Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE LUCKY BASTARD (RACEBANNON - REVIVAL)

eh gua ga nyangka ada threat bagus dari akhir 2017 soalnya terfokus sama threat2 lain, eh ternyata threat nya malah ditinggal pembuatnya. numpang nongkrong disini ya hu
 
Wow.......nice developments......can't wait till the next update...

Thanks Hu
 
Huuu...ini cerita juara bat bat bat
Berasa jadi "aku"
Ga sabar nunggu updatenya..setelah maraton dari kemaren pagi hahaha
 
THE LUCKY BASTARD – PART 35

----------------------------------------​

62234_10.jpg

First kiss. Apa yang mengawali ciuman pertama? Hubungan? Kedekatan? Kebetulan? Atau suasana?

Saat ini aku sedang tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Aku dan Karen sedang bersatu. Bibir kami dengan lembut bertemu. Mata tertutup, badan saling berdekatan dan tangan saling menggenggam. Di atas karpet itu, kami pertama berciuman. Waktu terasa terhenti. Rasanya satu satunya benda yang ada di dunia ini cuma bibirnya.

Karen menggenggam kerah bajuku, dan mundur selangkah. Senyum tipisnya menghiasi wajahnya yang manis. Aku membalas senyumannya.

"Gak jadi makan?" bisik Karen lembut.
"Please... Jangan tanya itu sekarang" bisikku sebelum meraih bibirnya kembali. Pertemuan bibir kami kembali menghentikan waktu. Walaupun mata kami tertutup, yang terbayang di kepalaku cuma Karen. Aku meraih badannya untuk naik ke pangkuanku. Kupeluk badannya dan kurasakan hangatnya. Kepalanya terkulai, telinga kami berdua bertemu.

"Kenapa gak dari kemaren kemaren...." bisik Karen.
"Ssst..." bisikku yang ingin menikmati suasana.
"Elo jangan pulang malem ini.... Please" pintanya dengan nada memohon. "Temenin gue". Dan kami pun tenggelam dalam ciuman yang dalam.

------------------------------------------

Satu masalah telah terpecahkan. Menelpon gerai makanan cepat saji memberikan solusi pada kelaparan. Namun rasa gundah dan rasa ingin memilikinya butuh solusi lain.

Aku memeluknya erat. Tanpa suara. Tanganku melingkari perutnya. Karen telah melepas jaket dan celana jeans nya dan menukarnya dengan celana pendek rumahan. Aku masih berpakaian lengkap seperti tadi. Kami berpelukan di atas kasur, dikelilingi oleh kardus kardus berisi pakaian dan benda lainnya. Karen berbisik memohon.

"Jangan tinggalin gue malam ini..."
"Gak bakal"
"Jangan lepas..."
"Gak bakal"
"Lo tau rasanya dicium sama elo kayak apa?" tanyanya. Aku menggeleng. "Rasanya kayak familiar. Kayak rumah" bisiknya dengan nada manja. Aku makin erat memeluknya, memberinya kehangatan sebisaku.

----------------------------------------

Kami tertidur malam itu dengan indah. Tanpa seks, tanpa nafsu, semuanya seperti diatur dengan sempurna, dari mulai pertemuan pertama, obrolan pertama dan semua hal yang terjadi sampai saat ini. Semuanya terasa begitu tepat. Dan aku terbangun dengan bau yang familiar. Rokok.

"Hei.. Pagi.." bisik Karen di antara tumpukan kardus. "Elo ngoroknya parah banget ya..." celetuknya ringan sambil memasukkan berhelai-helai baju ke lemari. Aku berusaha duduk dan melihatnya.
"Gak papa gitu baju-baju elo kena asep rokok?" tanyaku dalam kantuk.
"Santai aja... Paling ntar dimarahin Mbak Janice..." jawabnya cuek.

"Makan yuk, dah jam 11 ini" ajaknya
"Bentar, baru bangun kok langsung jalan, gak pake mandi dulu apa..."
"Ngapain pake mandi? kayak orang-orang di Kokas tau aja kita udah mandi apa belom..." senyumnya lucu.

Dan akhirnya kami pun berangkat makan berdua, dengan pakaian yang semalam. Dari parkiran, sampai memilih restoran, kami lakukan dengan bergandengan tangan. Tak sedikit yang memperhatikan kami dan kami berdua pun tak peduli. Rasanya semua waktu dan tempat tersedia untuk kami miliki. Hari minggu paling bahagia untuk kami berdua.

----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------

kamar-10.jpg

Pulang ke apartemen sore itu terasa lebih lega. Kini rasanya aku siap untuk menghadapi apapun. Rasanya lengkap.

"Tuh kan" Anggia menyambutku di pintu apartemen.
"Kenapa lo disini mulu sih Nggi..." sinisku.
"Nginep di tempat Karen kan?"
"Iya"
"Jadi resmi nih?" tanya Rendy dari belakang.
"Ya ampun......" kagetku.
"Gila..." geleng Rendy.

"Guys... kenapa sih... seakan-akan gue abis ngelakuin sesuatu yang salah?" tanyaku sambil berjalan ke arah sofa dan membakar rokok. Anggia menyusulku dan duduk di sebelahku.

"Jadi, cerita plis" Muka Anggia tampak sumringah.
"Apa yang musti gue ceritain..."
"Pasti lo ngapa-ngapain kan sama Karen?" selidiknya.
"Jujur. Gak ngapa-ngapain, cuma tidur di tempatnya doang..."
"Bohong. Pasti nganu kan?" kerlingnya.
"Nganu... bahasa lu ibu-ibu pkk banget sih Nggi....". Karena kesal akhirnya aku melanjutkan. "Kita gak ngapa-ngapain semalem, serius, dan udah." aku menatap Anggia dan Rendy tajam.

"Dasar Lucky Bastard... " ledek Rendy. "Kenapa musti semua mua cewek nempel sama elu dari jaman kuliah. Padahal kayaknya lu gak usaha".

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

desain10.jpg

"Jadi jemput gue kan?" pesan singkat Karen masuk ke handphoneku.
"Jadi, beres jam berapa pastinya?"
"Jam 10 malem. See you babe <3"
"See U. <3"

Dan sore itu aku tersenyum sendiri di meja kantorku. Sudah kurang dari seminggu ini aku dan Karen bersama. Hari-hariku kini diisi olehnya. Diisi curhatnya soal manajernya yang cerewet, kru yang genit, dan macam macam lainnya. Belum lagi dia baru dikontrak oleh satu beauty product ternama untuk jadi brand ambassadornya, jadi curhatan dia terutama soal menjaga image di publik mengisi percakapan kami.

Aku menghela nafas, dan berjalan lesu ke teras, untuk merokok. Disana ternyata sudah ada Anggia yang sedang menelpon.

"Iya aku tau... Tapi aku tetep mau dateng...". "Gak papa sayang.... Iya aku ngerti, aku gak bakal dengerin omongan apapun yang gak enak...". "Iya emang masih lama, tapi perlu diobrolin dari sekarang... Fine.. Bye... Love you"

Anggia menarik nafas dalam dan melempar handphonenya ke pangkuannya.

"Kenapa?" tanyaku.
"Adeknya Adrian mau nikah"
"Oh... Terus?"
"Dia bilang gue gak usah dateng. Padahal menurut gue harusnya gue dateng. Adek pacar lo nikah, wajar kan kalo lo dateng?"
"Apa alasan dia ga pengen lo dateng?"
"Klasik"
"Klasik?"
"Gak cuma bokap gue yang gak suka gue ama dia pacaran"
"Oh..."
"Orang tuanya juga ga suka dia pacaran beda agama, chinese lagi.."
"Dianya gimana?"
"Dianya kayak gak mikirin. Santai santai aja"
"Jadi elu yang pusing?"
"Gue pengen serius ama dia... Gak mau ngehindar hindar dari masalah kayak gini. Sedangkan dia bilang ga usah dipikirin, dan ntar pas adeknya nikah ga usah dateng aja... Padahal gue udah siap kalo dateng dicuekin atau dijudesin ama keluarganya.... Dan gue butuh dia seenggaknya untuk nguatin perasaan gue, tanpa harus dia belain gue atau apa lah di depan keluarganya... Gue cuma butuh dia nyambut gue dan seneng sama ide kalo gue berani dateng ke keluarganya......" jelasnya panjang tanpa sedikitpun mengambil nafas.

"Bahaya itu... Orangnya kayak gimana sih? Gue belom sempet kenal" tanyaku lagi.
"Baik, banget. Royal. Manjain gue abis abisan. Tapi gak serius. Dalam artian ga bisa ngomongin masa depan dan kalo ketemu konflik dia cenderung menghindar..." Anggia menggigit kukunya. Kebiasaan buruk lamanya. Sudah lama tak kulihat. Dia melakukannya kalau sedang senewen.

"Nggi... Kuku lo"
"Shit. Udah lama gak gigit gigit padahal" keluhnya.
"Lo cobain ajak ngomong dulu aja panjang lebar. Bikin dia dengerin lo" nasihatku.
"Maunya. Liat ntar deh. Anaknya lagi sibuk ngurusin bisnis apa ntah..."

------------------------------------------

62234_10.jpg

"Makasih dah mau nginep lagi" celetuk Karen saat kami sedang makan bersama di living room apartemennya.
"Ngga papa lah..." jawabku sekenanya sambil berkonsentrasi makan.
"Gue kalo di tempat baru suka ga nyaman untuk beberapa lama... Jadinya kadang butuh ditemenin" senyumnya kecut. Aku hanya tersenyum kepadanya.

"Kasian ya Anggia..." celetuk Karen.
"Selalu kayak gitu.... Resiko pacaran beda agama..."
"Kenapa selalu dapet yang beda ya?"
"Belum ketemu aja kali. Tapi kan harusnya bisa diakalin... Ntah gimana... Cuman bokapnya emang susah... Keluarga gereja banget sih..."
"Woh.... Anggianya ga keliatan kayak anak gereja tapi... " kaget Karen.
"Beda sendiri dia mah. Kalo kata temen gue yang anak psikologi, keluarga kan kayak tubuh, nah dalam satu keluarga itu ada satu orang yang jadi 'tangan kiri' nya... Si orang yang selalu beda sendiri sama keluarganya... Anggia cocok banget ama deskripsi itu" jawabku panjang. Ya, teman yang aku sebut itu Val.
"Kalo elo siapa dong? Kan anak tunggal, cuma bertiga kan?" tanya Karen bercanda.
"Gak tau. Kucing depan rumah kali" senyumku.

Ini ketiga kalinya aku menginap di apartemen Karen yang baru ia sewa ini. Dan jangan tanya soal seks. Kami belum melakukannya. Kami hanya cuddling dan bermesraan sebelum tidur. Entah mengapa. Tapi rasanya lebih tepat untuk bermesraan seperti itu. Karen sudah terlalu capek di luar rumah. Pasti berhubungan seks jadi sesuatu yang akan membuatnya tambah lelah. Atau mungkin kami hanya menunggu suasana yang pas. Tidak ada yang tahu dan kami tidak berniat untuk memaksa mencari tahu.

------------------------------------------

"Lo pernah kayak gitu gak?"
"Kayak gimana?"
"Pacaran yang kayaknya lancar tapi belakangan problematik gitu" jelas Karen. Aku langsung mengingat masa-masaku dengan Nica.
"Pernah... Elo?" ?
"Sama, pernah" senyumnya awkward.
"Gue dua kali" ya, dengan Dian juga.
"Siapa troublemakernya?" tanya Karen sambil memelukku dari samping.
"Yang satu ceweknya, satunya lagi gue..."
"Oh... Tenang aja, gue familiar kok ama cowok troublemaker" senyumnya sambil terus memelukku erat.

Memang sudah jam 1 malam. Kami sedang berpelukan di balik selimut, bersiap untuk tidur. Setelah itu kami tak bersuara.

"Tidur, sayang?" bisik Karen
"Iya.. Besok kan masih ngantor" jawabku.
"Yaudah.. Good night" cium Karen lembut di pipiku.

------------------------------------------

"Sori.... Jadi kebangun ya?"
"hmmh...." aku membuka mata enggan. Pukul 4 pagi. Karen sedang membuka youtube di handphonenya. Menggunakan earphone memang, tapi aku terbangun karena posisi tubuhnya di sebelahku berubah.

"Gak bisa tidur?" tanyaku
"Gak bisa... Kecapean banget tapi malah ga bisa tidur" manjanya.
"Nonton apaan?"
"Ga tau... Ga jelas lama lama" senyumnya manis.

Aku bangkit dan duduk, lalu bersender kepada tubuhnya. "Lo besok gak ada apa-apa?" tanyaku.
"Gak ada..."
"Ya udah gapapa ga tidur juga, besok kalo ngantuk bisa tidur seharian" bisikku.
"Iya sih...." dan dia balas bersender ke bahuku. "Bosen tapi"
"Nyalain TV gih"
"TV kabel belom sempet masang"
"Kapan dong"
"Gak tau..."

Karen menyimpan handphonenya dan berpaling padaku. Dia menarikku perlahan, mencoba membuatku memeluknya. Kami berpelukan kembali di balik selimut, badannya membelakangiku, menempel erat dalam pelukanku. Tanganku melingkari perutnya.

"Bandel" bisiknya lembut.
"Apaan"
"Lo bandel"
"Gue gak ngapa-ngapain"
"Ini apa?" Karen lalu menggesek-gesekkan pantatnya tepat di penisku. Ternyata penisku menempel erat ke tubuhnya. Aku memang menyadarinya, tapi tidak berpikir untuk berbuat macam-macam karena memang itu reaksi tubuh yang normal saat kita tidur bersama perempuan yang kita sukai.

Karen lalu berbalik ke arahku dan menatapku erat. Merasa mendapat sinyal, maka aku tidak berpikir panjang lagi. Aku tiba-tiba menciumnya. Responnya tidak kalah mengejutkan. Dia menyambut ciumanku dengan mesra. Tanganku meraba punggungnya, dan kami berpelukan makin hangat.

Karen menyentuh penisku dengan lembut dari luar celana dan tersenyum.
"Lo bawa kondom?"
"Bawa"
"Nakal..."

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Jadi iri sama tokoh utama nya semudah itukah dekat dengan wanita , overall nice story suhu :mantap::mantap:
 
"Deskripsi Lucky Bastard" menurut Rendy
"Kenapa musti semua mua cewek nempel sama elu dari jaman kuliah. Padahal kayaknya lu gak usaha". :ngakak
 
karen suka kondom rasa pisang apa duren? hehehe

keluar jg tagline si karen, kamu kayak rumah.

lanjutkan master
keep the faith
 
THE LUCKY BASTARD – PART 36

----------------------------------------​

62234_10.jpg

Ciuman terlama sejauh ini dengannya. Kelembutan dan kehangatannya terasa di mukaku. Berciuman tanpa suara. Begitu pula dengan tanganku. Masuk ke dalam bajunya tanpa suara. Kulitnya terasa sangat lembut. Rasanya semuanya begitu tepat. Aku menciumnya sambil menyentuh punggungnya dengan gerakan lembut. Karen membalas dengan mencoba membuka bajuku. Terbuka dengan mudahnya dengan bantuanku.

Aku menjamah, menjelajah dan memberanikan diri untuk menyingkap bajunya. Akhirnya aku menyaksikan kulit putihnya yang terlihat indah dalam cahaya malam. Karen tampak malu-malu dan menutup buah dadanya dengan tangannya. Senyum manisnya terlihat jelas di mataku. Aku yang tak sabar lagi bergerak membuka celananya, membuang semua yang bisa kupegang entah kemana. Aku lalu membuka celanaku sendiri.

"Nakal" hanya itu kata-kata yang bisa kudengar darinya.

Kami berciuman, berpelukan dan saling menyamping, menghadapi tubuh masing-masing yang siap bersatu. Karen mencoba untuk melepas ciumanku. Aku menolak. Aku ingin menciumnya lebih lama. Tangannya meraba pahaku, seakan-akan kulitku halus. Tanganku bergerak ke daerah sensitifnya, mencari bibir vaginanya, mencoba memetakan dimana bagian yang paling sensitif. Karen mendadak bergetar. Aku menemukannya.

Cukup lama aku meraba bagian sensitif tersebut, menstimulasinya agar langkah selanjutnya menjadi lebih nyaman. Kami sudah lupa soal kondom. Entah dimana kondom itu kutaruh. Aku melepaskan ciumanku, dan mencium lehernya perlahan. Perlahan bergerak, mengarah ke arah payudaranya. Kugerakkan hidungku di atas kulit dadanya, menghirup aroma tubuhnya yang indah. Bibirku lalu bergerak, memperlakukan putingnya sebagai objek. Menghisap, menyentuh dan menggigit lembut putingnya yang halus.

"Ahhh.... Sayang... Geli..." bisiknya tanpa berontak. Tangannya mengikuti tanganku. Dia menggenggam penisku lembut dan mengelusnya perlahan, dengan penuh kelembutan.

Aku seperti tak puas meraba vaginanya dan menciumi buah dadanya. Semuanya terasa seperti anak kecil yang sedang menjamah toko permen untuk pertama kalinya. Kulitnya sangat lembut, dan semua terasa nyaman. Aku merasakan kelembaban yang bertambah di tanganku. Mulai kurasakan basah sedikit demi sedikit. Aku kembali menciumi bibirnya dengan penuh kemesraan.

"Sayang... " bisiknya tak kuasa. Aku berpindah ke atas tubuhnya, melupakan semuanya. Penisku masuk perlahan ke dalam Vaginanya, dengan lembut. Karen berusaha menahan desahannya dengan mengulum bibirnya. Selanjutnya aku mulai menggaulinya dengan lembut. Karen memeluk pinggangku, merasakan seluruh gerakanku tanpa banyak bersuara. Tangannya terasa halus, seluruh badannya terasa nyaman dan empuk. Perempuan yang biasa dilihat di layar televisi ini bersatu denganku. Satu tubuh. Satu bahasa.

Kami menikmatinya. Kami bergumul di balik selimut itu. Kami berbalik, saling bergulat kecil tanpa saling melepas. Ciuman demi ciuman dilayangkan dan sentuhan demi sentuhan saling menyejukkan.

Aku meraih pahanya, dalam posisi menyamping aku terus menciuminya, menahan badannya dan terus menyerang daerah kewanitaannya. Karen tampak sedikit kerepotan menerima stimulasi aktif di bibir dan vaginanya. Mungkin karena itu, dia memberontak dan naik ke atas tubuhku. Woman on top. Karen mulai melakukan serangannya. Karen lantas merapatkan tubuhnya ke tubuhku.

Dia mulai menciumku sambil menggoyangkan pantatnya, memberikan stimulasi luar biasa di penisku. Rasanya seperti sedang tidak ada di dunia ini. Kecantikan wajahnya, tubuhnya dan semuanya membiusku. Semua organ kewanitaan sekundernya menempel di dadaku. Memberikan kenikmatan lebih dari semua yang ia lakukan.

Karen bangkit, dan bermain dengan tubuhnya. Gila. Beraksi dengan liar mendadak di atas tubuhku.
"Karen... pelan-pelan" bisikku.

Karen malah makin liar, dia menggunakan badanku sebagai tumpuan tangannya. Ekspresi mukanya mendadak binal. Pantatnya naik turun di atas penisku, memompa dengan penuh semangat dan tanpa jeda. Aku akhirnya bangkit melawan. Aku raih badannya, kulempar ke samping dan kutimpa. Aku menyerangnya kembali. Kutahan badannya dengan tanganku, dan penisku memompakan kekuatannya ke dalam vaginanya. Karen hanya tersenyum kecil meresponku. Kurusak senyum itu dengan ciuman. Karen menerimanya. Ini benar-benar ciuman terlama dan terbasah yang pernah kulakukan dengannya selama ini.

"Mmmh... Ahhh.." Karen akhirnya mendesah penuh gairah. Dia tak bisa melawannya lagi. Kami bercinta pada posisi ini dalam waktu yang benar-benar lama. "Sayang... terus sayang...." Karen berusaha untuk tidak berontak. Karen tampak bisa terstimulasi dalam waktu yang cukup singkat.

"Sayang" badannya mendadak kaku, lalu terkulai lemah. Dan mukanya menunjukkan kelegaan. "Terusin sampe pengen keluar..." bisiknya mesra. Aku bersemangat kembali. Aku menyerangnya tanpa ritme yang jelas. Karen hanya mengerang tertahan, meremas kepalaku. Aku melihat ekspresinya yang begitu cantik di mataku. Ekspresi kenikmatan.

"Gue mau keluar..." Bisikku. Karen mendorong tubuhku, agar tidak terjadi hal yang tidka diinginkan.

"Ugh". Keluar. Hangat. Membasahi sebagian tubuh Karen setelah kucabut. Karen tersenyum manis. Kami saling memandang dan lalu berpelukan. Merasakan hangat tubuh kami berdua.

----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------

yolo-i10.jpg

"Lemes amat" tegus Anggia siang itu saat makan siang.
"Biasa aja ah" Aku menghirup kopi kalengan itu pelan-pelan.
"Elu pasti semalam ngapa2in kan" selidiknya.
"Iya. emang kenapa"
"Tumben gak ngehindar"
"Biar ga ditanya mulu" Anggia cuma tersenyum.
"Detailnya gimana?" tanyanya sumringah.
"Bukan urusan lo" senyumku sambil menahan tawa.

"Gimana ntar kawinan adeknya Adrian?"
"Annisa?"
"Iya"
"Gue dateng. Udah ngobrol panjang lebar sama Adrian...."
"Dianya?"
"Dianya iya-iya aja" Anggia menghela nafas, menandakan sedang banyak pikiran di kepalanya.
"Pasti ada Nica juga kan"
"Iya.. Kalo Adrian cuek lagi, gw lari ke anak itu aja ntar"
"Kapan acaranya?" tanyaku.
"Sebulan lagi...... Coba lo belom putus ama Nica"
"Hah?"
"Jadi gue ada temen lain disana" sinis Anggia sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Denting sendok dan garpu kemudian mendominasi. "Anyway, Karen oke gak di ranjang?" meja sebelah melirik kami.
"SSSSTTTTT" aku gusar.
"Loh... kok ngambek"
"Kekerasan lo ngomongnya"
"Artis gitu gimana ya kalo lagi gituan. Apa cuma diem aja kayak batang pisang atau gimana sih?"
"Nggi. Stop" dia cuma tersenyum jahil sambil terus makan.

----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------

62234_10.jpg

"Bagusan mana jaketnya?" tanya Karen. "Yang sekarang apa yang tadi?" dia memakai parka ringan panjang di hadapanku.
"Susah dibandingin"
"Kok?"
"Abis lo pake jaket tapi gak pake baju gitu..." balasku. Selain jaket, dia tidak mengenakan apa-apa lagi, alias telanjang.
"Alah di rumah aja kok...." senyumnya nakal. Dia lantas membuka jaket parka tersebut dan menjatuhkannya di lantai. Dia mendorongku ke kursi di kamarnya. Dia lalu bertanya.

"Udah bisa lagi?"
"Bisa kayaknya" senyumku tipis. Tanpa aba-aba Karen melahap penisku. Ini bahkan tidak ada di dalam fantasiku. Karenina Natamiharja menghisap penisku. Mukanya terlihat sangat senang dan excited. "Mmmhhhh.........." desahnya panjang sambil mengulum penisku dan mengocoknya dengan satu tangan. Kocokannya terasa agak buru-buru. Mungkin dia ingin cepat memberiku kepuasan.

"Sayang.. pelan-pelan aja..." bisikku sambil memegang kepalanya. Karen menurutiku. Gerakannya semakin teratur. Aku mulai bisa menikmatinya lagi, bagian dalam mulutnya yang lembut dan lembut. Tidak ada gerakan yang berteknik tinggi ataupun istimewa. Tapi ini pure passion. Pure love. Aku bisa merasakannya. Dia dengan rajin bergerak dengan penuh hasrat.

Aku memejamkan mata, dan hanya melihat dirinya. "Sayang..."
"Mmhh?"
"Gue udah mau"

Karen mengeluarkan penisku lembut dari mulutnya, dengan tangan tetap aktif mengocoknya. Keluar. Sperma itu keluar di wajahnya. "Haha..." tawa kecil Karen dengan muka berlumuran spermaku. Sedikit memang. Tetapi sangat menggairahkan. Aku membayangkan, berapa banyak lelaki di luar sana yang membayangkan hal ini?

Mendadak ia mengoleskan spermaku dari wajahnya dan menngenainya ke wajahku.
"Aduh..." kagetku.
"Ih jorok mukanyaa...." genitnya.
"Ih elo kali yang jorok.. Kok dijadiin mainan"
"Lo sendiri ngeluarin disini" tunjuknya ke mukanya. "Bersih-bersih ah..." langkahnya ringan menuju kamar mandi.

Aku sudah sebulan bersama Karen. Jumat malam ini kami mengeluarkan seluruh hasrat kami gila-gilaan. Kamarnya jadi seperti tempat bertarung bagi kami. Wajar, karena Sabtu malam Karen akan pergi ke Bandung. Hari minggu dia akan seharian disana, mungkin sampai senin atau selasa. Sejak dia dikontrak oleh produk kecantikan tersebut, dia harus menghadiri acara-acara promonya sebagai brand ambassador. Terkait juga dengan film layar lebar yang ia bintangi, karena film tersebut di sponsori oleh produk tersebut. Tiga bintang utama perempuannya dikontrak semua-muanya.

"Jangan nakal pas gue pergi" Katanya setelah dia kembali dari kamar mandi. Dan dia mencium pipiku lembut.

Aku jadi lebih sering tidur disini daripada di apartemenku sendiri. Malam-malamku dihabiskan dengan Karen. Dia bilang, tidak terasa seperti rumah jika aku tidak ada disana. Aku selama ini tidak berkeberatan, walau seks yang kami lakukan pada malam hari membuatku agak mengantuk. Tapi selama pekerjaanku tidak terganggu, tidak masalah. Aku cukup senang bersamanya. Mungkin karena di depan umum kami tidak begitu leluasa memperlihatkan kemesraan, maka kami balas dendam di ruangan tertutup.

"Sayang, ntar ikut kan?" bisiknya manja, memelukku masih tanpa pakaian.
"Ke premier?"
"Iya... ikut kan, masih bulan depan sih"
"Ikut"
"Pake jas yaa... Ntar gue pake dress kok, emang temanya kayak gitu-gitu"
"Iya tau kok..."
"Sayang banget sama elo... Gak pengen pisah rasanya" Dan kami pun meringkuk lagi di dalam kasur.

----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------

eco-dr10.jpg

Setelah melihat Karen pergi dijemput oleh Janice, maka aku pun menyetir kembali ke apartemenku. Rendy pasti sudah kangen padaku. Jarang dia melihatku sekarang. Paling seminggu aku hanya tidur dua kali di apartemenku sendiri. Karen tampak selalu mendamba kehadiranku. Dia tampak nyaman bersamaku dan tampak tak ingin lepas. Bila sedang bersamaku, dia bertingkah seperti anak anjing di hadapan ibunya.Selalu mencari perhatian dan selalu ingin diperhatikan. Lucu. Dia memang tampak cool di luar, dan image anggun yang ditunjukkannya ke masyarakat umum berhasil menipu mereka.

----------------------------------------

kamar-10.jpg

Aku membuka pintu dan menemukan Anggia sedang bermuka kusut. Kebaya berwarna gelap yang ia kenakan tampak indah membalut tubuhnya yang putih.

"Rendy jahat"
"Kemana dia"
"Gue ditinggal. Katanya ada kerjaan lah apa lah. Bilang aja gak mau dengerin gue ngeluh" kesalnya

"Ada apaan?" Aku yang lemas karena seluruh kegiatan yang kulakukan bersama dengan Karen lalu melempar diriku ke sofa dan membakar rokok.

"Pernikahan terburuk yang pernah gue datengin" Muka Anggia merah.
"Cerita Nggi... Gue dengerin"
"Adrian itu..." "Aduh" Anggia masih dalam kebayanya berjalan ke arah kulkas, mengambil sekaleng bir.

"Dia sama sekali gak magerin perasaan gue disana. Sama sekali gak ngelindungin gue. Gue bengong sendiri. Orang-orang tuanya nyuekin gue. Cuma Nica yang bisa gue ajak ngobrol"
"Aduh..."
"Terutama orang tuanya Adrian"
"Kan sibuk anaknya yang nikah..."
"Not even a single word... Dan Adrian pun cuek. Katanya, yaudah kamu makan dulu aja sana, ntar aku susul"
"Nyusul kan?"
"Nyusul. Tapi telat. Mood gue udah amburadul. Untung aja gue gak nangis disana tadi"
"Lo lebih keliatan marah sih sekarang daripada pengen nangis"
"Dan udah. Abis beres gue dianter ke rumah. Gue bete abis. Langsung aja gue nyetir kesini"
"Lo ga mau mikir ulang soal hubungan lo ama dia Nggi?"

"Dia baik ama gue! Tapi dia gak bisa jagain perasaan gue kalo ada kejadian kayak tadi!" Muka Anggia memerah.
Aku merasa tak nyaman.

"Udah... lo tenang dulu... Mau makan malem? Bawa baju ganti?"
"Iya dan Enggak" jawabnya sedih.

"Coba dia ada setengah-setengahnya elu..." Muka Anggia terlihat sangat sedih.
"Udah.... Makan dulu, gue pesenin, mau apa?" Aku bangkit dan menepuk bahunya. Dia menangkap tanganku.
"Gue masih pengen ama Adrian...."
"Iya Nggi"
"Tapi gue gak suka keadaan kayak gini..."
"Lo mesti bener-bener nanya dia deh, apa dia bener pengen bareng ama elo terus"
"......" Anggia terkulai, membenamkan dirinya di sofa.

----------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd