CHAPTER 50: MONO’S ANGEL
“Selamat pagi, Bu, permisi.”
Melody menoleh ke arah pintu ruangannya. Kartika, pegawai Personalia, divisi Veranda, berdiri menunggu untuk diizinkan masuk.
“Ya, silahkan. Ada apa?”
Kartika melangkah pelan. Setelah saling lempar di divisi Personalia dan General Affair, akhirnya Kartika yang terkenal berani dan ceplas-ceplos menjadi korban untuk disuruh menanyakan kejelasan status Veranda. Mereka tidak yakin ketika diberitahu bahwa Veranda mengambil cuti dalam waktu yang tidak ditentukan. Veranda belum setahun menjadi pegawai Valkyrie Management. Tentu dia belum mendapatkan hak cuti walaupun setahu mereka Veranda adalah ‘pegawai istimewa’ seperti Melody dan kepala divisi yang lain.
“Maaf, Bu. Saya diminta teman-teman Persa dan GA untuk bertanya, mbak Veranda cutinya sampai kapan ya Bu? Soalnya begini Bu, ada beberapa data yang cuma ada di mbak Veranda. Dan juga user untuk beberapa pengadaan instrumen kan mbak Veranda. Jadi kami-“
“Kalau data yang di PC Veranda, kamu bisa minta sekarang ke Tim IT untuk buka password. Sekarang saya keluarkan surat izinnya. Untuk user pengadaan, kan bisa diwakilkan dengan yang lain, yang penting satu divisi.”
“Betul Bu, tapi-“
“Ga ada tapi-tapian. Kalo ga ada lagi yang penting dan perlu dibicarakan, kamu sudah bisa keluar sekarang. Saya sedang banyak kerjaan.”
Kartika tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mencoba berargumen dengan Melody yang saat ini tempramental bukan keputusan yang bijak. Dia pun berbalik untuk keluar. Saat sudah sampai di pintu Melody kembali memanggil,
“Eh Tika kamu lewat meja Saktia kan? Kalo ada orangnya tolong bilangin supaya ke ruangan saya. Kalo ga ada telpon dia. Makasih ya.”
“Baik, Bu.”
***
Veranda menyeruak dari bawah meja saat gagang pintu kamar Nabilah mulai berputar. Apa yang harus kulakukan? Kalau Saktia tidak mendapati siapa di kamar Nabilah, bukan tidak mungkin dia melaporkan hal ini ke sekuriti dan bahkan Melody. Veranda panik dan mulai melihat sekeliling.
Veranda tersadar pada benda di depannya, yang tadi dibawanya masuk ke kamar Nabilah. Vacuum cleaner. Sesaat pikirannya berputar. Dengan cepat dia menarik kabel vacuum cleaner, mencolok stekernya ke soket listrik dan menekan tombol
Power.
Ngiiiiiingg. Bunyi bising vacuum cleaner mulai memenuhi kamar Nabilah. Veranda terduduk, menunggu apa reaksi Saktia yang berada di depan pintu kamar Nabilah. Sesaat putaran gagang pintu terhenti, diikuti suara dering ponsel Saktia.
“Iya, iya, saya kesitu. Hah apa lagi sih ini? Ini juga cleaning service bukannya langsung keluar!” Dari bisingnya vacuum cleaner, Veranda masih dapat mendengar ocehan Saktia. Dia pun mendengar langkah Saktia menjauh.
Tring! Pintu lift tertutup, dan turun kembali ke lantai kantor.
Veranda masih terduduk di posisinya. Kalau begini terus aku bisa mati berdiri. Tiga jam setelah kembali ke Valkyrie, jantungnya hampir copot dua kali.
***
“Ada apa, kak Mel?”
“Nah. Sini aku mau ngomong sama kamu. Tutup pintunya.”
Saktia pun menutup pintu ruangan Melody. Setelah memastikan tidak ada orang yang memperhatikan mereka lewat dinding kaca, Melody memajukan badannya mendekati meja kerja,
“Begini. Jadi Bos Titan sekarang kan nyuruh polisi untuk mencari Veranda. Dan dari hasil penyelidikan mereka, Veranda terakhir dilihat di daerah Belantani. Aku minta tolong kamu sekarang, untuk caritahu kira-kira kemana perginya anak kampung itu.”
“Hah? Saya sendiri, Kak Mel?”
Melody memelankan suaranya, “Aku sengaja ga ngasitau ini ke yang lain, karena cuma kamu yang bisa aku andalkan sekarang. Kalo Bos Titan punya rencana, aku juga punya caraku sendiri. Driver dan mobil udah siap di bawah.”
Mau tak mau Saktia menyanggupinya. Toh ini juga sejalan dengan rencana Bos Shania, pikirnya.
“Oke kalo gitu, kak Mel. Sekarang aku berangkat. Oh iya kak, kenapa mata kak Mel kayak sembab? Kak Mel… abis nangis?”
“Udah kamu cepetan sekarang berangkat. Kita lagi ngejar waktu.”
“Baik, Kak.”
***
“Lho, John, elo yang disuruh nganter gue?”
“Iya, Mbak Saktia. Saya disuruh standby.”
“Hahaha bagus dong kalo gitu. Oke kalo gitu kita berangkat.” Rencana berubah. Kalau mata-matanya yang mengantar, haluan berubah menjadi ke rumah Bos, Shania.
“Ke Belantani kan, Mbak?”
Saktia tidak menjawab. Dia berpikir sejenak. Pak John masih tergolong baru menjadi agennya di Valkyrie. Dan Shania selalu berpesan, untuk mengantar Saktia ke rumahnya harus memakai Gino yang sudah lama mengabdi ke Shania. Namun dengan kondisi sekarang ini dan Gino yang kebetulan sedang tidak shift kerja, membuatnya terpaksa memakai Pak John.
“Iya, Pak. Belantani.”
Sambil mobil bergerak keluar dari Valkyrie, Saktia mulai mengetik pesan singkat ke Gino.
[SAKTIA] Jemput sekarang di Belantani, saya mau ke tempat Bos.
***
“Hmmm.. Untuk TIK lumayan. Untuk Sejarah.. hah kok jurusan IPA ada sejarah? Nyambung emang? Matematika… Heh Beby, apa-apaan ini nilai Matematika kamu dapet 6 gini? Kamu ga belajar ya? He-“
Om Minmon yang sedaritadi mengoceh sendiri baru menyadari bahwa tiga dara di depannya, Beby, Yoriko dan Sevira, cekikikan sambil berbisik-bisik, seakan sedang membicarakannya. Om Minmon mengernyitkan dahinya.
“Kalian lagi ngomongin apa kok bisik-bisik gitu? Heh Beby kok Matematika kamu cuma dapet 6? Kamu bolos ya? Heh Iko Vira kok Beby dapet nilai jelek sementara kalian bisa dapet 8?” Omelan Om Minmon menyerocos keluar. Sementara tiga siswi yang baru menerima rapor ini tampak tidak terlalu peduli dengan omelan Om Minmon. Malah mereka meneruskan cekikikan mereka.
“Ya aku kan udah bilang aku ga suka matematika, Om.”
“Iya, Om, kalo Beby ga suka matematika mau gimana lagi.”
“Betul, Om. Lagian nilai-nilai kami yang lain bagus-bagus kan? Gapapa doong, Om…”
Om Minmon menghela nafas panjang. Dia tak menyangka, setelah menahbiskan mereka menjadi tiga agen remajanya, Yoriko Beby dan Sevira menjadi bersikap enteng kepadanya. Beberapa kali mereka tanpa sungkan meminta ikut menginap di hotel tempat Om Minmon tinggal sementara karena kondisi kantor yang sedang tidak kondusif. Tak jarang pula mereka tiba-tiba memeluk atau menarik tangan Om Minmon untuk ikut mereka jalan-jalan. Dan kini, mereka tidak menunjukkan rasa sesal saat dimarahi soal nilai rapor yang jelek. Dasar milenial, batin Om Minmon sedikit kesal.
“Trus tadi ngapain bisik-bisik gitu? Becandain Om?”
Mereka bertiga saling berpandangan, kemudian tawa mereka pecah.
“Hahahaha. Kok Om tau sih?”
“Haha! Kedengeran ya Om? Maaf ya Om hahaha.”
“Heh kalian ngomongin apa?!” Om Minmon mengabaikan tawa mereka.
Mereka kembali saling berpandangan. Saling menyuruh untuk menjawab pertanyaan Om Minmon. Akhirnya Beby memberanikan diri menjawab.
“Om Minmon, kami tuh…” Dia berhenti, menoleh kembali ke kedua temannya. “penasaran, gimana sih bentuknya penis orang dewasa.” Yoriko dan Sevira cekikikan malu-malu.
“Astaga kalian ini kesambet apa sih sampe mikir ke situ!”
“Ya Om Minmon kan bilang, kami tuh harus lebih dewasa, harus lebih paham soal hubungan dewasa supaya kami ga gampang dibego-begoin. Nah kami sekarang minta diajari dong.”
“Iya betul. Ini kan untuk memperluas pemahaman kami.”
Om Minmon memejamkan matanya. Argumen lagi. Dalam waktu beberapa hari saja dia sudah melewati banyak argumen dengan tiga cewek remaja ini. Dan hasilnya kebanyakan sama. Mereka menang. Karena bertiga. Dan memaksa. Memaksa Om Minmon ikut jalan-jalan dengan mereka. Memaksa Om Minmon memakan masakan yang mereka bawa padahal dia baru saja makan malam. Memaksa ikut menginap di kamar Om Minmon dengan meminta extra bed. Dan lainnya.
Namun setelah Om Minmon pikir kembali, dia mendapati semua argumen itu berujung di satu hal: mereka meminta Om Minmon untuk selalu bersama mereka. Seingat Om Minmon sejauh ini Yoriko Beby dan Sevira sekalipun tidak pernah minta dibelikan ini itu. Atau meminta uang seperti yang dilihatnya pada kebanyakan ‘peliharaan om-om’.
Om Minmon tiba-tiba teringat dengan sepatunya yang di bawah tempat tidur. Sepatu coklat yang tidak sesuai dengan selera dan stylenya. Namun tetap dipakainya tiap bertemu dengan mereka. Karena sepatu itu adalah hadiah dari mereka. Justru Yoriko Beby dan Sevira yang memberinya sesuatu, selain kesetiaan mereka.
Tapi untuk yang satu ini. Oh come on, masa aku mesti pampangin penisku di hadapan mereka. Gimana cara keluar dari situasi kayak begini?
“Om balik kantor dulu kalo gitu. Om ada kerjaan tad-“
“Om. Ngga. Ngga ada kerjaan. Tadi Om udah bilang gitu. Jangan bohong deh. Masa ayah bohong sama anak-anaknya.” Yoriko melipat tangan. Bertiga mereka kompak menatap wajah salah tingkah Om Minmon.
Om Minmon akhirnya menyerah, “Ya ya ya terserah kalian. Kalian buka lah gesper ini dasar milenial kurang kerjaan!”
Wajah tanpa ekspresi mereka langsung berubah menjadi sumringah sambil dengan cepat mendekati Om Minmon. Yoriko, Beby dan Sevira sebenarnya tidak peduli seperti apa penis orang dewasa. Toh mereka tidak mungkin belum tahu bagaimana bentuk penis. Mereka hanya ingin Om Minmon tidak langsung pulang setelah selesai memeriksa rapor mereka. Tapi Yoriko Beby dan Sevira tidak sadar apa yang akan mereka hadapi.
“Cepetan, Ko.”
“Bentar ini susah amat deh buka gespernya Om Minmon.”
“Mamam! Makanya jangan kurang ajar sama orangtua.”
“Ih Om kok gitu sih.”
“Nah udah Beb.”
Setelah melepas ikat pinggang, mereka melepas kancing celana longgar Om Minmon.
“Om angkat pantatnya dikit deh hihihi.”
“Hihihi parah lo, Vir.”
“Ya kan ga bisa ditarik kalo ga diangkat hihihi apaan sih gue.”
Setelah menarik celana Om Minmon, Yoriko, Beby dan Sevira terperanjat dengan apa yang mereka lihat: penis gagah Om Minmon yang setengah tegang. Urat-urat besar kecil menghiasi sepanjang batang penisnya yang kokoh, ditambah kepala penis yang berwarna merah gelap mengkilap. Penis berukuran jauh lebih besar dari yang bisa dibayangkan tiga remaja bau kencur ini. Om Minmon tersenyum melihat ekspresi mereka. Makan nih! Makanya jangan sok pengen tahu! Om Minmon menyeringai.
“Gila gede banget, Beb…”
“Matek gak lu kalo dientot kontol Om Minmon.”
“Nyesel gue kemaren bilang jual keperawanan ke Om Minmon. Bisa mati gue…”
“Nah udah kan? Yaudah-“
“Lho tunggu dulu dong, Om. Kami kan belom pegang.”
“Heh kita ga ada bicarain pegang-pegang ya tadi!”
“Ah Om Minmon bawel banget sih. Masa ga mau yang enak-enak.” Yoriko meraih batang penis Om Minmon dan mulai mengocok pelan.
“Eh pegang deh Beb, Vir, seru nih hahaha!”
Om Minmon tahu kalau sudah begini, keinginan mereka tidak akan bisa ditolak. Reputasi Om Minmon dalam menaklukkan dan mengendalikan wanita, hancur di hadapan tiga siswi SMA ini. Maka Om Minmon pun mengubah sikapnya. Dia mengikuti permainan Yoriko, Beby dan Sevira.
“Oh kalian mau ngasi yang enak-enak? Coba bisa ga bikin penis Om ngecrot. Ngemeng doang lu bertiga. Kalo nakal jangan nanggung!”
Dibilang seperti itu membuat Yoriko, Beby dan Sevira tertantang. Sevira langsung berdiri sambil hendak membuka celananya.
Om Minmon tersentak, “Heh ngapain lo?!”
“Kan Om bilang mau dibikin ngecrot.”
“Nah trus?!”
“Ya pake meki lah.”
“Heh tolol! Ntar lu jadi ga perawan dong gimana sih! Emang gue bilang mau merawanin lu?! Vir lu mikir ga sih aduh!!”
“Ya manatau kan Om…”
Om Minmon menepuk dahinya. Segampang itu Sevira mau memberikan keperawanannya. Sementara Om Minmon sudah berkali-kali menasehati mereka untuk menjaga keperawanan.
“Ya kan udah kami bilang Om, kalo sama Om gapapa…” Yoriko menimpali.
“Gapapa kepalamu! Om bukan suamimu! Keperawananmu itu untuk suamimu, udah berapa kali Om bilang!”
Yoriko menggerutu pelan, “Enak amat suami gue dapet perawannya gue…”
Ternyata seperti ini cara menghadapi mereka. Mereka yang tidak sungkan lagi ke Om Minmon, harus dibalas dengan rasa tidak sungkan juga. Kini Om Minmon tidak lagi bersikap sebagai ayah kepada mereka, namun menempatkan diri sebagai teman seumuran mereka. Yang berkata dan bersikap seperti generasi milenial. Dan ternyata Yoriko, Beby dan Sevira menerima saja.
“Yaudah gimana nih caranya Om?”
“Nih,” Om Minmon mendekatkan jarinya ke kepala Beby dan mengetuk dahinya, “pakai otakmu.”
“Dibikin ngecrot tapi ga pake meki… Gimana nih Ko? Kan lu yang minta tadi.”
“Yaudah kita kocokin aja Beb.”
Maka mulailah mereka mengocok pelan penis Om Minmon. Rasa geli mulai menjalar di sepanjang penis Om Minmon. Tapi tentu tidak senikmat ketika dia menggenjot selangkangan. Om Minmon pun mengejek mereka.
“Sok mau nakal kok begini doang. Sampe besok juga ga akan keluar kalo gini nih pfftt.”
Beby memandang kesal. Bibirnya manyun. Kayaknya tadi kami deh yang candain Om Minmon, kok jadi kami yang dimainin gini sih, pikirnya.
“Oke aku isepin!” Sevira meraih penis Om Minmon dan mulai memasukkan kepala penis ke mulutnya. Sevira terpaksa membuka lebar mulutnya.
“Eh iya bener juga. Yaudah aku bantu deh.”
Tiba-tiba terlintas pikiran jahil Om Minmon. Dia berdehem.
“Ehem! Gini aja biar cepet: Kalo dalam waktu 10 menit ga keluar juga, kalian ga usah ketemu Om sebulan ini ya. Kalian bebas mau kemana aja. Kalo mau jalan-jalan ke mall ya terserah. Tapi Om ga mau ikut atau ketemu kalian. Sebulan ini. Kalo ada apa-apa dari chat aja.”
Yoriko, Beby dan Sevira kompak merengek. Mereka tidak mengira candaan mereka mengarah seperti ini.
“Lhooo ga bisa gitu dong, Om! Ga fair dong! Ntar kami curhat ke siapa?!”
“Ah Om udah mulai ga asik nih! Ini kan becanda Om yaelah.”
“Oh udah mulai maen ancam-ancam? Oh gitu ya Om sekarang…”
Tapi Om Minmon tidak lagi termakan permainan mereka. Dia tidak peduli apapun protes mereka. Dia kini memegang kendali. Om Minmon melihat arlojinya.
“Wah udah setengah menit berlalu nih wahh.”
Yoriko, Beby dan Sevira terdiam. Mereka bertatapan satu sama lain. Kali ini Om Minmon terlihat serius. Taruhannya sebulan tidak bertemu. Bisa stres kalau tidak bertemu dengan Om kesayangan mereka. Maka mau tak mau mereka mulai bergerak. Beby dan Sevira mulai menyedot sambil mengocok penis Om Minmon.
“Om?”
“Hmm.”
“Pake memek ya?” Yoriko mencoba lagi.
“Ngga.”
“Ngga lepas perawan kok.”
“Ngga.”
“Digesek-gesek aja boleh ya?”
“Satu menit!”
“Om ga asik ah!”
“Ko! Daripada lu ga jelas gitu mending bantu sini!” Beby melepas sepongannya. Sementara Sevira sibuk menjilati sambil mengocok batang penis Om Minmon.
“Yaudah bagian gue yang ini nih,” Yoriko menunjuk buah zakar Om Minmon.
“Nah yang kamu tunjuk itu namanya buah zakar, atau kata orang peler.” Sambil memejamkan mata Om Minmon menjelaskan kepada mereka.
“Nah lumayan nih usahanya. Tapi belum maksimal hehehe. Segini doang ternyata.”
Beby kembali melepas sedotannya, “Om udah deh! Ini kami juga usaha kok!”
Om Minmon terkekeh, “Selamat berjuang.” Namun memang Om Minmon mulai menikmati pelayanan mereka. Dia benar-benar merasakan kesegaran mulut dan lidah tiga anak perawan di selangkangannya. Dari kepala penis sampai buah zakar hampir dilumat trio siswi ini. Sesekali dia merasakan ngilu kala kepala penisnya terkena gigi Beby atau Sevira. Namun rasa geli nan nikmat menutup ngilu itu. Tak sadar Om Minmon mulai mendesah.
“Ah.. Wah.. Enak…”
Ruangan yang tadi agak gaduh, sekarang jadi senyap. Tiga gadis fokus merangsang penis seorang pria bangkotan yang buncit. Matahari siang kini akan mencapai puncaknya. Pendar cahayanya kini terik menyinari Jakarta.
Om Minmon sebenarnya khawatir mereka akan meminta lebih atau setidaknya seperti ini lagi ke depannya. Namun menghadapi generasi muda ini tidak lagi sama seperti menaklukkan wanita-wanita yang sebelumnya dia lakukan. Butuh pendekatan berbeda. Kini Om Minmon sudah paham caranya. Dia sudah tahu cara mengendalikan tiga agennya ini agar lebih patuh.
“Beb itu cuma mentok sampe situ aja ya?” ejek Om Minmon. Namun Beby tidak menjawab. Dia memilih untuk tetap menyedot kepala penis Om-nya. Mulutnya sebenarnya sudah agak nyeri tapi Beby tidak mau menyerah.
“Heh, Beb gantian dong. Sini lu ngisep peler aja.” Yoriko melepas isapannya di buah zakar Om Minmon.
Beby pun melepas sepongannya dan berganti posisi dengan Yoriko. Yoriko tanpa ancang-ancang langsung menekan bibir dan mulutnya, menelan batang penis Om Minmon sepanjang yang dia bisa. Sejenak Yoriko merasa tersedak dan akan muntah namun dia menahan. Sesekali dia mencoba memainkan lidahnya. Namun tidak bisa bergerak banyak karena mulutnya dipenuhi batang penis.
“Wah bagus Ko. Enak! Gini dong Beb hahaha!” Beby hanya bisa melotot kesal sambil bibirnya menyedot buah zakar Om Minmon.
Sementara Sevira tiba-tiba terpikir sesuatu. Dia pun menghentikan jilatannya dan mulai melepas kancing baju.
“Heh heh mau ngapain?!”
Sevira tidak menjawab. Dia membuka seragam SMA nya. Tak lupa juga melepas branya sehingga kini tampak buah dadanya yang segar dan berputing merah muda. Sevira mendekatkan dadanya ke wajah Om Minmon sambil tersenyum. Om Minmon mengernyit tidak paham.
“Jilat dong, Om.”
“Lho kok gini-“
“Tadi peraturannya yang penting tetap perawan aja kan? Ga bilang ga boleh pake susu kan?” Sevira tersenyum licik.
“Ya tapi kan-“
“Kalo Om ga mau jilat berarti Om melanggar peraturan yang Om bikin. Artinya kami menang. Ini kan usaha kami untuk bikin Om terangsang.”
Om Minmon kalah. Namun dia tersenyum, bahkan bertepuk tangan. Argumen yang bagus.
“Gila gila! Ga sia-sia aku jadiin kalian agen terpilih. Ini yang namanya pakai otak hahaha! Nice Vir! Really nice!”
“Heh enak di elu dong Vir!” Beby berseru.
“Diem deh! Lu pengen ga ketemu Om Minmon sebulan? Gue sih ngga.”
“Yaudah ntar gantian.”
“Ngga! Lu cari cara lain aja.” Cara lain? Satu ide lagi terbersit. Beby langsung beranjak berdiri dan membuka kemeja Om Minmon. Dengan penuh nafsu dia mulai menjilati satu puting Om Minmon, sambil jarinya mulai mengelus-elus puting lainnya.
Om Minmon semakin terhenyak. Dirinya tenggelam dalam kenikmatan yang diberikan tiga gadis yang belajar menjadi peliharaan. Tiga gadis yang kini siap untuk memuaskan Om-nya, walaupun tidak diperbolehkan memakai kelamin mereka. Namun mereka yakin hanyalah masalah waktu sampai nantinya Om Minmon mau menikmati perawan mereka. Yang Beby, Yoriko dan Sevira tidak tahu, prinsip Om Minmon tidak akan bisa diruntuhkan bahkan oleh tiga vagina segar mereka.
Yoriko tidak protes sedikitpun ketika ditinggal menyepong penis Om Minmon sendirian. Justru kini penis Om Minmon dalam kuasanya. Dengan membabi buta dia mulai mengocok penis Om Minmon menggunakan mulutnya. Dengan cepat dia mengeluar-masukkan kepala penis yang merah gelap. Sesekali pipinya mengempot, menyedot kencang hingga Om Minmon merasa agak ngilu. Dengan stabil dan berirama tangannya ikut mengocok bagian pangkal penis.
Kini Beby, Yoriko dan Sevira kesetanan dan penuh nafsu merangsang Om Minmon. Beby dan Yoriko kini ikut membuka seragamnya. Tiga gadis bertelanjang dada yang bisa dipilih Om Minmon untuk dinikmati putingnya. Tidak berukuran besar memang, namun terlalu nikmat untuk dilewatkan.
Om Minmon pun bergerilya. Saat mulutnya menyedot puting susu Sevira, tangannya kini perlahan memelintir puting Beby yang berhenti menjilat dada Om Minmon. Bulu halus Beby merinding. Tubuhnya kini meminta pertanggungjawaban. Menuntut kenikmatan dari Om Minmon. Mulutnya mendesah. Tangannya mencengkram lengan Om Minmon, meminta agar diberi lebih.
Sementara Sevira sudah sejak tadi terangsang hebat. Saat lidah dan mulut Om Minmon tidak berhenti menjilat puting susunya, jarinya sudah asyik menggesek klitorisnya dari balik rok yang disingkap. Rasa geli mulai terbit dari dalam vaginanya. Kini Sevira mengerti kenapa tokoh wanita dalam film porno yang ditontonnya terlihat keenakan. Diisep puting begini saja udah nikmat apalagi dientot kayak di film itu, batinnya.
Tak terasa arloji Om Minmon sudah mendetakkan 540 detik. Satu menit lagi, dan kini Om Minmon merasakan puncak kenikmatannya terlihat. Dia kagum dengan perjuangan tiga agen remajanya ini. Ketika dia merasakan air maninya mulai merambat pelan di pangkal batang penis, dia melepas segala rangsangannya pada Beby dan Sevira. Beby dan Sevira membuka mata ketika menyadari tidak ada gerayangan di tubuh mereka.
“Ehem!” Yoriko pun melepas sedotannya. Sambil memandang Beby, Yoriko dan Sevira yang bingung, Om Minmon akhirnya bersuara, “Oke! Kalian menang!”
Tidak ada ekspresi girang. Tidak ada lompatan kemenangan. Yang ada hanya ekspresi bingung. Dan wajah kesal karena rasa nikmat di tubuh mereka hilang.
“Lah kan belom ngecrot, Om.”
“Iya Om yuk lanjutin lagi dong Om.”
Om Minmon menjelaskan, “Justru ini mau keluar, tapi kalian mesti berlutut. Ayo cepat.”
Ketiga dara itu pun menurut. Mereka berbaris dan mengambil posisi berlutut.
“Oke, Beby, Yoriko dan Sevira, dari film bokep yang kalian tonton, endingnya gimana?”
“H-hah, ka-kami ngga ad-“
“Ah elah ga usah bohong. Makanya jangan simpen film bokep di hape! Om beliin hape bukan untuk nyimpen bokep!”
Beby, Yoriko dan Sevira salah tingkah. Mereka ketahuan. Ide Yoriko menyimpan film porno hanya untuk seru-seruan justru menjadi blunder.
“Nah itu urusan nanti. Sekarang, Om tanya lagi,” Om Minmon mulai mengocok penisnya, “endingnya gimana?”
“Cowoknya ngecrot, Om.”
“Dicrotinnya dimana?”
“Di… wajah ceweknya?”
“Nah. Kalo gitu,” Om Minmon mengarahkan kepala penisnya ke wajah tiga pemuas nafsunya hari itu, “kalian harus ngerasain kayak gitu.”
Bukannya takut, mereka malah tersenyum lebar. Beby, Yoriko dan Sevira cekikikan sambil menatap kepala penis Om Minmon.
“Hihihi berasa jadi pemain bokep gue.”
“Hihihi kalah tuh semua cewek di film bokep, penisnya ga ada yang segede ini.”
“Hahaha ada-ada aja lu Vir.”
“Nih terima!”
Beby, Yoriko dan Sevira mendekatkan wajahnya ke penis Om Minmon. Dan yang mereka inginkan terjadi. Semprotan air mani Om Minmon mulai menyembur deras ke wajah mereka. Cairan putih kental memenuhi wajah, rambut dan menetes-netes di dada mereka. Beby, Yoriko dan Sevira hanya bisa menutup mata mereka sambil tertawa.
“Hihihi gila banyak amat, Om.”
“Haha gue yakin nih ga ada kontol yang bisa ngecrot sebanyak Om Minmon. Ukurannya aja gede banget.”
Setelah memastikan tidak ada lagi tersisa, Om Minmon duduk di pinggir kasur. Jujur dia senang. Tidak disangka niat awalnya yang hanya ingin memeriksa nilai rapor ketiga peliharaannya, malah diberi ‘hadiah’ yang tak terlupakan. Om Minmon puas memandangi tiga wajah gadis yang belepotan dipenuhi spermanya.
Beby, Yoriko dan Sevira belum beranjak dari posisinya. Mereka mengusap pelan lelehan sperma di sekitar mata. Setelah dapat membuka mata, sambil mengendus sperma di jarinya Yoriko bertanya,
“Om ini bisa ditelan ga sih?”
“Yang kamu liat di film bokep gimana?”
“Ng-ngga ditelan sih.”
“Ya bisa aja sih sebenarnya.”
“Tapi?”
“Ga ada tapi. Itu kan terserah kalian.”
“Oh gitu.” Beby dengan enteng menjilati lelehan sperma di jarinya.
“Eh serius lu Beb?” Sevira mendelik kaget.
“Asin. Gurih. Enak juga, Vir hahaha.”
“Hahaha gila lu.”
“Cobain deh.”
“Ngga deh. Geli gue.”
“Kayak kata Om Minmon,” Yoriko tersenyum licik, “kalo nakal jangan nanggung!”
Yoriko menjejalkan dan memaksa masuk sperma Om Minmon ke dalam mulut Sevira.
“Aaaah gila ah ga mau gueee!”
“Rasain mampus!”
“Enak nih! Gue aja udah ludes hahaha!”
“Lu kan emang gila, Beb! Udah ah Ko! Jangan gini maennya ah ga asik ah Ko!”
“Hahaha!”
Melihat tiga gadis begitu enteng memainkan spermanya, Om Minmon berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Tak lama Beby, Yoriko dan Sevira pun masuk kamar mandi juga untuk ikut membersihkan penis Om Minmon.
***
Om Minmon menatap Beby, Yoriko dan Sevira dengan wajah serius.
“Oke, yang kalian minta udah Om kasih. Sekarang kita sepakati satu hal,” Beby, Yoriko dan Sevira diam mendengarkan.
“Saat kalian maksa Om ikut kalian jalan-jalan, makan masakan kalian, maksa beliin Om sesuatu, oke Om masih terima.”
Om Minmon diam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, “Tapi kalo kalian nuntut apa-apa yang berkaitan dengan seks kayak tadi, Om ga segan-segan ninggalin kalian, ga mau nemuin kalian lagi. Kontrak kita putus disitu. Itu bukan cara kita. Itu bukan yang Om cari dari kalian. Paham?”
“Paham, Om.” Mereka serempak menjawab.
“Tapi kalo kami… sange, gimana, Om?” Sevira menambahkan.
“Kamu sangenya ke siapa emang?”
“Ke Om Minmon.”
“Iya aku juga, Om.”
“Sama aku juga, Om.”
“Sange kok sama om-om bangkotan. Bego lu pada. Yaudah kalo lu sange, lu tidur, atau olahraga, atau nonton Youtube. Atau apa lah yang bisa ngalihin pikiranmu. Oke paham ya?”
“Iya, Bosku.”
“Oke, Om anggap yang ini udah beres. Berikutnya,” Om Minmon mengambil dompet dari tas kecilnya dan mengeluarkan kartu putih. Kartu nama Om Minmon dengan logo Valkyrie tersembul samar di belakangnya. Om Minmon kemudian mengambil pulpen dan menulis sesuatu di bagian belakang kartu. Setelah selesai menulis, dia menyodorkan kartu itu ke depan mereka.
“Kartu ini kalian simpan baik-baik. Suatu saat,” Om Minmon tersenyum penuh arti, “kalian akan menjalani misi pertama, dengan kartu ini.”
Mata ketiga agen Om Minmon berbinar-binar. Agen dan misi yang dijelaskan Om Minmon saat mereka ditetapkan sebagai peliharaannya bukan hal yang abstrak. Mereka siap menghadapi misi pertama!
***