memberikan jadwal kegiatan mereka kepada Reza. Sejenak Reza membacanya dengan seksama.

Ternyata selesai makan malam mereka tidak memiliki kegiatan berarti, hanya beristirahat, bagi yang ingin berkeliling juga di perbolehkan, tapi batas waktunya hanya sampai jam 10 malam.

Selesai makan sebagian besar murid-muridnya memutuskan untuk berkeliling di sekitaran hotel, kebetulan tak jauh dari tempat mereka menginap ada sebuah mall yang bisa di kunjungi.

"Ustadza!" Panggil Reza.

Aisya melihat kearah Ustad Reza. "Ada apa Ustad?" Tanya Aisya.

"Mau kemana?"

"Cuman cari angin aja di luar." Jawab Aisya seraya tersenyum manis.

"Berarti sama, kalau begitu kita barang aja." Ujar Reza, ia melihat ada kesempatan untuk berdua-duaan dengan Ustadza Aisya.

"Maaf Ustadz, apa baiknya kita sendiri-sendiri aja." Tolak Aisya halus.

Reza tersenyum kecewa. "Kenapa Ustadza? Apa ada yang salah?" Tanya Reza, ia masih berjalan beriringan dengan Ustadza Aisya keluar dari hotel tempat mereka menginap selama liburan.

"Takut jadi fitnah Ustad!"

"Saya mengerti, tapikan kota ini cukup ramai, dan lagi kita juga tidak ngapai-ngapain, hanya sekedar mencari angin di luar." Jelas Reza.

Sebenarnya Aisya ingin sekali menolaknya, tetapi ia merasa tidak enak hati untuk melakukannya, sehingga ia dengan sedikit terpaksa menerima usulan Ustad Reza. "Baiklah kalau begitu Ustad!" Jawab Aisya seraya memamerkan senyum manisnya.

Mereka berjalan di trotoar jalan yang malam ini terlihat begitu ramai di terangi oleh lampu-lampu jalanan. Tampak beberapa muda-mudi sedang berkumpul, ada yang sedang berfoto dengan sebuah patung besar, ada juga yang sedang main kartu, dan ada juga yang sedang berpacaran.

Penjual asongan tidak mau ketinggalan, sepanjang jalan mereka menjajakan jualannya, dan ada juga beberapa pengamen yang meramaikan kota ini.

Sungguh sebuah kota yang hidup, tidak seperti di kampung mereka.

"Rame banget ya Ustad!" Ujar Aisya.

Reza menghela nafas pelan. "Iya Ustadza, di sini selalu ramai dua puluh empat jam non stop!" Jelas Reza antusias menceritakan kehidupan di kota.

"Kayaknya enak juga tinggal di kota."

"Enak gak enak!" Jawab Reza.

Aisya menoleh kearah Reza. "Maksud Ustad?" Tanya Aisya penasaran.

"Di kota memang serba ada, tapi penuh polusi, udaranya sudah gak sehat! Selain itu kalau kita tidak kuat iman, bisa-bisa kita terjerumus ke dalam pergaulan bebas." Jelas Ustadz Reza, sementara Aisya tampak antusias mendengar cerita Ustad Reza.

"Kalau tidak salah Ustad pernah tinggal di sinikan?"

Reza menganggukkan kepalanya. "Pertama kali ke sini waktu kuliah dulu, dan setelah itu sempat menetap di sini sekitar dua tahun, hingga akhirnya kembali ke Yayasan." Ujar Reza dengan sedikit kelakar.

Aisya tau betul kenapa dua tahun yang lalu Ustad Reza meninggalkan Yayasan.

Aisya mendekap mulutnya sembari tertawa renyah. "Ceritain dong Ustad, pengalamannya selama tinggal di sini." Pinta Aisya.

"Boleh... Tapi kita ngobrol di sana aja yuk." Reza menunjuk sebuah gerobak makanan yang biasa di sebut angkringan oleh masyarakat sekitarnya.

Aisya mengangguk setuju, lalu mereka berjalan beriringan menuju angkringan yang terlihat agak sepi.

Aisya kembali tersadar ketika ia merasakan pelukan hangat tubuhnya dari belakang. Tampak seorang pria dengan kumis tipis dan janggut yang juga tipis tengah tersenyum kearahnya.

Perlahan ia memejamkan matanya, sembari mendekap kedua lengan Suaminya.

"Ia love you." Bisik Rahmad.

Aisya menggigit getir bibirnya. "I love you to! Mas..." Aisya menyenderkan kepalanya di dada Suaminya. Tak terasa buliran air mata kembali membasahi pipinya.

Aisya tidak menyangkah ternyata Reza orangnya sangat menyenangkan. Sesekali ia berdecak kagum mendengar cerita Ustadz Reza, dan sesekali ia tertawa riang mendengarnya. Sanking serunya, mereka menjadi lupa waktu dan pulang ketika jam sudah menunjukan pukul 12 malam.

Keesokan paginya, setelah sarapan pagi rombongan Yayasan Tunas bangsa memutuskan untuk memulai liburan mereka ke sebuah candi bersejarah.

"Ayo Ustadza naik!" Aja Reza.

Aisya tampak ragu, sembari melihat jauh keatas candi. "Tinggi banget ya..." Ujar Aisyah ia ragu untuk naik keatas.

"Lumayan, tapi pas diatas nanti semuanya terbayar lunas kok Ustadza." Reza tersenyum, meyakinkan Aisya kalau diatas sana sangat menyenangkan.

"Oke, kita coba." Kata Aisya semangat.

Mereka berdua segera menaiki tangga candi, sembari mengobrol ringan. Sesekali mereka berhenti, dan berfoto secara bergantian, sementara murid-murid mereka sudah jauh keatas meninggalkan mereka berdua, sehingga Reza merasa ini adalah momen yang tepat bagi mereka berdua untuk mengakrabkan diri.

Reza mengarahkan kameranya kearah Aisya yang sedang berpose di sebuah batuan candi.

"Ganti gaya Ustadza!" Pinta Reza.

Aisya tampak bingung, karena selama ini ia selalu berfoto biasa-biasa saja. "Gaya gimana?" Tanya Aisya kebingungan.

"Tangannya pake tanda peace." Ujar Reza.

Aisya mengerutkan dahinya, tapi akhirnya ia menurut juga, dengan memasang tanda peace.

Setelah beberapa kali berganti pose, Reza menghampiri Aisya dan memperlihatkan hasil jepretan nya kepada Aisya. Wajah Aisya tampak merona merah karena malu melihat gayanya yang kekanak-kanakan.

"Hapus aja Ustadz!" Pinta Aisya.

Reza menggelengkan kepalanya. "Jangan, ini bagus, harus disimpan." Ujar Reza, sembari menggeser layar kameranya ke samping.

"Malu ah..."

"Malu kenapa, cantik... Lucu..." Reza memperlihatkan pose Aisya yang tengah mengangkat satu kakinya dengan kedua tangan terangkat, sementara jarinya membentuk huruf 'V' tanda perdamaian.

Lalu Ustad Reza menggeser foto yang lainnya, kali ini Aisya memamerkan senyumnya yang manis.

"Itu di hapus aja." Tunjuk Aisya.

Tetapi Reza malah menyembunyikan kameranya ke belakang tubuhnya. "Tidak boleh di hapus, buat kenang-kenangan kita." Ujar Reza, ia tersenyum sembari menatap wajah Aisyah membuat Aisya tersipu malu.

Sesaat Aisya merasa ada sesuatu yang aneh dengan perasaannya, dan iapun tidak mengerti kenapa ia menjadi salah tingkah seperti ini.

Di saat Aisya dalam keadaan bingung dengan perasaannya sendiri, Reza mengambil kesempatan untuk berfoto berdua dengan Aisya. Dia mengarahkan kamera kearah mereka berdua, sedetik kemudian lampu flash menyala, membuat Aisya terkejut.

"Astagfirullah... Ustad!" Kaget Aisya.

Reza dengan gerakan secepat kilat menghindar ketika Aisya ingin merebut kameranya, lalu Reza berlari menaiki tangga candi, yang di susul oleh Aisya.

Sembari tertawa mereka terlibat kejar-kejaran yang menyenangkan, beruntung tidak ada murid yang melihat kelakuan mereka berdua, yang terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran.

"Kamu kenapa sayang?" Tegur Rahmad khawatir, melihat Istirnya yang menangis.

Aisya mengusap air matanya, ia berusaha tersenyum di hadapan Suaminya. "Gak apa-apa kok Mas... Aku terharu dengan ucapan Mas barusan." Ujar Aisya, ia memutar tubuhnya.

"Ada-ada aja kamu sayang." Bisik Rahmad.

"Maafin aku ya Mas..."

"Maaf kenapa?" Tanya Rahmad heran.

Aisya memeluk tubuh Suaminya. "Maaf karena tidak bisa menjadi Istri yang baik untukmu Mas." Lirih Aisya, suaranya tampak gemetar.

"Kamu wanita terbaik yang pernah Mas miliki." Ujar Rahmad, ia membelai pipi Istrinya.

Aisya tersenyum dalam kepedihan, ia merasa sangat jahat karena telah mengkhianati cinta suci Suaminya. Hanya karena nafsu sesaat, ia terjebak dalam kenikmatan sementara.

Menjelang sore hari rombongan Yayasan Tunas bangsa melanjutkan perjalanan menuju sebuah pantai yang cukup terkenal. Setibanya di pantai, anak-anak Tunas Bangsa tampak asyik bermain air, sementara Aisya duduk di bangku panjang sembari menikmati kelapa muda.

Reza menghampiri Aisya lalu duduk di samping Aisya, ia mengamati murid-murid mereka yang sedang bermain di tepian pantai.

"Aaahkk... Angin di sini enak banget!" Ujar Aisya.

Reza melihat kearah Aisya. "Lebih enak lagi kalau sambil main air Ustadza!" Kata Reza, dia memandangi wajah cantik Ustadza Aisya.

"Gak deh... Di sini aja." Jawab Aisya.

Kemudian suasana menjadi hening...

Sungguh betapa cantiknya wanita yang ada di sampingnya saat ini. Wajahnya yang kemerah-merahan di terpa sinar matahari tidak mengurangi kecantikannya yang alami. Sayang wanita yang ada di sampingnya saat ini telah bersuami.

Aisya menoleh ke samping dan mendapatkan Ustad Reza yang sedang memperhatikan dirinya. Entah kenapa ia menjadi gugup.

"Hmmm..." Tegur Asyifa.

Reza tersadar dari khayalannya. "Kenapa Ustadza?" Tanya Reza pura-pura tidak mengerti.

"Gak baik, sering ngeliatin wajah seorang wanita yang sudah bersuami." Singgung Aisya, membuat Reza tersenyum simpul.

"Mumpung suaminya lagi gak ada." Jawab Reza asal.

Reflek Aisya menyerang Ustad Reza, dia mencubit pinggang dan lengan Ustad Reza, membuat Reza mengaduh kesakitan. "Aduh... Ampun! Maaf Ustadza..." Melas Reza.

"Masih berani gak godain Istri orang?" Ancam Aisyah.

Reza meraih tangan Aisya yang sedang mencubit pinggangnya. "Istri orang atau bukan, bidadari tetaplah bidadari." Ujar Reza, sukses membuat Aisya makin salah tingkah di buatnya.

"Nakal, nanti Ustad akan aku aduhin sama Mas Rahmad!" Ancam Aisya.

"Aku akan bilang ke Rahmad, kalau Istirnya sudah berani mencubit pinggangku." Bisik Reza, membuat Aisya tersadar akan perbuatannya.

"Astagfirullah..." Aisya merasa geli sendiri.

"Kita seri ya Ustadza!" Goda Reza.

Aisya menunduk malu, dengan rona wajah yang makin memerah. Entah kenapa ia merasa sangat bahagia sekali, perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan belakangan ini, menjadikan perasaannya saat ini menjadi candu yang memabukkan.

Kemudian Ustad Reza mengajaknya untuk berjalan menelusuri bibir pantai. Dan tidak seperti biasanya, ia sama sekali tidak menolaknya.

Mereka berjalan menelusuri bibir pantai, sesekali ombak kecil membasuh kaki mereka. Tidak terasa mereka berjalan cukup jauh, bahkan mereka tidak bisa lagi melihat murid-murid mereka.

"Duduk yuk." Ajak Reza.

Aisya menganggukkan kepalanya. "Bagus ya pantainya." Bisik Aisya. Ia duduk di atas pasir putih yang terlihat sangat indah.

"Kamu suka?" Tanya Reza.

"Iya... Aku suka pantai!" Jawab Aisya, ia menjadikan tangannya sebagai sandaran tubuhnya, membuat payudaranya membusung kedepan.

Mereka berdua kembali terdiam, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Reza merasa sangat senang sekali karena bisa bersama wanita pujaan hatinya, menikmati sore hari di pantai hanya berdua saja. Sementara Aisya sendiri merasa ada yang aneh dengan dirinya, semakin ia berusaha menepis perasaan aneh itu, maka rasa itu terasa semakin kuat.

Aisya sadar kalau kedekatan mereka saat ini adalah sebuah perbuatan yang salah, walaupun mereka tidak melakukan apapun. Karena kedekatan mereka berdua akan menimbulkan fitnah, selain itu, kedekatan mereka juga bisa menimbulkan benih-benih asmara terlarang, dan benih-benih itu telah merasuki dirinya.

"Ustad."

"Ustadzah."

Secara bersamaan mereka saling memanggil, dan sedetik kemudian mereka tertawa.

"Ustad duluan." Ujar Aisya.

"Ustadza duluan." Kata mereka tidak mau mengalah.

"Maaf Ustad, apa Ustad tidak merasa ada yang salah dengan kedekatan kita." Ujar Aisya, sebenar ia takut menyinggung perasaan Reza.

Di ujung bibirnya Reza tampak tersenyum tipis. "Maafkan saya Ustadza, kalau kedekatan kita membuat Ustadza merasa tidak nyaman." Reza menundukkan wajahnya sejenak, lalu menatap wajah Aisya. "Hanya saja saya merasa saat ini Ustadza membutuhkan teman, semenjak hari pemberangkatan kita, saya melihat Ustadza sering murung, karena itu saya ingin menghibur Ustadza." Jelas Reza, membuat hati Aisya terharu.

"Maaf kalau saya sudah berburuk sangka."

"Gak apa-apa Ustadza, yang terpenting saat ini saya bisa melihat Ustadza kembali tersenyum, itu sudah cukup membuat saya bahagia." Jelas Reza.

Aisya merenyitkan dahinya. "Kenapa kamu merasa bahagia Ustad?" Tanya Aisya.

"Karena saya... Dari dulu sampai detik ini, masih sangat mencintai Ustadza." Ujar Reza, Aisya langsung terdiam mendengarnya.

Aisya tau betul seberapa besar cinta Reza kepada dirinya, tetapi sayang, hatinya jatuh kepada Ustad Rahmad. Ia sendiri terkadang berpikir, apakah pilihannya dulu itu sudah benar, atau malah keliru.

Orang yang di harapkan akhir-akhir ini sering mengecewakannya, sementara orang yang dulu ia tolak, begitu perduli dan mengerti kemauannya.

Mereka berdua terdiam, sembari memandangi ombak lautan yang menerjang bibir pantai.

Aisya menarik nafas pelan. "Aku pengen main air, tapi takut!" Aisya tersipu malu.

"Kenapa takut?" Reza segera berdiri. "Yuk... Kan ada saya Ustadza!" Ujar Reza, sembari menyodorkan tangannya kepada Aisya.

Dan entah kenapa Aisya menerima uluran tangan Ustad Reza. Kemudian kedua anak manusia yang berbeda status itu berjalan beriringan menuju air pantai. Aisya terlihat begitu bahagia tatkalah ombak kecil menerpa kakinya, ia menjerit antara takut dan bahagia.

Reza mengajaknya lebih ketengah lagi, walaupun ada rasa takut, tapi Aisya merasa aman ketika bersama Reza, sosok pria yang bukan muhrimnya.

Kini ketinggian air laut sudah mencapai perutnya, dan ombak yang datangnya kepadanya semakin besar. Setiap kali ombak datang menerjang mereka, Aisya selalu memekik, dan Reza mengambil kesempatan untuk memeluk Aisya.

"Minggir yuk aku takut!" Rengek Aisya.

Reza melingkarkan tangannya di pundak Aisya. "Gak usah takut Ustadza, kan ada saya." Bujuk Reza, sembari mengajak Aisya masuk lebih dalam lagi.

"I... Itu ombaknya datang!" Tunjuk Aisya.

Tidak lama kemudian ombak dengan ukuran yang lebih besar datang menabrak tubuh mereka. Karena takut Aisya reflek memeluk tubuh Ustad Reza, dan Reza dengan cekatan mengambil kesempatan untuk melakukan perbuatan yang lebih intim lagi.

Tangan Reza turun kebawah ia meremas pantat Aisya, tepat ketika ombak menghantam tubuh mereka. Karena dorongan ombak yang cukup besar, membuat mereka berpelukan semakin erat.

Saat ombak mereda, saat itulah Aisya sadar kalau saat ini ia tengah memeluk seorang pria yang bukan muhrimnya, dan dari jarak yang cukup dekat, Aisya dapat melihat senyuman di wajah Reza. Tetapi anehnya, Aisya malah merasa enggan untuk melepaskan pelukannya.

"Gimana serukan?" Tanya Reza, Aisya menganggukkan kepalanya. "Mau ke tengah lagi?" Tanya Reza.

"Boleh." Entah kenapa ia mengiyakan ajakan Reza.

Dengan perlahan mereka berjalan di dalam air, hingga ketinggian air mencapai dada mereka.

Saat ombak datang Aisya merentangkan kedua tangannya seakan menantang ombak untuk menerjang tubuhnya, sementara Ustad Reza berdiri di belakangnya, sembari memeluk pinggang Aisya.

Tepat ketika ombak menerjang mereka, saat itulah Ustad Reza mendekap payudaranya. Membuat Aisya sangat terkejut dengan keberanian Reza. Tetapi Aisya membuang pikiran kotornya, ia berusaha berfikiran positif, kalau Ustad Reza melakukannya karena tidak sengaja.

Tapi entah kenapa Aisya merasa Ustadza Reza melakukannya lagi dan lagi, setiap ombak datang menerjang, Reza pasti meletakan tangannya diatas payudaranya.

"Ustad!" Tegur Aisya, ia hendak menyingkirkan tangan Reza diatas payudaranya.

Reza tersenyum tipis. "Liat Ustadza, ombaknya datang lagi." Tunjuk Reza, entah kenapa melihat Reza yang begitu bahagia, membuat Aisya merasa tak tega untuk menegurnya. Rasa bersalahnya beberapa tahun yang lalu membuatnya memberikan pengecualian nya.

Aisya tersenyum manis, ia menganggukkan kepalanya. "Iya... Lagi Ustad!" Seru Aisya ketika melihat ombak yang datang kearah mereka.

"Oke!" Ujar Reza.

Dia semakin erat mendekap tubuh Aisya, sementara kedua tangannya mengepal kedua payudara Aisya, ketika ombak datang, Reza meremasnya berulang kali, dan Aisya sama sekali tidak meresponnya. Wanita muda itu terlalu hanyut akan keseruan mereka.

Aisya sadar betul apa yang di lakukan Ustad Reza, tetapi ia mencoba mencari pembenaran atas apa yang di lakukan Reza, sehingga ia membiarkannya.

Bahkan ketika ombak yang menerjang mereka meredah, kedua tangan Reza masih mencaplok di atas payudaranya. Aisya dapat merasakan remasan lembut diatas payudaranya membuat dirinya mulai bersyahwat.

Tidak ingin terlalu larut dengan kenikmatan semu yang ia rasakan, Aisya ingin segera mengakhirinya, ia takut sentuhan Reza membuatnya lupa diri, bagaimanapun juga ia sudah bersuami. Dengan perlahan Aisya memutar tubuhnya, hingga cengkraman Reza terlepas.

"Udahan yuk Ustad! Capek." Ujar Aisya.

Reza mengangguk seraya tersenyum, seakan tidak pernah terjadi apapun diantara mereka.

Mereka kembali ke bibir pantai, dan duduk berdua sembari menikmati ombak-ombak kecil yang menerpa mereka berdua, membuat keseruan mereka berlanjut. Sungguh rasanya Aisya tak ingin kebahagian ini cepat berlalu, walaupun ia tau ini salah.

"Terimakasih Ustad!" Lirih Aisya.

Reza memandangi langit yang perlahan mulai berwarna jingga. "Saya senang, bisa melihat Ustadza kembali tersenyum." Ujar Reza.

"Dan maaf!" Bisik Aisya.

"Jangan terlalu di pikirkan."

Reza memandangi wajah cantik Aisya, lalu dengan perlahan ia meraih tangan Aisya, ia menggenggamnya dengan lembut.

Ingin sekali Aisya menarik tangannya, tapi entah kenapa ia tidak tega melakukannya.

Perlahan Reza membelai pipi Aisya, lalu dia mengangkat dagu Aisya. Perlahan wajah mereka semakin dekat dan dekat, hingga akhirnya Reza melumat lembut bibir Aisya, membuat Aisya tersentak kaget. Tubuhnya seakan tersetrum ketika merasakan bibir Ustad Reza yang tengah menghisap bibirnya.

Bagaikan patung, Aisya hanya diam saja membiarkan bibir merahnya di jamah oleh pria lain. Cukup lama Reza mencium bibir Aisya.

"Maaf." Ujar Reza setelah menarik bibirnya.

Aisya hanya menundukkan wajahnya, ia tidak tau apakah harus marah, atau sebaliknya, karena ciuman Reza membuat sedikit beban masalahnya berkurang.

Setelah peristiwa ciuman tersebut, mereka tidak berbicara satu sama lainnya, hingga mereka pulang ke hotel. Tetapi efek ciuman tersebut membuat keimanan Aisya semakin goyang.

Rahmad menanggalkan pakaiannya hingga ia telanjang bulat, lalu dengan perlahan ia membawa Aisya keatas singgasana mereka. Ia menindih tubuh Istrinya, sembari membuka kedua kaki Aisya, dengan perlahan ia menekan pinggulnya, mendorong penisnya masuk kedalam vagina Istrinya.

Wajah Rahmad tampak menegang menikmati jepitan vagina Istrinya. Berbeda dengan Aisya, yang hanya tersenyum melihat Suaminya bahagia.

Sejenak Aisya kembali teringat dengan masa lalu, dimana untuk pertama kalinya ia merasakan kenikmatan bercinta yang sesungguhnya, yang tidak pernah ia dapatkan dari Suami tercinta.

Ketika malam datang, Aisya yang tidak bisa memejamkan matanya, akhirnya memilih untuk bersantai di taman belakang hotel tempat mereka menginap. Di temani angin malam, Aisya menangis pelan. Berulang kali ia melihat layar hp miliknya, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Suaminya akan membalas pesannya.

Tanpa Aisya sadari, seseorang pria berjalan mendekatinya sembari membawa sebotol minuman beserta dua gelas kosong.

"Assalamualaikum, Ustadza!" Sapa Reza.

Aisya tersenyum manis. "Waalaikumsalam Ustads." Jawab Aisya, ia berusaha menghapus air matanya, bagaimanapun juga ia tidak ingin terlihat rapuh di hadapan Ustad Reza.

"Boleh saya temani?" Tanya Reza, Aisya menganggukkan kepalanya. Sepertinya ia sudah semakin terbiasa di temani oleh Ustad Reza. "Terimakasih." Reza duduk di samping Aisya yang tampak tidak bersemangat.

Reza meletakan minumannya diatas meja, lalu dengan satu putaran ia membuat minuman bersoda tersebut, yang berwarna putih bening. Dia menuangkan air soda itu kedalam dua gelas kecil yang ada di dekat botol minumannya.

Lalu dengan perlahan Reza meminumnya, ia sedikit merenyitkan dahinya ketika meminum minuman tersebut.

"Minum Ustadza!" Tawar Reza.

Aisya tersenyum lalu mengambil gelas kecil yang satunya. "Terimakasih Ustad!" Ujar Aisya, lalu dia meminum minumannya hingga habis. Dan reaksi Aisya ia tampak sangat terkejut.

"Minuman apa ini Ustad?" Tanya Aisya bingung.

"Minuman biasa, ayo tambah!" Reza menuangkan kembali minumannya. "Saya lihat Ustadza sepertinya sedang ada masalah, apa masih masalah yang sebelumnya?" Tanya Reza.

Aisya menggukkan kepalanya, sembari kembali meminum minumannya, walaupun rasanya tidak enak, tapi cukup menghangatkan lambungnya.

"Soal kejadian tadi sore, saya benar-benar minta maaf Ustadza." Ujar Reza. Sembari memandangi langit malam ini.

"Lupakan saja, saya juga salah." Jelas Aisya.

"Kalau Ustadza butuh teman cerita, saya siap mendengarkannya, walaupun saya tidak bisa membantu, tapi setidaknya bisa mengurangi sedikit kegundahan hati Ustadza." Ujar Reza, sembari kembali menuangkan minuman kedalam gelas Aisya.

Saat ini Aisya memang membutuhkan seseorang untuk mendengarkan keluh kesahnya, tetapi ia ragu untuk menceritakannya.

Kembali Aisya menghabiskan minumannya dengan satu tegukan, membuat kepalanya terasa lebih enteng. "Ahkk.. " desah Aisya sembari meletakan kembali cangkirnya, dan Reza untuk kesekian kalinya menuangkan kembali minuman tersebut.

"Saya ada masalah dengan suami saya Ustad!" Jelas Aisya

"Pasti karena liburan inikan?" Tebak Reza

Aisya tampak terkejut. "Kok Ustad tau?" Tanya Aisya bingung, ia mulai merasa kegerahan, padahal malam ini cuacanya cukup dingin.

"Saya mengenal Rahmad, lebih dari Ustadza mengenalnya." Jawab Reza singkat.

"Hmm... Saya bingung Ustad!"

"Gak perlu bingung Ustadza, ini liburan Ustadza, jadi bersenang-senanglah. Saya yakin, nanti Rahmad juga mengerti seiring dengan waktu, percayalah." Reza mengangkat gelasnya yang di sambut Reza.

Waktu terus berjalan, Aisya mulai bercerita panjang lebar tentang keluarganya, tentang kehidupannya yang merasa terpenjara semenjak ia menikah, bahkan Aisya membuka aib hubungannya dengan Rahmad diatas ranjang dengan gamblangnya, seakan tidak ada lagi rahasia yang harus ia tutupi dari Reza.

Sementara itu Aisya terus meminum minuman pemberian Ustad Reza, tanpa ia sadari kalau minuman tersebut adalah khamr, minuman yang dapat memabukan bagi peminumnya. Tidak heran kalau Aisya bisa dengan mudahnya membongkar aib rumah tangganya sendiri.

"Hahahaha..." Tawa Aisya yang semakin tidak terkentrol.

Reza tersenyum penuh arti sembari menghabiskan minumannya. "Bagaimana kalau kita lanjutkan obrolannya di dalam kamar saja Ustadza!" Ajak Reza, sembari menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk di gambarkan.

"Engk... Emangnya kenapa harus di kamar Ustad? Eehmm... Kenapa tidak di sini saja." Tanya Aisya, yang mulai semakin ngelantur.

"Minumannya sudah habis, Ustadza masih mau minumkan?" Tanya Reza.

Aisya terkekeh pelan. "Iya, saya masih mau minum." Ujar Aisya sembari memukul pundak Reza, membuat Reza tertawa renyah.

"Biar saya bantu." Kata Reza ketika Aisya ingin berdiri.

Aisya menggelengkan kepalanya. "Kita bukan muhrim Ustad, tidak boleh." Protes Aisya, tetapi tetap saja Reza memapah Aisya menuju kamar.

Beruntung saat itu suasana sudah sangat sepi, sehingga tidak ada yang melihat Reza yang sedang membawa Ustadza Aisya ke dalam kamar. Sesampainya di dalam kamar, Reza membaringkan Aisya yang tengah mabuk berat karena minumannya.

Setelah menutup pintu kamar hotel, Reza dengan perlahan menanggalkan pakaiannya, hingga ia telanjang bulat di hadapan Aisya.

Lalu dengan perlahan dia kembali menghampiri Aisya, dia membatu Aisya untuk duduk diatas tempat tidur sembari ia peluk dengan erat. "Ustad... Hmmppss... Lepaskan!" Ujar Aisya dalam keadaan setengah sadar.

"Ustadza sangat cantik sekali." Bisik Reza.

"Tidak boleh... Dosa."

Reza tersenyum mendengarnya, dalam keadaan mabukpun Aisya masih mengingat dosa. "Biarlah, malam ini kita menjadi pendosa Ustadza." Bisik Reza, dia membelai wajah cantik Aisya, dan turun menuju bibir merahnya yang indah.

"Jagaaan..." Tolak Aisya.

"Saya tau, Ustadza membutuhkannya." Bisik Reza.

"Ustad, Hmmppss..." Suara Aisya di bungkam oleh bibir Reza.

Reza melumat lembut bibir Aisya, dan tangan Reza bergerilya diatas payudara Aisya. Sementara Aisya dalam keadaan mabuk, masih sempat melawan, ia mendorong lemah dada Ustad Reza.

Tentu saja tenaga Aisya yang dalam keadaan mabuk tidak ada artinya bagi Reza.

Dengan mudah ia mempreteli kancing gamis Aisya, lalu ia menurunkannya hingga sebatas pinggang Aisya, dan di lanjutkan dengan melepas tanktop yang di kenakan Aisya, berikut branya yang berwarna hitam, hingga tampak payudaranya yang menggoda.

Reza membelai payudara Aisya, sedikit meremasnya, dan memilin putting Aisya yang berwarna merah tua. "Ughhk..." Aisya melenguh pelan.

Di rangsang terus menerus, dan di tambah dengan pengaruh alkohol yang ia minum, membuat birahi Aisya dengan cepat naik ke ubun-ubun, tubuhnya tampak menggigil kedinginan di dalam pelukan seorang pria yang bukan muhrimnya.

Reza membaringkan tubuh Aisya, dan menanggalkan sisa pakaian yang di kenakan Aisya kecuali Jilbabnya yang sudah tidak utuh lagi.

Sluuuppsss... Sluuuppsss.... Sluuuppssss....

"Ustad!" Erang Aisya.

Ketika merasakan hisapan lembut diatas payudaranya, tubuhnya kian menggigil ketika Reza menggigit putingnya yang telah mengeras.

Tubuhnya menggeliat bagaikan cacing tanah, ketika Reza meningkatkan intensitasnya merangsang tubuh Aisya. Jemarinya yang kasar membelai paha mulus Aisya, hingga berhenti menyentuh bibir kemaluannya yang di tumbuhi bulu-bulu kehitaman.

Lalu jari telunjuknya menyusup masuk kedalam lobang vaginanya yang telah basah.

"Ustaaaaad." Erang Aisya.

Dengan gerakan perlahan Reza mendorong dan menarik jarinya dari dalam lobang vagina Aisya. "Nikmatin Ustadza, ini liburan kita." Reza mensugesti Aisya, untuk turut menikmati hubungan terlarang mereka.

"Saya sudah bersuami... Aahkkk... Tapi... Ohkkk.. yaaa... Ustad, itu saya di apakan? Aahkk... Aaahkk..." Racau Aisya tak tertahankan.

Slooookss... Slooookss... Sloookss... Sloookss.... Sloookss.... Sloookss.... Sloookss....

Reza mulai mengecup perut bagian bawah Ustadza Aisya, sembari membuka kedua kaki Aisya hingga bibir kemaluannya terkuak. Perlahan ia mengecupnya, menjilati bibir kemaluan Aisya yang telah mengeluarkan precumnya cukup banyak.

Dalam keadaan mabuk, tubuh Aisya masih bisa sedikit memberikan perlawanan, tapi apa daya, tenaganya tidak mampu mengimbangi Ustad Reza yang semakin intens merangsang dirinya.

"Oughkk... Aahkk... Aahkk..." Desah Aisya.

Tubuhnya menggeliat, menggelinjang tak tertahankan ketika Reza menghisap dan menjilati clitorisnya. Kedua kaki jenjangnya tampak mengais-ngais, sementara matanya yang teduh terlihat merem melek keenakan, wanita yang di kenal sebagai wanita terhormat itu tak lagi terlihat seperti wanita terhormat, ia lebih pantas di sebut sebagai wanita murahan.

Suara yang melengking bagaikan petir di siang bolong, menjadi melodi indah bagi siapapun yang mendengarnya. Tubuh Aisya tersentak patah-patah, ketika badai orgasme menggulung kesadarannya.

"Oughkk...."

Creeetsss... Creeetsss... Creeetsss...

Reza segera menindih tubuh Aisya, memposisikan pinggulnya diantara kedua kaki jenjang Aisya yang terbuka lebar. Lalu dengan perlahan ia menggesekkan penisnya di bibir kemaluan Aisya.

Aisya menatapnya dengan tatapan sayu, dalam keadaan mabuk yang ia rasakan hanyalah kenikmatan.

Perlahan penis Reza membela bibir vagina Aisya, ia menekannya cukup kuat, menembus kemaluan Aisya. Membuat Aisya meringkik nikmat merasakan penis Reza di dalam vaginanya.

"Aku memilikimu Ustadza!!" Bisik Reza.

Aisya memejamkan matanya, merasakan kemaluannya yang terasa sesak oleh kemaluan Reza. "Ustad... Aahkk... Jangaaaaan..." Desah Aisya.

"Nikmati Ustadza, jangan di lawan, rasakan setiap gesekan antara kelamin kita berdua." Ujarnya, sembari meremasi payudara Aisya yang tampak terguncang.

Mereka berpacu dalam birahi, seakan melupakan status mereka sebagai seorang guru.

Ploookkss... Ploookkss.... Ploookkss...

Reza semakin cepat memaju mundurkan penisnya, hingga akhirnya Aisya kembali mencapai puncak kenikmatannya. Ia mengerang panjang seiring dengan ledakan orgasme yang tak mampu lagi ia bendung.

Pantatnya terangkat cukup tinggi, menyambut orgasmenya yang meledak-ledak.

Setelah orgasme Aisya meredah, Reza memutar tubuhnya, hingga ia berada di bawah, sementara Aisya berada diatasnya. Kemudian dengan gerakan perlahan ia kembali menyetubuhi Aisya. Pinggulnya menghentak-hentak keatas menyodok vagina Aisya.

Sementara kedua tangannya mencengkram bulatan pantat Aisya yang terasa penuh di kedua telapak tangannya, sembari mencium bibir Aisya.

Tubuh Aisya kembali telonjak-lonjak, merasakan kenikmatan yang luar biasa di setiap gesekan antara kelamin mereka berdua. Tampak nafas Aisya kembali memburu.

"Aahkkk.. aahkk... Aahkk..." Desah Aisyah.

Reza membelai kepala Aisya yang tertutup jilbab. "Goyangkan pantatnya Ustadza!" Suruh Reza.

"Eehmm... Ustad, Ahkk..." Dengan perlahan Aisya mulai ikut menggoyangkan pantatnya. Matanya sayu menatap wajah Ustad Reza.

Reza meraih bibir Aisya yang sedikit terbuka, ia melumatnya dengan perlahan, sembari membelai punggung dan pantat Aisya yang tengah bergerak naik turun diatas selangkangannya.

Cukup lama mereka berada di posisi ini, dan Aisya sangat menikmatinya, hingga akhirnya ia kembali mencapai puncaknya. Tubuh goyah kesamping hingga terbaring di samping Reza. Reza membaringkan tubuhnya menghadap punggung Aisya, lalu dia mengait salah satu kaki Aisya, sembari menekan penisnya masuk kedalam vagina Aisya yang telah basah.

Dengan satu dorongan penisnya kembali bersemayam di dalam vaginanya Aisya.

"Aahkk... Aaahkk..." Erang Aisya.

Telapak tangan Reza mencengkram payudara Aisya, ia meremasnya dengan perlahan, sembari bermain dengan puting Aisya. Sembari pinggulnya menghentak cepat selangkangan Aisya.

"Nikmat sekali memekmu Ustadza!" Racau Reza.

Dia semakin cepat dan semakin cepat menyodok memek Aisya, ketika ia mulai merasakan ada sesuatu yang ingin meledak di ujung kepala penisnya.

Sementara Aisya mendesah tak karuan, dalam keadaan setengah sadar, ia berulang kali mendapatkan orgasmenya, menjadikan candu di kemudian hari, membuatnya tidak bisa lepas akan kenikmatan orgasme terlarang ia rasakan.

Malam itu...
Menjadi malam yang panjang, yang tidak akan pernah bisa Aisya lupakan seumur hidupnya.

Tangis Aisya pecah, ia menyembunyikan wajahnya diatas bantal, agar Isak tangisnya tak sampai di dengan oleh Suaminya yang kini tengah terlelap di samping dirinya setelah meneyetubuhi dirinya.

Sungguh Aisya sangat menyesal, tetapi ia juga tak bisa lepas dari candu orgasme yang ia dapatkan dari Reza, sehingga ia rela melakukan apapun demi mendapatkan kepuasan batinnya.

#####


Sory baru bisa update.

Updatenya skrng gak bentuk tergantung mood aja.
 
Reza memang juara :thumbup ,,,,Update nya mantap hu ,,,, ga sia-sia nunggu lama
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Syukur hu masih ada mood buat update..mudah2an mood nya selalu ada

Ganbate
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd