CHAPTER 45: AWAL MISI
“HEY! HEY! Itu tim Make Up Artist ngapain masuk dari pintu loading!”
Pak Dirman setengah berlari mendekati tim Make Up yang sudah melewati pintu besar yang biasa dipakai untuk keluar masuk barang. Mendengar teriakan itu, Bianca selaku koordinator tim Make Up menyuruh timnya naik duluan ke lantai Talent dan berjalan mendekati Pak Dirman.
“Heh Saipul! Lu kagak liat apa itu mobil-mobil pada ga gerak di basement. Mau jalan aja susah! Lo ngapain disini masih diem-diem? Koordinator mobil kok begindang hih!”
Pak Dirman melongo. Hah? Sejak kapan mobil-mobil ga teratur? Pak Dirman selalu telaten dan ketat dalam mengelola operasional kendaraan di Valkyrie Management. Dengan tergopoh-gopoh Pak Dirman menyusuri jalan menurun menuju basement.
“Makanya noh! Jangan tidur cantik aja kerjanya!”
Sesampainya di basement Pak Dirman langsung berseru ke Pak John, “Heh tadi kok mobil bisa ga gerak? Emang ada apa?”
Pak John justru bingung dengan pertanyaan Pak Dirman, “Hah maksudnya gimana Pak?”
“Kata Bian tadi mobil-mobil ga bisa keluar dari basement.”
“Hah ga bisa keluar gimana Pak? Dari tadi mobil-mobil cuma dipanasi doang Pak.”
Pak Dirman tersadar. Sambil menggaruk kesal pelipisnya Pak Dirman misuh-misuh, “Dasar bencong sialan! Demen banget ngerjain gue asu!”
Sementara Bianca sudah menyusul Tim Make Up Artist yang hari ini bertambah satu.
***
Nabilah baru saja keluar dari lift ketika tiba-tiba dari arah kanan tubuhnya ditabrak keras. Nabilah jatuh terjembab bersamaan dengan orang yang menabraknya. Tasnya jatuh dan menghamburkan isinya. Pulpen, catatan, ponsel, lock card kamar dan beberapa barang lainnya tercerai-berai dari tas.
“Aduuuhh, Mbakk eike minta maap! Aduh aduh mateng deh eike! Aduh Mbak Jaenab ngga apa-apa? Aduh maap ya Bianca ga liat soalnya ini high heels baru jadi belom terbiasa. Aduh maap maap Mbak.” Bianca memapah Nabilah yang dengan sedikit kesal membetulkan rok dan pakaiannya. Dua orang yang keluar lift ikut membantu mengumpulkan barang-barang Nabilah yang berhamburan.
“Aduh Bian kamu hati-hati dong! Sakit tau! Mana barang aku berserakan gini huh.”
“Iya maaf Mbak. Ga sengaja saya nya mah.”
“Yaudah lain kali hati-hati deh!” Ujar Nabilah sambil berlalu.
***
Suasana ramai memenuhi lantai Talent, terutama di ruang rias. Barisan kostum dan pakaian tergantung rapi di rak besi panjang. Pintu lemari besar yang menyimpan aksesoris-aksesoris berulang kali dibuka-tutup. Para staff sibuk mengatur kostum apa saja yang akan dibawa pada acara-acara yang akan berlangsung baik On-air maupun Off-air. Suasana lebih ramai dari biasanya karena beberapa talent mempunyai kegiatan bersamaan pagi itu.
Sementara di deretan kursi rias, para Make Up Artist sibuk merias sembari mengobrol dengan para Talent. Terhitung ada solois Fran Dirga, band Belantara dan si gadis cilik Minato dua jam lagi akan tampil di acara masing-masing.
Bianca memperhatikan sekeliling. Semua tampak fokus dan sibuk dengan tugasnya. Tidak ada yang menyadari bahwa seseorang yang tadi masuk fitting room belum keluar sampai sekarang. Bianca perlahan mendekati fitting room dan mengetuk pelan pintunya. Segera pintu sedikit terbuka dan Bianca langsung merayap masuk. Tampaklah Veranda yang berdandan menor dan tubuhnya dibalut syal bulu layaknya para tim Make Up Artist lainnya. Penyamarannya sukses. Tidak ada yang menyadari kehadirannya. Veranda kini sudah berada di dalam gedung Valkyrie. Dadanya bergemuruh saat akhirnya dia kembali melewati pintu besar belakang gedung Valkyrie tadi.
“Mb- eh maap salah. Neng, kondisi aman. Aku udah pastiin kalo tadi satpam, pegawai dan yang lain ga ada yang merhatiin pas Tim Make Up masuk.”
“Oke, Bian. Bagus. Sekarang rencana kedua kita, kita ambil lock ca-“ Omongan Veranda terpotong kala Bianca memberikan kartu berwarna putih dengan logo Valkyrie di satu sisinya. Veranda bengong.
“Hah? Secepat ini?” tanya Veranda sembari meraih lock card kamar Nabilah.
“Selain tulus dan baik yang kayak Neng bilang, eike ini,” Bianca mengetuk pelipisnya, “juga cerdik.”
Mau tak mau Veranda tertawa pelan. Di saat seperti ini Bianca masih bisa bergurau.
“Nah, ini udah jam setengah 9. Para talent udah mau berangkat ke tempat masing-masing. Semua pegawai harusnya sekarang udah turun ke lantai kantor. Neng udah tau kan jalan ke tangga darurat? Tunggu aba-aba dari aku ya. Kalo aku udah pastiin aman, Neng udah tau kodenya.”
“Oke Bianca. Thanks a lot. Kalo gitu aku ganti baju dulu.”
“Siap, Neng.”
***
Sambil terus memompa tubuh Riskha dalam gendongannya, Bos Titan menggeram menahan rasa geli yang membaluri batang penisnya. Sedikit lagi. Sebentar lagi Bos Titan akan ejakulasi. Tubuh Riskha naik turun, mengocok penis Bos Titan dengan vaginanya. Tangannya memeluk erat batang leher Bos Titan. Desahan keluar dari mulut Riskha tiap penis Bos Titan menyesaki liang vaginanya.
“Ah.. Ah.. Boss.. Engh..Iyesh.. Iyesh..”
Akhirnya puncak itu mendekat. Segera Bos Titan menelentangkan Riskha di ranjang sembari mengangkat kaki Riskha ke dadanya. Clep clep clep. Bunyi liang vagina yang becek semakin membangkitkan libido Bos Titan. Namun Bos Titan tidak mau merusak tempo goyangannya. Dia menikmati rasa enak yang perlahan namun pasti semakin melonjak. Wajahnya memerah. Ototnya menggempal.
Sementara Riskha sudah mengetahui bahwa Bos-nya akan orgasme. Sedaritadi dia sudah merasakan Bos Titan mempercepat goyangannya. Yang Riskha sampai sekarang masih takjubkan adalah sensasi ketika penis Bos Titan merongrong liang selangkangannya. Penis yang dirasanya kenyal namun padat, berat dan kokoh. Riskha memang tidak pernah merasakan penis lain di vaginanya selain penis kedua Bos-nya, namun dia yakin tidak ada penis yang sekeras dan segahar punya kedua Bos-nya itu.
“Errggghh!!”
Bos Titan kalah dari nikmat yang menjalar di sepanjang batang penisnya. Dia tidak bisa meneruskan genjotannya kala muncratan cairan putih kental menyembur liang vagina Riskha. Bos Titan menggelinjang menahan rasa klimaks. Setelah ejakulasinya selesai dan rasa lelah mulai terasa, Bos Titan mendorong tubuh Riskha ke tengah ranjang dan jatuh menimpa tubuhnya itu.
“Hhah. Hah. Hah.” Nafas mereka sama-sama memburu.
Bos Titan kemudian melumat bibir Riskha, yang dilawan Riskha dengan pagutan ke bibir dan lidah Bos Titan. Setelah puas menikmati tubuh selirnya, Bos Titan menggendong Riskha untuk mandi bersama. Namun baru beberapa langkah, Bos Titan berhenti.
“Eh, kayaknya belakangan ini aku ga liat Veranda. Beberapa kali kalian ngumpul aku liat sekilas ga ada dia. Kemana Veranda?”
Tubuh Riskha mengejang. Mampus aku. Bagaimana ini. Riskha gelagapan menjawab pertanyaan Bos-nya, “Ng-eh. Ad-eh gimana ya Bos-aduh.”
Bos Titan langsung menangkap gelagat hal buruk dari Riskha. Segera dia menurunkan Riskha dari gendongannya dan kini melipat tangan di hadapan Riskha, menunggu jawabannya.
“Kenapa?”
Bos Titan tahu Riskha. Dia tidak akan pernah mau membohongi Bos-nya, sesakit apapun kenyataaan itu. Maka setelah diam beberapa saat, dengan kepala tunduk Riskha menjawab,
“Jadi begini, Bos…”
***
Ponsel Melody berdering. Melody yang sedang larut dalam dokumen pengadaan yang dibacanya, menoleh sekilas ke arah ponsel untuk melihat nama penelepon. Riskha.
“Halo, Kha?”
“Mb-mbak, maaf ganggu. B-bos Titan nyuruh kita ngumpul. Sekarang ya, Kak.” Melody mendengar suara Riskha yang pelan dan agak terbata-bata. Perasaannya langsung tidak enak.
“Oke.”
***
“Kamu kenapa ga bilang aku??”
“Ya ini jadi bagianku aja! Kamu udah ngurus banyak hal! Masa yang begini aja kamu juga yang urus??”
“ ‘Begini aja??’ Pegawai kepercayaanku dicurigai udah bocorin data perusahaan, sekarang ga tau rimbanya dimana dan kamu bilang ‘begini aja’?!”
“ ‘dicurigai’?! Dia benar-benar udah terbukti bocorin data master, Tan!”
“Ya tapi kamu harusnya ngasi tau aku!!”
Melody terdiam namun matanya tetap melotot Bos Titan. Rahang Bos Titan mengeras. Emosi memuncak di kepala kedua orang yang sama-sama keras ini.
Sementara para Pegawai Terpilih lain tidak ada yang berani bergerak di kursi masing-masing. Bahkan mereka tidak berani menatap Bos Titan maupun Melody. Kepala mereka semua tertunduk, seakan-akan itu semua adalah kesalahan mereka. Sepanjang mereka bekerja di Valkyrie Management, baru kali ini mereka menyaksikan Bos Titan dan Melody berdebat dengan begitu keras.
Melody berhasil menahan emosinya dan menekan suaranya, “Aku mau kamu fokus ke tuntutan dan pengadilan aja, Tan. Aku ga mau kamu pusing-pusing kayak yang kemaren kamu bilang ke aku. Kamu punya kami. Kamu punya Pegawai Terpilih, yang selalu kamu banggakan. Untuk yang ini, percayakanlah ke kami.”
Bos Titan membuang mukanya. Ini benar-benar di luar dugaannya. Veranda telah mengkhianati Valkyrie. Hati kecilnya mencoba menyergah fakta itu. Namun, apa yang sudah dibeberkan Melody tidak bisa ditampik.
Bos Titan sadar, apapun yang ada di kepalanya, apapun rencana yang melintas saat kondisi sekarang, bukan rencana terbaik. Bos Titan tidak akan mengambil keputusan saat emosinya naik. Tapi untuk sekarang mau tak mau dia harus mengambil keputusan. Dan satu keputusan sudah dia ambil, untuk langkah awal menguak fakta ini.
“Aku akan panggil polisi, untuk mencari Veranda.”
Semua menegang. Namun tidak ada yang berani membantah, bahkan Melody sekalipun.
***