Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT VALKYRIE Management

Welcome back gan, lupa" ingat sama jalan ceritanya, terpaksa baca ulang, akhirnya baru paham, semoga real life lancar terus biar bisa nulis sampe tamat..
 
Mantap suhu
Thank updatenya,,, lancrotkan suhu
 
CHAPTER 38: BURON (1)


“Berhenti! Atau Pak Toni yang mesti lerai!!”

Akhirnya setelah melihat Pak Toni, yang bingung dengan apa yang sedang terjadi, sudah berdiri di pintu ruangan, Yona melepaskan cengkramannya dan kembali duduk. Kepalanya tertunduk menahan emosi yang masih tersisa di kepalanya. Suasana akhirnya kembali tenang. Untung sedang jam makan siang, sehingga ruangan besar kosong dan hampir semua pegawai tidak melihat apa yang baru saja terjadi.

“Pak Toni, silahkan kembali ke pos Bapak. Maaf ya Pak udah ngerepotin.” Riskha menyuruh dengan ramah.

“Baik, Non. Kalau ada apa-apa saya di pos ya Non.” Pak Toni kembali. Dia berjalan linglung. Waduh baru beberapa hari aku kerja kok begini yak, pikirnya.

Setelah suasana kembali tenang, Riskha langsung membentak,

“Kalian tidak malu apa berantem kayak anak kecil gitu diliatin Pak Toni yang masih baru itu! Apa yang dipikirnya nanti tentang Valkyrie! Apa yang nanti diceritainnya ke keluarganya pas dia pulang kerja?! Kalau pegawai Valkyrie suka berantem! Itu yang kalian mau??!’ ”

“Yon, kamu harus ya maen hakim sendiri kayak gitu?! Mentang-mentang kamu ngerasa kamu setia sama Bos Titan kamu jadi seenaknya sama kami iya??! Kamu bisa ga ngehargain Kak Mel yang manggil kita kesini??! Kamu anggap apa kami ini?!”

Emosi Yona kembali naik, namun dia hanya bisa terduduk geram.

Melody berkata lemah, “Sudahlah Kha memang aku ga usah dihargain gini. Aku udah gagal bawa kita lebih kompak dari sebelumnya. Aku pikir aku udah bimbing kalian dengan baik. Aku pikir aku udah ajarin kalian untuk jadi selirnya Bos Titan dengan baik. Nyatanya? Veranda yang anak baru gitu aja bisa dibeli kesetiaannya. Berarti kan aku belum jadi kakak yang baik untuknya.”

Naomi membujuk Melody yang menundukkan kepalanya di meja, “Mel, jangan gitu dong. Mungkin Veranda gitu, tapi aku yakinkan aku ngga. Kamu kan tau aku. Dan aku yakin yang lain juga tetap setia kok Mel.”

Kali ini Saktia angkat suara, “Benar kata Kak Mel, maaf ya teman-teman, aku benar-benar minta maaf, tapi setelah kejadian hari ini aku ga tau lagi siapa kita. Seperti Riskha tadi, pas manggil satpam, dia bisa saja menghubungi Ver-“

“Nih, handphoneku. Kamu periksa sepuasmu. Kalo perlu panggil tim IT untuk cek semuanya di hapeku.” Tatap Riskha tajam sambil mengangkat ponselnya di depan wajah Saktia. Saktia terdiam.

“Periksa kamarku sekalian. Supaya mulutmu ngga ngomong seenaknya.” Tatapan Riskha belum juga berpindah dari wajah Saktia. Saktia akhirnya membuang muka.

“Kak Mel, silahkan lanjutkan apa yang harus Kak Mel katakan.” Ujar Riskha sopan.

“Betul kata Riskha, kita harus periksa kamar masing-masing. Tapi sebelumnya, aku ga mau info ini sampai ke Bos Titan. Setelah Riskha ngomong tadi, aku berpikir untuk kita para Pegawai Terpilih ini saling memeriksa satu sama lain. Kita sama-sama memeriksa barang di kamar masing-masing. Saya akan memimpin pemeriksaan ini. Kita mulai dari kamar Veranda. Dan satu lagi tugas kalian,”

Melody menatap mereka satu persatu.

“Bawa Veranda ke hadapanku. Bagaimanapun caranya.”

***



Ceklak. Kunci berputar. Melody membuka pintu kamar Veranda menggunakan kunci master. Pandangannya menyapu sekeliling ruang kamar Veranda yang gelap. Sambil memastikan tidak ada seseorang, Melody memerintah Ayana dan Gracia.

“Ayana, Gracia, kalian bongkar seluruh sudut kamar Ve. Jangan ada yang kelewat. Kami memperhatikan dari sini. Yang lain, jangan ada yang pergi.”

“Baik, Kak Mel.”

Dengan sigap Ayana dan Gracia menyalakan lampu dan mulai membongkar apapun yang dapat diperiksa. Kasur, seprei, meja, kursi sampai tas kain kumal milik Veranda tidak luput dari pemeriksaan mereka. Semua menunggu dengan tegang, sampai akhirnya,

“Kak Mel!”

Semua menoleh ke tempat Gracia berdiri. Dia memegang satu map yang tersembul dari balik tumpukan baju. Gracia menyerahkan map itu ke Melody. Melody membuka map itu perlahan.

“Astaga!” Yang lain memekik tidak percaya, namun Melody hanya terdiam. Tangannya bergetar, kala dia melihat cetakan data master para talent Valkyrie Management.

***

Veranda baru saja tuntas memeriksa kembali checklist spesifikasi instrumen dan mengambil tas nya yang sedari tadi dititipkannya di ruang administrasi.

“Mbak, tolong tas saya.”

“Ini, Mbak. Oh iya Mbak, daritadi saya dengar kayaknya getar terus. Tadi saya mau kasitau tapi saya liat Mbak-nya masih sibuk banget, maaf ya Mbak hehe.”

“Oh ga apa-apa Mbak. Saya justru terima kasih hehe. Saya permisi balik kantor dulu. Mari.”

Keluar dari ruang administrasi, Veranda kaget mendapati puluhan panggilan tak terjawab dan rentetan chat yang belum dibaca. Veranda langsung melihat daftar nomor yang meneleponnya,

Kartika Ayusari (Personalia) 21 missed call

Tedy Alamsyah (Keuangan) 5 missed call

Viviyona Apriyani 8 missed call

Shinta Naomi 10 missed call


Veranda lebih terkejut lagi membuka dan membaca satu persatu chat yang menunggu responnya.

[KARTIKA] Mbak, mbak, mbak Ve dimana?? Duh aku takut nih mbak, Bu Mel tadi marah besar. Kayaknya lagi ada masalah ini mbak

[KARTIKA]Mbak Ve

[KARTIKA]Mbak

[KARTIKA]Mbak

[KARTIKA]Mbak kalo udah pegang hape langsung responn ya

[YONA] Gue udah yakin kalo lo niat ga bener di Valkyrie. Balik sini lu brengsek!

[YONA] atau lesbian lo ini gue hajar!!

[YONA] inget! Lo kabur kemanapun pasti gue kejar! Brengsek!! Ga tau diuntung lu!!

[NAOMI] gue ga nyangka lo kayak gini Ve. Gue benar2 kecewa! Tega lu ya! Bos salah apa sih sama lu?


Dan masih ada beberapa chat lagi yang isinya tidak dia mengerti. Sampai akhirnya Veranda mendapati satu nomor tidak dikenal yang mungkin saat ini dia bisa percaya. Pesan yang Veranda yakini berasal dari Riskha.

[088XX…]KAK VE! JANGAN KE KANTOR! LARI! NANTI AKU HUBUNGI LAGI!

***

Pak John yang sedang enak tidur terkejut mendengar ketukan cepat di kaca mobilnya.

“Hah. Heh. Aduh. Maaf, Non saya ketiduran. Balik kita, Non?”

“Pak John, Pak, saya masih ada kerjaan di tempat suplier. Pak John balik duluan aja. Saya nanti naik taxi online aja gapapa kok. Takutnya ntar mobil ketahan disini, padahal di kantor ada yang mau pake juga.”

“Lho kendaraan di pool kan banyak, Non. Ga bakal kekurangan kok kita.”

“E-eh iya Pak gapapa. Kadang terjadi gitu juga Pak. Yaudah Bapak duluan aja ya, nanti saya yang bilang ke Ibu Melody.”

“Ooh yasudah kalo gitu Non. Gapapa nih ya Non?”

“Iya iya Pak gapapa. Saya duluan ya, Pak John.”

“Baik, Nona. Saya balik dulu.”

Veranda cepat-cepat kembali ke arah kantor suplier. Sampainya di gerbang kantor, dia berbalik dan memastikan mobil sudah meninggalkan tempat parkir kantor suplier. Setelah mobil menghilang dari pandangan, Veranda baru bisa bernafas lega dan mencoba berpikir jernih. Apa yang sudah terjadi? Kenapa aku disalahkan padahal aku bahkan tidak tahu duduk persoalannya? Dilihat dari chat yang masuk, aku benar-benar dalam bahaya, batin Veranda. Nalurinya menyuruhnya untuk mencari tempat aman yang tidak diketahui teman dan kenalannya. Saat ini yang bisa dipercayainya hanya Riskha. Segera Veranda menghentikan taxi yang kebetulan lewat.

“Pak, tolong ke arah Belantani.”

***

“Guoblokkk kon!!”

“Aduh m-maaf Pak, saya tadi k-ketiduran ga dengar telepon masuk.” Ujar Pak John takut-takut.

“Kon iki turu opo pingsan hah?! Kalo kamu bukan sodara Pak Simon udah aku tendang kamu!! Nanti aku laporin ke kamu ke Pak Simon!” Pak Dirman benar-benar naik darah. Selaku koordinator driver dan pool kendaraan, dia selalu mengingatkan para bawahannya tetap siaga saat mengantar-jemput pegawai atau tamu. Dan kali ini benar-benar keterlaluan. Di saat genting karena Pak John satu-satunya orang yang saat itu dekat dengan Veranda, terpaksa kehilangan orang yang paling dicari saat ini.

Melody yang dari tadi duduk di seberang meja, hanya bisa mengusap-usap kepalanya. Kok Bang Simon bawa sodara bodoh kayak gini sih, batinnya.

“Yasudah Pak Dirman ga apa-apa. Apa boleh buat. Pak John, saya terpaksa ngasi surat peringatan pertama ke Bapak. Saya benar-benar kecewa dengan Pak John, tidak bisa menjalankan tugas dengan baik.”

“Saya benar-benar minta maaf, Ibu Melody. Saya janji tidak akan mengulanginya.” Sesal Pak John sambil menundukkan kepala.

“Yaudah Pak Dirman dan Pak John bisa keluar sekarang.”

***

Veranda benar-benar kalut. Dari tadi siang sampai sore ini panggilan dan pesan singkat terus masuk ke ponselnya. Sebenarnya dia ingin menjawab semua panggilan masuk sambil mengatakan bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang yang mereka tuduhkan. Namun logikanya berkata itu bukan solusi yang pintar. Maka setelah dia menemukan kosan harian yang dirasanya aman untuk sehari dua hari tinggal, Veranda langsung bergegas menuju toko pulsa elektronik untuk membeli nomor baru.

Setelah mengganti nomor lama dengan nomor yang baru dibelinya, sore itu saat Veranda rasa suasana sudah agak tenang dan mungkin para Pegawai Terpilih sudah kembali ke kamar masing-masing, dia menghubungi nomor kedua Riskha yang baru diketahuinya tadi siang.

[08XXX]Kha.

Riskha yang sudah menunggu kabar Veranda, langsung bangkit berdiri dari ranjangnya. Riskha langsung masuk kamar mandi dan menutup gorden plastik yang menutupi bathtub, seakan-akan kamar tidurnya sendiri tidak cukup aman untuk melakukan kontak dengan Veranda.

Tuutt. Tuttt.

“Halo Kha.”

“Halo halo kak Ve! Kak! Dimana??” bisik Riskha.

“Kha ada apa ini Kha? Kok semuanya nyalahin aku? Kha aku benar-benar ga ngerti.. tolong aku Kha! Tolong huhuhu.” isak tangis mulai keluar dari mulut Veranda.

“Kak. Kak. Dengerin aku. Kak Ve sekarang cari tempat yang aman untuk tidur malam ini. Jangan pikir untuk balik dulu. Status kakak benar-benar bahaya untuk sekarang. Besok aku hubungi lagi. Aku ga bisa jelasin sekarang. Yang pasti semua lagi cari kakak. Stay safe. Oke.” Tut. Telepon terputus, tanpa Veranda dapat tanya lebih jauh lagi. Dia hanya bisa menangis, tidak menyangka bakal mengalami hal seperti ini. Gadis desa yang tidak tahu apa-apa seperti dia harus menanggung fitnah seperti ini. Tanpa sadar setelah lelah menangis, Veranda akhirnya tertidur.

***
 
Terakhir diubah:
Kasihan Ve :((
Dasar Saktia, kapan nih ulah Saktia kebongkar dan dapet hukuman dari Bos Titan dengan setimpal :D
 
CHAPTER 39: THE TURNCOAT


Saktia berjalan menyusuri koridor lantai 19 Hotel Royale, sampai akhirnya berhenti di depan ruang pertemuan kecil. Dari balik ruangan terdengar sayup-sayup suara tawa dan obrolan. Segera setelah Saktia membuka pintunya, dia mendapati riuh rendah suara memenuhi ruangan yang berisi meja bundar dengan kursi-kursi mengelilinginya. Ruangan berdinding karpet yang dapat meredam bunyi-bunyi di dalamnya. Saktia memandangi satu-persatu orang yang sudah terlebih dahulu datang. Hampir semua. Tinggal satu orang lagi.

“Wah Bos kita akhirnya datang.”

“Selamat datang Bos!”

“Sini Bos kami sudah siapkan kursi buat Bos.”

“Bos mau minum apa? Kami udah siapkan juga.”

Saktia duduk sambil terkekeh mendengar omongan mereka. Sambil menaruh tas coklatnya, Saktia berdehem dan akhirnya ruangan itu tenang.

“Berarti tinggal Arman yang belum datang ya.”

“Betul Bos.”

“Oke. Bagus. Have you all had your dinner?”

“Sudah Boss! Wah kami bener-bener dimanjain sama Boss ini hehehe.” Ujar Bapak yang sudah cukup berumur di seberang Saktia.

“Betul Boss. Kami ga ngerti lagi cara balas kebaikan Boss ini. Ini udah lebih dari bayaran kami hehehe.”

“Oh begitu ya? Sudah lebih dari bayaran tugas kalian ya?” Saktia tersenyum penuh arti sambil memandang satu persatu para bawahan pribadinya. Para pegawai Valkyrie yang berhasil dia beli loyalitasnya dan dia pastikan tidak akan buka mulut soal akuisisi talent andalan Valkyrie yang terjadi pagi tadi.

“Salah ngomong kan lu! Banyak omong sih!” senggol pria yang lebih muda di samping pria berumur tadi sambil berbisik.

No no, it’s okay. Tidak apa-apa kok. Saya ingatkan ke kalian, semua yang saya berikan ini, tidak akan sebanding dengan tugas yang sejauh ini kalian tuntaskan dengan baik. Semua yang kalian nikmati malam ini, adalah hasil pekerjaan kalian. Nikmatilah.” Para pria yang mengelilingi meja bundar tersebut tersenyum puas. Tugas mereka sejauh ini sudah berjalan sukses. Sesuai dengan rencana.

Heeyy am I too late?” orang terakhir yang ditunggu akhirnya datang. Arman, ketua tim IT yang tadi siang ditugaskan Melody untuk memeriksa database, masuk dengan percaya diri. Di wajahnya terpampang rasa senang setelah sukses menjalankan bagiannya.

“Bisa kita mulai rapatnya?” tanya Saktia saat Arman sudah duduk nyaman.

“Sudah Boss.”

***

“Oke, pertama saya ucapkan selamat ke kita semua karena udah jalanin tugas masing-masing dengan baik. Saya benar-benar senang, dan sesuai janji saya sudah memberikan imbalan ke rekening masing-masing. Dan saat ini kalian juga sudah menikmati fasilitas yang juga merupakan hasil kerja keras kalian.”

“Saya berterima kasih untuk Arman yang berhasil memanipulasi histori database. Saya berterima kasih ke Pak Dikin yang berhasil diam-diam memasukkan cetakan database ke kamar Veranda.”

Saktia mulai serius, “Nah pengumuman penting untuk malam ini. Karena ke depannya pekerjaan bakal lebih rumit, saya merasa tim kita perlu tambahan orang. Oleh karena itu,’ Saktia memandangi satu-persatu para pria di sekitarnya sebelum melanjutkan,

“Saya berencana akan menambah mata-mata. Dan target saya adalah tiga pekerja baru yang merupakan saudara Simon, yaitu Pak John, Pak Toni dan Pak Pur. Arman, Dikin, Gino, kalian saya tugaskan untuk memeriksa latar belakang mereka. Pekerjaan mereka sebelumnya, keluarga mereka, tempat tinggal sekarang, dan apapun terkait mereka. Pastikan status mereka apakah bisa bergabung dengan kita atau justru berbahaya. Kalau memang perlu untuk periksa kampung mereka di timur sana, lapor ke saya biar saya yang fasilitasi. Mengerti kalian?”

“Mengerti, Boss.”

“Bagus, laporannya saya harapkan secepatnya.”

“Dan yang lainnya, saya instruksikan untuk…” semua mendengar dengan penuh perhatian dan rapat rahasia para pembelot itu pun berjalan dengan senyap.

***

Setelah semua keluar dari ruang rapat kecil tersebut dan pulang ke rumah masing-masing, kini tinggallah Saktia dan Arman. Saktia bangkit berdiri untuk mendekati Arman. Matanya menatap mesra pria yang paling diandalkannya dalam tim rahasia bentukannya itu.

“Tadi pagi adik kelasmu itu panik nelpon aku. Karena aku udah pegang ekornya, dia udah ga bisa ngapa-ngapain lagi hahaha.”

“Hahaha si Rio bodoh itu. Betul kan dugaanku, dia ga cukup cerdas untuk gabung tim rahasia ini. Selama video itu kamu pegang, kamu suruh gantung diri pun pasti nurut dia itu hahaha.”

“Hahaha! Okey,” jemari Saktia mulai meraba paha menuju selangkangan Arman, “karena tugasmu paling krusial dan bisa dengan baik kamu kerjakan, aku udah siapkan pelepas dahaga untuk juniormu ini, sesuai dengan requestmu.”

Arman terbahak, “Bahaha that’s why I love you Boss. Boss tau aja kemauanku!”

“Yasudah kamu ke kamar 1901 di ujung koridor ini. Ini kartu kamarnya.” Saktia menyerahkan kartu putih dengan logo Hotel Royale tertera di tengahnya.

“Mantapp Bosku! Saya izin dulu ya Boss. Junior udah berontak nih daritadi hahaha!”

Arman dengan cepat menghilang dari ruangan. Kini tinggal Saktia sendiri di ruang rapat kecil. Perlahan dia mengambil ponselnya dan menghubungi Gino yang malam ini sengaja shift malam untuk mengubah video CCTV agar tidak merekam aktivitas Saktia kembali ke kamar.

Nah. Akhirnya beres tugasnya dari Shania untuk malam itu. Dia puas melihat para bawahannya yang dia beli kesetiaannya itu berhasil mengerjakan tugas dengan baik. Dasar para pria, batinnya. Gampang dibeli dengan uang dan wanita. Sebutkan nominal yang tidak bisa mereka tolak, dan langsung sediakan wanita semok di depannya, maka kesetiaannya bisa kubeli. Saktia benar-benar puas dengan pencapaiannya sejauh ini.

***

Srek. Tit!

Lampu hijau menyala tanda pintu kamar hotel sudah tidak terkunci. Aroma pewangi kamar menyambut Arman yang masuk dan mendapati gadis manis dan sedikit pendek sudah duduk menunggunya. Seragam putih abu-abu masih membalut tubuh mungilnya. Mulutnya sibuk mengecap dan mengulum permen. Wajahnya yang sedikit kekanak-kanakan dengan rambutnya yang panjang membuat Arman sudah tidak mampu lagi menahan nafsunya. Namun Arman memilih untuk sedikit bermain-main dengan hadiah untuknya ini.


“Hai, kamu siapa namanya?”

“Cindy Yuvia, Om.”

“Ohh namamu bagus ya. Udah pernah ngentot belum?”

Yuvia kaget. Belum ada semenit dia sudah ditanya langsung seperti itu. Namun Yuvia tetap menjawab walaupun terbata-bata, “Hah–eh ngg u-udah Om.”

“Sama siapa?”

“P-pacar, Om.” Yuvia sebenarnya tidak nyaman ditanyai seperti itu, namun dia sudah diinstruksikan dari Saktia langsung untuk melayani apapun permintaan Arman. Ketika dia melihat tumpukan uang bayarannya sekaligus ancaman yang didengarnya dari Saktia, niat Yuvia untuk melawan sudah hilang sejak tadi sore.

Arman memandang kembali tubuh gadis remaja di depannya. Rambut panjang, wajah pemalu, minim pengalaman sex, dan yang paling sesuai dengan permintaaannya: bertubuh kecil namun berpayudara besar. Saat Arman masuk kamar perhatiannya langsung terfokus pada dua gundukan besar yang membusung di balik seragam putih Yuvia. Aduh Boss Saktia ini benar-benar hebat bisa dapat gadis yang sesuai requestku ini, batin Arman girang.

“Ooh sekarang masih pacaran?” Tanya Om Arman kali ini sambil merangkul Yuvia, tangan kirinya mengelus paha mulus di balik rok mini Yuvia, sedangkan tangan kanannya meremas-remas pelan buah dada Yuvia.

“U-udah ng-ga, Om.” Yuvia sudah mulai merasakan nafsunya naik. Permen yang diberikan Saktia mulai menunjukkan efeknya.

“Wah wah enak banget tuh cowo ya. Abis ambil perawanmu minta putus? Minta dihajar dia itu ya, Sayang.” Tangan Arman tidak berhenti bergerilya di tubuh Yuvia.

“Ng, iya Om ahh.”

“Wah berarti Om yang kedua nih ya?”

“Iya, Om..”

“Wahh berarti Om beruntung ya hehehe…”

Yuvia hanya diam saja menunggu akan diapakan tubuhnya. Sementara Arman kini sudah berhasil menelusup ke balik seragam SMAnya dan mengusap-usap puting payudaranya. Yuvia menggigit bibir bawahnya, menahan sensasi geli nan nikmat. Arman menghirup sedikit aroma badan mainannya ini. Benar-benar masih orisinil. Aroma keringat bercampur sedikit parfum khas remaja membuat libido Arman tak tertahan lagi.

“Kamu tahu, aku bakal perkosa kamu semalaman ini. Siap-siap ya sayang.”

Arman berdiri di hadapan Yuvia dan tangannya menggenggam keras ujung tepi dalam kemeja Yuvia. Srak! Seketika kemeja Yuvia koyak karena ditarik dengan keras. Sekarang bagian dada dan perut Yuvia hanya dilindungi oleh kutang tipis. Dari baliknya Arman sudah dapat melihat puting payudara berwarna coklat muda dan kulit putih bersih. Tak lama, kutang menjadi korban kedua tarikan ganas Arman. Penis di balik jeansnya sudah tegang maksimal menunggu untuk menikmati vagina polos Yuvia.

Yuvia hanya bisa mengerang tatkala dada dan perutnya kini tidak dilindungi sehelai benang pun. Dia hanya bisa rebah dan kaku saat Arman mulai melepas kancing roknya dan menarik rok pendeknya ke bawah. Tampaklah apa yang diidam-idamkan Arman: selangkangan mulus merah muda tanpa sedikitpun noda. Pemandangan itu jelas baginya walaupun masih dilindungi short tipis yang ketat.

“Argh ganggu aja ini!” dengan kasar Arman menarik short tipis itu, sambil dia menyentak Yuvia yang dari tadi terdiam.

“Heh! Kamu bisa lepas baju sendiri kan?! Atau mesti aku yang buka?!”

Yuvia langsung beranjak duduk dan dengan cepat menanggalkan pakaiannya yang kini tidak ada gunanya dipakai. Kemudian Arman menggiring Yuvia untuk rebah di tengah kasur, beralaskan bantal di kepalanya, serta membuka lebar pahanya. Terpujilah bidadari di depan mataku ini, batin Arman. Mimpi apa aku semalam sampai aku bisa mendapat gadis polos nan ranum yang siap digagahi ini. Tak perlu basa-basi lagi, Arman pun dengan cepat melepaskan satu-persatu pakaiannya hingga kini dia sama dengan Yuvia: telanjang bulat dan siap untuk bersenggama.

Yuvia melihat pemandangan yang baru dua kali dia saksikan dalam hidupnya: lelaki telanjang bulat dengan penis tegang. Namun yang membedakan adalah ring hitam yang terpasang di pangkal penis Arman. Ring yang tipis namun kokoh. Arman yang melihat Yuvia terus memperhatikan ring itu, terbahak, “Kamu penasaran dengan ring ini ya? Hahaha kamu beruntung jadi gadis pertama yang ngerasain kontol yang udah kupasang ring hitam ini. Sekarang kamu perhatiin baik-baik.”

Yuvia memperhatikan kembali batang penis Arman. Kepala penis yang merah dengan kulit yang kencang, urat-urat menyembul di sepanjang batangnya dan mengerucut di sekitar ring hitam yang melingkari pangkal penisnya.

“Dan kamu rasain nanti pas kontolku ini jebolin memekmu. Pasti nikmat banget hahaha!” Arman bangga memperlihatkan hasil terapi di panti pijat vital kampungnya.

‘Kalau kamu berhasil sampai tuntas menjalankan tugas kita ini, gadis yang kuberikan nanti malam bisa kamu pakai sepuasnya. Dia bakal setia jadi budak seksmu sampai kamu bosan.’ Kata-kata Saktia siang tadi kembali datang di ingatannya. Bagus. Sangat bagus. Gadis emas seperti ini tidak boleh dibiarkan seharipun. Aku bakal menunaikan tugasku dengan baik, supaya aku setiap hari bisa menikmati ranumnya tubuh gadis remaja ini, janjinya dalam hati.

“Kamu tahu,” Arman menyeringai, “kamu ini bakal jadi budak seks ku. Kamu akan kubuat dari yang sekarang pemalu, sampai nanti tidak bisa tidur kalo belum dientotin. Siap kamu?”

Yuvia menjawab pelan, ‘Siap, Om.”

“Hahaha bagus. Untuk pemanasan buat belajar ngentot, nih rasain!” Arman menyorongkan penis ke dalam mulut Yuvia. Mulut kecilnya terbuka lebar memuat penis Arman yang termasuk berukuran besar. Yuvia langsung tersedak. Air liur tumpah dari balik bibirnya.

“Khookk! Hookk! Hoeek!” Yuvia muntah angin saat penis Arman maju mundur menikmati mulut kecilnya. Kemudian Arman menuntun tangan Yuvia untuk menggenggam serta mengurut-urut biji pelirnya. Wajah Yuvia memerah, matanya mulai berair, namun itu tidak membuat Arman mengendurkan genjotan penisnya di mulut Yuvia. Besok-besok kamu ga akan nyaman tidur sebelum ngisap kontolku ini, Arman terkekeh.

Setelah beberapa menit menggenjot mulutnya, kini Arman ingin bermain dengan bagian favoritnya. Buah dada Yuvia. Dikeluarkannya penis yang sudah basah oleh liur Yuvia, kemudian dipukul-pukulkannya ke bibir Yuvia.

“Mana lidahmu? Keluarin. Julurin cepet.”

Ceplak. Ceplak. Bunyi penis basah memukul lidah Yuvia. Arman pun beranjak ke payudara Yuvia. Dua buntalan besar payudara dihiasi puting coklat muda. Arman meremas kasar kedua belahan payudara Yuvia, kemudian memelintir tak lupa menarik-narik putingnya. Setelah puas menggerayangi payudara Yuvia, Arman menyedot putingnya. Yuvia mengerang merasakan sensasi nyeri sekaligus nikmat di buah dadanya.

“Wah enak ya nenen kamu ini! Kontolku juga pengen ngerasain nih hehehe!” Kini Arman berlutut di samping dada Yuvia, mengarahkan penisnya pas di belahan payudara. Arman meraih kedua tangan Yuvia dan menuntunnya untuk menjepit penis Arman dengan kedua payudaranya. Arman mulai memajumundurkan penisnya, menikmati sensasi geli dari gesekan penisnya dengan buah dada Yuvia.

“Ngghh Omm nggh ahh..” desah Yuvia manja. Yuvia merasa rangsangan di tubuhnya sudah mencapai klimaksnya, bahkan saat bagian selangkangannya belum disentuh. Permen yang baru saja tuntas dihisap semakin melonjakkan birahinya. Segera pahanya bergetar sebentar lalu dia terengah-engah. Hal itu tidak luput dari perhatian Arman yang langsung menertawakannya.

“Hahaha anjir! Belum diapa-apain udah keluar kamu ya! Dasar bibit hyper sex!”

Yuvia hanya tersenyum malu-malu. Dia kini sudah lebih santai menunggu tubuhnya dinikmati Arman. Dan Arman pun tidak mau terburu-buru menikmati Yuvia. Seperti yang dikatakannya tadi, Arman berencana mengagahi gadis SMA ini sepanjang malam. Dia takkan membuat Yuvia tertidur semenit pun.

Tibalah saatnya Arman menikmati lubang surga milik Yuvia. Segera Arman mengambil posisi rebah, dan menyuruh Yuvia beranjak duduk.

“Nih! Memekmu di atas aku,” Arman mengarahkan selangkangan Yuvia ke atas wajahnya, kemudian mendorong punggungnya sehingga wajah Yuvia berhadapan dengan penis tegang Arman, “Nah kamu isep tuh kontolku. Ini namanya posisi 69. Ngerti ya?!”

“Ngerti, Om.”

Yang diidamkan Arman kini terpampang di depan wajah: vagina merah muda Yuvia yang berukuran kecil dengan Klitoris yang masih kuncup, Labia Majora yang sempit namun gemuk, bahkan selaput daranya masih terlihat jelas menutupi pinggiran bagian dalam vagina Yuvia. Haha untung pacarnya bego, aku masih bisa nikmatin perawannya walaupun setengah, sorak Arman girang. Lidahnya mulai terjulur menyapu sepanjang klitoris Yuvia. Ahhh. Gurih sekali. Dia benar-benar dapat mengecap kepolosan vagina Yuvia yang bahkan tidak terpikir untuk merasakan kenikmatan senggama di umurnya sekarang.

Yuvia sedikit bingung bagaimana cara memasukkan seluruh batang penis Arman ke dalam mulutnya. Dia mengira Arman menyuruhnya untuk memasukkan sampai pangkal penis ke dalam mulutnya. Maka Yuvia pelan-pelan mulai memasukkan dan menyedot kepala penis Arman, yang membuat Arman menggelinjang. Nah bagus. Begitu. Kamu memang ada bakat jadi budak seks, Arman kegirangan. Arman tidak mau kalah. Kelegitan vagina semi-perawan Yuvia benar-benar membuatnya menggila. Lidahnya meliuk serta mulutnya menyedot klitoris, labia minora sampai lubang dubur Yuvia.

“Ahh ahhh Oomm ahh enakk! Enakk!” teriakan Yuvia menggema di kamar hotel berbintang tersebut. Teriakan yang membuat Arman semakin bernafsu menggagahinya. Tangannya kini memeluk kencang pantat bersih Yuvia. Mulutnya semakin melumat vagina Yuvia sampai Yuvia menggelinjang. Libido Arman melambung. Kini giginya menggerogoti Labia Majora vagina Yuvia, mencari-cari cairan orgasme yang mungkin meleleh keluar dari dalam lubang vagina.

Setelah puas mencicip vagina Yuvia untuk ronde tersebut, Arman mengangkat tubuh Yuvia, membalikkannya dan merebahkan ke posisi awalnya. Kini saat yang ditunggu-tunggu Arman: menikmati vagina perawan dengan penisnya. Tak terbayangkan akan bagaimana nikmatnya persetubuhan ini.

Arman perlahan mulai menggesek-gesek kepala penisnya di sepanjang klitoris Yuvia. Yuvia melenguh memohon agar penis itu cepat dimasukkan. Gadis yang sejam yang lalu masih takut dan bertanya akan diapakan tubuhnya, sekarang berubah menjadi gadis yang berharap penis besar di hadapannya bisa memuaskannya.

“Untung ya, pacar kamu itu tolol hehe. Dia belum total perawani kamu lho.”

Yuvia mengeryit. Hah jadi aku masih perawan? Tapi itu tidak menjadi pikirannya. Yang dia inginkan hanya kenikmatan sekarang. “Om, masukin Om. Yuvia udah ga tahan lagihh..”

Arman yang mendengar itu, terpana kemudian terbahak, “Hahaha dasar mental perek lu! Oke, gue mampusin lu! Lu sangka awalnya enak apa?! Hah?! Makan nih!!”

Dengan kasar dan penuh nafsu Arman menyorongkan penis tegangnya, memaksa selaput dara Yuvia terbuka, menerbitkan cuplikan darah di ujung penisnya. Yuvia merintih, Arman justru semakin bernafsu menjebol keperawanan Yuvia. Dia ingin mengajarkan kesakitan awal dalam hubungan sex.

“Heh! Mana yang tadi minta dimasukin hah?! Kok sekarang jerit gitu?! Makan nih kontol!”

“Engh engh arggh ampun Oomm.. Nghh..” Rintihan Yuvia sama sekali tidak digubris. Sampai akhirnya Arman dapat merasakan penisnya sudah lebih leluasa keluar masuk liang vagina Yuvia, walaupun belum mentok ke ujung liangnya. Arman menggenjot pinggulnya lebih cepat. Yuvia hanya bisa melenguh sambil menggenggam keras pergelangan tanggan Arman. Tidak disangkanya kenikmatan yang tadi membuatnya orgasme kini berubah menjadi perih.

Namun beberapa saat kemudian erangan sakitnya berubah menjadi desahan nikmat. Rasa nyeri di vaginanya perlahan memudar diganti rasa nikmat akibat gesekan penis Arman dengan liang vaginanya. Perutnya yang menegang kini bisa mengendur sambil pinggulnya mencoba ikut bergoyang. Matanya mengatup sambil menikmati genjotan Arman. Arman segera mengetahui perubahan tersebut.

“Hahaha udah enak sekarang ya? Abis ini lu pasti tiap hari sebelum ke sekolah minta jatah gue entotin hahaha!”

Yuvia ikut tertawa dan hal itu membuat Arman mempercepat goyangannya. Anak itu ga sadar udah bikin gue makin konak, apalagi memeknya masih sempit banget, bener-bener deh ketimpa rezeki gue, kata Arman dalam hati.


Klik gambar untuk memperbesar

Badan Amran yang dari tadi duduk tegak, kini mengambil posisi misionaris. Badannya yang besar menimpa tubuh kecil Yuvia yang kini sama-sama berkeringat. Bibirnya membabibuta mengisap dan mamagut bibir, lidah dan payudara Yuvia. Kaki Yuvia melebar dan menjuntai indah ke atas. Pinggul Arman naik turun dengan tempo yang stabil. Nikmat vagina perawan menjalar di syaraf penisnya. Kombinasi ring di pangkal penisnya dan sempitnya liang vagina Yuvia membuat penisnya menyerap tuntas kenikmatan yang meluap.

Namun karena saking nikmatnya vagina Yuvia, Arman mulai merasakan kalau sebentar lagi dia akan ejakulasi. Semakin semangat Arman menaikturunkan pinggulnya.

Ergh! Arman mengaduh. Saluran spermanya yang ditahan oleh ring hitam, membuat sperma terhambat di awal namun mengalir cepat saat melewati ring hitam, menjadikan rasa geli jauh lebih terasa daripada sebelum dia memasang ring di penisnya. Segera saja sperma Arman memuncrat kencang, menembaki dinding serviks di bagian dalam vagina Yuvia.

“Aduh tuhan enak bangeettt!” rasa enak itu berlangsung bahkan sampai semenit. Yuvia melihat dalam-dalam wajah keenakan di hadapan mukanya. Mata tertutup dan mulutnya sedikit menganga. Begini ya wajah kalo udah ngecrot, pikirnya.

Setelah beberapa menit membenamkan dalam-dalam penisnya, Arman mencabut perlahan penisnya agar sensasi terlalu geli tidak membuatnya kejang. Sambil memperhatikan penisnya yang sedikit melemas, Arman berdecak kagum,

“Gila nih Pak Bandu, terapinya benar-benar oke punya. Yuvia gimana? Enak kan kontolku?!”

“E-nak, Om. Hehehe.” Yuvia yang masih berbaring terkekeh.

“Kamu mau hamil ga?”

“Eh aku ga mau Om! Jangan hamili aku, plis aku mohon..” Yuvia mendadak panik.

“Makanya sana kamu ke kamar mandi, keluarin semua air maniku dari dalam memekmu. Inget, tanpa sisa. Kalau ada sisanya, ya bukan tanggung jawab aku ya kalo kamu hamil hahaha!”

Cepat-cepat Yuvia bangkit dan berlari menuju kamar mandi. Dengan menggunakan shower WC dia menyemprot ke dalam lubang vaginanya, berharap air keluar bersama dengan cairan sperma Arman. Setelah hampir 10 menit memastikan cairan sperma sudah keluar dan jatuh ke lubang air, Yuvia menghembuskan nafas lega. Setidaknya sudah selesai untuk malam ini, pikirnya. Namun seseorang di belakangnya tidak berpikir demikian.

“Udah selesai kan?” Yuvia dengan cepat menoleh dan mendapati Arman sudah berdiri di belakangnya, lengkap dengan penis yang sudah tegang kembali. Mampus aku.

“Kan udah aku bilang, kamu bakal aku gagahi semalaman ini hehehe. Sini kamu!” Arman meraih tubuh kecil Yuvia yang sebenarnya sudah letih, kemudian mengarahkannya untuk menungging.

Ronda kedua dimulai.

***
 
CHAPTER 40: BURON (2)

Seharian berhadapan dengan pers, kuasa hukum, pegawai bahkan masih mengurus beberapa urusan kantor yang tidak bisa ditunda walau dengan kondisi carut-marut sekarang, tubuh Bos Titan benar-benar tidak bisa dibohongi. Tubuh tegapnya dirongrong letih luar biasa. Dari tadi Bos Titan hanya bisa menghela nafas. Pikirannya benar-benar kalut. Kepalanya pusing. Yang diinginkannya sekarang ini hanya istirahat. Bahkan Gracia dengan lingerie hitam yang menyambutnya saat Bos Titan membuka pintu kamarnya tidak digubrisnya.


“Selamat data-“ sambutan Gracia terhenti kala Bos Titan mengangkat tangannya, mengisyaratkan Gracia untuk diam. Gracia menurut dan berdiri mematung. Bos Titan perlahan melepaskan semua pakaiannya dan langsung menuju tempat tidur, tanpa bersih-bersih. Kantuk Bos Titan semakin kuat saat kulitnya bertemu dengan lembutnya seprei tebal ranjangnya. Sebelum Bos Titan berhasil terlelap, dia menyadari Gracia masih berdiri mematung menghadap Bos Titan, dengan kepala tertunduk tidak berani menatap bosnya sendiri.

“Kamu ngapain disitu. Sini.”

Gracia dengan patuh datang dan rebah di samping bos kesayangannya. Bos Titan pelan-pelan merangkul Gracia dan tak perlu waktu lama sudah masuk ke alam tidurnya. Gracia balas merangkul tubuh kekar Bos Titan dengan erat, berharap hal itu bisa mengusir semua keresahan Bos Titan.

Gracia ingin mengatakan bahwa dia akan selalu setia pada Bos Titan dan Valkyrie. Gracia ingin mengatakan dia bahkan tidak pernah berani berpikir untuk meninggalkan Valkyrie, apalagi mengkhianati Valkyrie. Gracia ingin mengatakan bahwa dia akan mengerahkan segala upaya untuk mencari dalang dari semua ini. Gracia ingin mengatakan banyak hal untuk menenangkan pria yang sudah menyelamatkan hidupnya ini. Namun Gracia tahu, Bos Titan sekarang ini hanya butuh tidur dengan tenang.

Maka dalam diam Gracia pelan-pelan beranjak dari rebahnya, mendekatkan bibirnya ke kepala Bos Titan, kemudian mendaratkan satu ciuman lembut ke dahinya. Ciuman sayang dari selir kepada tuannya.

“Selamat tidur sayang. Kita pasti bisa lalui semua ini.”

***



Tok tok! Tok tok! Tok!

Veranda yang paham dengan pola ketukan itu. Langsung memutar anak kunci dan menyambar kenop pintu.

“Riskha!”

Veranda menghambur dan memeluk erat Riskha. Tangisnya tak terbendung lagi. Air matanya membasahi bahu Riskha yang diam mematung di depannya. Veranda tidak peduli penghuni kosan lain akan keluar kalau mendengar tangisannya. Yang dia inginkan sudah datang: satu-satunya teman yang bisa dia percaya dan andalkan. Veranda mendekap erat Riskha yang belum juga membalas pelukannya. Setelah puas melepaskan tangisnya, Veranda mengajak masuk Riskha ke dalam kamar sebelum orang lain melihat mereka.

Setelah masuk Veranda mulai menyadari ada yang aneh. Riskha belum berbicara satu patah katapun. Veranda menatap bingung temannya itu dan menunggu Riskha untuk bersuara. Setelah Veranda tenang, Riskha mulai meletakkan tas kain yang sedaritadi dijinjingnya.

“Kak, ini aku bawa keperluan kakak. Mungkin ga banyak tapi aku rasa bisa mencukupi. Disitu juga ada uang tunai karena tadi aku dengar semua rekening dan kartu kredit kakak udah diblokir. Aku rasa itu lebih dari cukup. Aku cuma bisa bantu itu kak. Sekarang saranku kakak pergi jauh. Biar kami selesaikan semua ini.”

Veranda kaget mendengar perkataan Riskha. Dia bingung. Riskha tidak menjelaskan duduk perkara yang membuatnya menjadi buronan. Riskha tidak menjabarkan kondisi di Valkyrie. Riskha bahkan tanpa ekspresi saat menjelaskan apa yang dibawanya.

“Kha-”

“Aku bahkan tidak tau di balik tangis kakak itu kakak nyembunyiin apa!” Emosi Riskha akhirnya meledak. Emosi yang dari tadi ditahannya. Veranda terperangah.

“Orang-orang saat ini nyari kakak! Kakak terbukti udah jual data perusahaan ke orang lain! Kak Ve ini siapa sebenarnya??!” Riskha menarik cepat retsleting tasnya dan meraih map dari dalamnya, kemudian membanting map itu ke meja di depan Veranda.

“Aku pertaruhin keselamatanku untuk ambil map ini! Untuk aku bisa tunjukin ke kakak! Kalo map ini ditemukan di kamar kakak! Mau kakak apa sebenarnya??!” pekik Riskha. Kali ini giliran Riskha yang terisak menangis. Veranda yang mulai mengerti duduk persoalan yang dihadapi Valkyrie, hanya tertunduk, menunggu Riskha untuk tuntas mengeluarkan segala emosinya. Veranda ingin mengatakan bahwa dia tidak tahu-menahu soal pencurian data ini. Namun dia sadar dia sekarang berada di kursi pesakitan. Tidak bisa begitu saja menjelaskan kondisinya saat ini.

“Email kakak terbukti mengirimkan data master ke media! Dokumen ini ditemuin di kamar kakak! Tadi pas rekening kakak ditracking sebelum diblokir kami nemuin kakak nerima sejumlah duit dalam jumlah besar! Sebegitu murahnya kesetiaanmu??!! Fuck!!

Kali ini Veranda tidak tinggal diam, “Setelah nyuruh aku sembunyi kamu sekarang nuduh aku?! Kalo emang aku yang bikin semua ini aku ga akan nurutin kamu sembunyi di kosan begini Kha! Kamu ga terpikir kalo aku ini difitnah?! Aku yang ga tau apa-apa sekarang jadi orang yang paling dicari kepalanya! Kamu bisa ga denger aku ngomong dulu??! Kamu bisa ga percaya sama aku dulu??!”

Hentakan Veranda mendiamkan argumen Riskha. Ruang kamar langsung hening. Hanya terdengar isakan pelan Riskha. Setelah beberapa saat mereka terdiam dan akhirnya Riskha tenang dia berkata, “Aku bukannya ga percaya kakak,” Riskha memasukkan map yang tadi dilemparnya sambil berjalan ke pintu, “Aku memang ga percaya semua orang di Valkyrie, kecuali dua bosku.”

Blam. Pintu ditutup. Meninggalkan Veranda yang terdiam menatap pintu, berharap Riskha kembali membukanya dan mengatakan bahwa ini semua hanya bercanda. Namun yang didengarnya adalah deru suara mobil yang bergerak menjauh dari kamarnya.

***


Shania yang baru saja mendengar penjabaran realisasi rencana mereka dari Saktia dari telepon, tersenyum puas. Tidak ada lagi yang bisa lebih membahagiakannya selain fakta bahwa Valkyrie Management mulai berjalan menuju kehancurannya. Karena setelah itu Tristan akan menyerah dan jatuh ke pelukanku, mengabdi kepadaku dan menjalani kehidupan bersamaku, batinnya. Shania tertawa senang saat skenario itu terpapar jelas di pikirannya.

Namun sehabis itu Shania terdiam. Dia baru ingat sesuatu. Dengan cepat dia menghubungi penjaga di lantai bawah.

“Jangan ada yang ganggu saya untuk setengah jam ke depan. Jangan ada yang berani mendekati kamar saya.”

“Baik, Bos.”

Kemudian Shania menuju meja kecil di samping tempat tidurnya, membuka laci dan mengambil ponsel. Ponsel khusus. Ponsel yang hanya menyimpan satu kontak dan hanya boleh dipakai untuk hal yang sangat penting saja. Termasuk seperti saat ini. Rencana sudah dijalani dengan baik. Proses takeover sudah berhasil dilakukan. Ini adalah prestasi. Ini adalah bukti aku bisa membawa keberhasilan di The Detourne.

Ini harus dilaporkan.

Segera dia menekan satu-satunya kontak yang ada di ponsel tersebut. Nada sambung mulai terdengar. Shania duduk tegak di kursi kebesarannya. Tubuhnya kaku. Seperti seseorang yang akan diwawancara. Shania bahkan tidak berani menggoyang kakinya, seakan hal tersebut akan kelihatan oleh lawan bicaranya.

“Ya?” Suara berat wanita terdengar di ujung telepon.

“Tolong izinkan saya berbicara dengan… Tuan. Saya ingin melaporkan progress takeover The Detourne.” Suara dan intonasi bicara Shania benar-benar tidak seperti Shania yang arogan dan elegan. Bicaranya benar-benar sopan.

Setelah hening beberapa saat, wanita di ujung telepon akhirnya merespon, “Tunggu.” Terdengar suara panggilan dialihkan ke saluran lain. Jantung Shania semakin berdegup. Ini kali kedua dia berbicara dengan pimpinan tertinggi Detourne Empire, seseorang yang tidak akan bisa ditemui atau bahkan sekedar ditelepon, kecuali untuk hal-hal yang sangat penting. Shania harus bisa membuktikan bahwa keberhasilannya sejauh ini layak untuk dilaporkan ke pimpinannya itu.

“Ya?” Sekarang giliran suara seorang pria menyahut. Shania mengejang, namun dia cepat-cepat menenangkan dirinya.

“Selamat siang Tuan. Saya Shania Junianatha, ingin menyampaikan keberhasilan takeover talent Valkyrie ke Detourne. Saat ini artis yang paling terkenal dan bertalenta, Tania Dara dan Neo Girls, sudah berhasil bergabung dan baru saja selesai dibuatkan kontrak yang tidak akan bisa membuat mereka keluar dari Detourne. Setelah ini saya akan mencari la-“

“Sudah itu aja?” Pria di ujung telepon memotong.

Shania tergagap, “S-sudah, Tuan.”

Tut. Sambungan terputus. Shania bernafas lega. Akhirnya dia selesai melaporkan keberhasilannya. Setidaknya sang Tuan akan mengingat Shania dan kalau beruntung, Shania akan diberikan posisi yang lebih dari ini. Saat Shania akan memasukkan kembali ponsel tersebut ke dalam laci, ponsel itu kembali bergetar. Tuan menelpon lagi. Shania tertegun dan langsung menekan tombol hijau.

“Saya, Tuan.”

Tapi yang terdengar suara wanita yang menerima teleponnya tadi.

Tuan titip pesan.”

“Ya, saya mendengar.” Jantung Shania yang tadi sudah berdegup normal, kembali berdetak cepat.

“Pesan Tuan.. Hati-hati dengan lawanmu.”

Sebelum Shania bisa menjawab ‘Baik.’, telepon sudah diputus.

***
 
Terakhir diubah:
baru sadar ni ceritaupdate setelah lama btw sekarang banyak member baru gak di ikutin di ini cerita ?
 
CHAPTER 41: OM MINMON (2)


“Jadi ngerti ya? Lubang meki yang kamu-kamu punya itu, tugasnya untuk merangsang syaraf penis, untuk mengeluarkan isinya, yaitu sperma. Dan penisnya harus dalam keadaan tegang. Makanya gimana caranya, kamu pake mekimu itu untuk ngeluarin sperma suamimu nantinya. Masalah nanti spermanya ngeluarin dimana, apa kecampur dengan sel telurmu, ya beda lagi. Tapi inget, kalo kamu having sex, kamu juga harus nikmati. Jangan cuma mau muasin suami aja. Btw pernah nonton bokep?”

“Ng-ngga pernah, Om. Malu hehehe.”

“Ya emang ga usah ditonton. Ga baik. Kalo kamu-kamu abis nonton jadi sange, susah ngelampiasinnya. Masturbasi juga bukan pilihan. Jangan masturbasi deh. Ga bagus.”


Beby - Yoriko - Sevira

Tiga remaja SMA di depan Om Minmon manggut-manggut mengerti. Bel pulang sekolah baru saja setengah jam lalu, namun tiga siswi tersebut, masih lengkap dengan seragamnya, sudah duduk di ruang privat salah satu restoran besar mall ibukota. Berbagai hidangan sudah disajikan di depan mereka dan siap untuk disantap. Ketiga siswi itu merasa masakan yang dihidangkan terlalu banyak dan bertanya-tanya apakah mereka sanggup menghabiskan semua itu. Melihat ketiga anak remaja yang bingung sambil terpana menatap masakan-masakan mahal itu, Om Minmon melengos,

“Eh kok pada diem? Ini dimasak bukan untuk dipelototin, kali. Santai aja, mau ngambil yang manapun terserah.”

“I-iya, Om. Baru kali ini soalnya liat makanan sebanyak dan semewah ini hehehe.”

“Hehe iya Om, minggu lalu baru lewat, sambil mikir kapan bisa makan disini. Eh sekarang Om Minmon ngajak kesini hehehe.”

“Terima kasih ya, Oom..”

“Om Mino lho, ngajakinnya ke restoran mahal mulu. Kami jadi enak hehehe..”

“Udah-udah makan dulu. Kalian ini udah tiga kali makan-makan sama Om masih aja kaku.”

“Oke deh, Om.”

Sembari makan, Beby dan Yoriko, dua remaja yang paling jauh posisi duduknya dengan Om Minmon, berpandang-pandangan sambil memberi kode. Setelah beberapa saat berbisik, akhirnya Beby bertanya,

“Om, Om Minmon udah punya keluarga? Istri, anak, gitu?”

Om Minmon berhenti menyesap supnya dan menoleh, “Ngga, Om ngga nikah. Males berkomitmen keluarga gitu.”

“Ooh gitu.”

“J-jadi Om, kalo lagi ‘pengen’, gimana dong?” Yoriko gantian bertanya.

“Ya cari aja.” Jawab Om Minmon mengambang.

Beby dan Yoriko kembali saling melempar kode. Sementara Sevira, yang sudah tahu maksud percakapan mereka, cuek dan menikmati Cordon Bleu-nya.

Beby akhirnya menarik nafas dan memberanikan bertanya, “Om, kalo kami jual keperawanan kami ke Om, Om mau ga?”

Kali ini Om Minmon meletakkan sendoknya dan menoleh ke Beby, Yoriko dan Sevira bergantian. Setelah menatap mereka agak lama, Om Minmon bertanya, “Emang kamu mau beli apa makanya sampe jual keperawanan?”

“iPhone X, Om hehehe.” Beby cengengesan dan merasa tidak nyaman. Mendengar itu Om Minmon hanya menghela nafas.

“Kalian bertiga? Pengen jual keperawanan? Demi iPhone X?” Ketiga remaja tersebut terdiam.

“Beby sama Yoriko aja, Om. Aku mah ga ikut-ikut.”

“Ah kamu mah kemaren katanya pengen nawarin ke Om juga.”

“Ih kamu diem dong ngapain bilang-bilang sih.”

Om Minmon yang melihat kelakuan tiga anak zaman sekarang ini hanya mengusap botaknya yang licin. Setelah mereka tenang, Om Minmon berkata,

“Gimana kalian bisa menghargai diri kalo harta di tubuh kalian yang paling berharga kalian hargai dengan… iPhone? Like, seriously? Oowh Om ngerti. Karena tadi kita ngomongin hubungan sex, kalian jadi mikir Om ini mesum dan pengen beli keperawanan kalian, begitu?” Kali ini Beby, Yoriko dan Sevira tidak berani menatap Om Minmon.

“Hey kalian, Om kasitau, Om bisa membayar pelacur manapun, bahkan yang masih perawan sekalipun kalo Om pengen. Om nih ya, dengan duit dan koneksi yang Om punya, bisa beli keperawanan anak SMA manapun kalo Om pengen. Tapi yang perlu kalian tau, walaupun Om ini bukan wanita, Om tau kehidupan sebelum dan sesudah keperawanan direnggut gimana bedanya. Kalian pikir setelah keperawanan kalian jual dan kalian berhasil beli iPhone, selanjutnya kalian akan bahagia? Percaya deh sama Om, ga sesimpel itu. Bakal ada yang berubah dalam diri kalian. Gimana kalian bersikap terhadap tubuh sendiri, bagaimana kalian bersikap terhadap masa depan, bahkan bagaimana kalian bersikap ke orang lain, pasti akan berbeda.”

Listen to me, you three. I’ve seen many things more than you can imagine. Jangan. Jangan pernah jual keperawananmu, ke siapapun, yang bahkan bisa bayar.” Lima menit lalu suasana masih hangat, sekarang berganti menjadi kaku.

“Hey, Om ngga marah atau gimana. Lanjut makan gih. Keburu dingin makanannya, ga enak ntar.”

“B-baik, Om.” Mereka menurut, melanjutkan makan dalam diam. Sementara Om Minmon mengeluarkan ponselnya untuk melihat chat yang masuk.

[MELODY] Om, dimana?

Om Minmon pun membalas pesan tersebut. Dia juga mengetikkan beberapa pesan baru.

Setelah setengah jam berlalu dengan suasana yang kembali dicairkan Om Minmon, mereka berempat selesai makan siang. Tiba-tiba seorang pelayan masuk dan berkata ke Om Minmon,

“Pak, pesanannya sudah datang.”

“Iya bawa masuk kemari.”

Beby, Yoriko dan Sevira melihat siapa yang masuk dan terbelalak tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Pelayan membawa nampan namun bukan berisi makanan, melainkan tiga kotak ponsel iPhone yang masih tersegel plastik.

“Letakin di sini.”

“Baik Pak. Kalau begitu saya permisi dulu.”

Om Minmon meraih satu persatu kotak iPhone itu dan menyuruh, “Nih, ambil satu-satu.” Beby, Yoriko dan Sevira langsung menghambur ke Om Minmon dengan agak ricuh.

“Astagaa Om ini seriusan Oomm?”

“Om ini beneran apa aku lagi mimpi nih.”

“Om om terima kasih banyak ya Oom Mino..” Mereka pun langsung merangkul Om Minmon. Om Minmon hanya bisa terkekeh melihat kelakuan ketiga siswi yang sudah dipeliharanya sebulan itu. Setelah mereka kembali ke kursi masing-masing dengan rasa tidak percaya yang masih tergambar di wajah mereka, Om Minmon berpesan,

“Om ga mau tau. Dengan iPhone itu Om mau liat kalian harus jadi orang yang lebih baik lagi. Prestasi di sekolah harus bagus, kalo bisa ikuti lomba-lomba, produktif, lakuin hal berguna.”

“Siap, Om” mereka menjawab kompak.

“Bagus, Om tunggu hasilnya. Kalo ada yg bingung soal registrasi dan lainnya kalian ke toko iBox lantai 5 aja, Om udah kabari tadi.”

“Om bener-bener deh makasih banget ya Om. Kami ga tau cara balasnya.”

“Santai aja. Yaudah kalian lanjut jalan sana. Om mau ketemu temen lagi.”

“Oke deh Om terima kasih ya untuk jamuan dan iPhone-nya.”

Tak diduga mereka mencium pelipis Om Minmon sebelum berlalu dari ruang private itu. Namun setelah beberapa saat, Yoriko berbalik ke ruangan itu dan berlutut di depan Om Minmon, “Om, I know you’re a good guy. Tapi tawaranku soal keperawananku ga berubah. Yang berubah cuma, kali ini aku ga minta apa-apa. Aku…” Yoriko mencengkram pelan paha Om Minmon

“Aku cuma pengen jadi peliharaannya Om Mino.” Yoriko mencoba tersenyum semanis mungkin. Om Minmon terbahak.

“Bahaha dasar anak zaman sekarang. Pulang ke rumah sana. Ntar dicariin orangtuamu.”

Yoriko pun keluar. Tapi Om Minmon tahu, Yoriko dan dua temannya, tak akan pernah pulang ke tempat yang mereka sebut ‘rumah’. Om Minmon sudah mempelajari latar belakang mereka sebelum akhirnya mantap memilih mereka menjadi peliharaan, informan sekaligus agen pribadinya. Remaja-remaja yang tumbuh dengan perceraian, rumah tangga yang jauh dari harmonis dan pelarian yang tidak benar. Untungnya mereka masih bisa diselamatkan. Om Minmon masih bisa menyadarkan mereka tentang pentingnya pendidikan dan masa depan. Dan satu hal terpenting, setelah mempelajari mereka Om Minmon mendapati bahwa tiga gadis ini punya potensi. Kecerdasan dan kemampuan, untuk menjadi agennya.

“Di saat Valkyrie lagi carut-marut gini Om masih bisa ya goda-godain siswi SMA. Pake beliin iPhone pula.”

Om Minmon menoleh ke sumber suara. Melody sudah berdiri di pintu ruang makan privat dengan tas Gucci hitam menggantung di lengannya.

“Carut-marut gimana? Yang diambil cuma Tania dan Neo Girls kok. Kita masih banyak talent yang berkualitas. Ya biarin aja lah.”

Melody tidak percaya dengan apa ya didengarnya dan mulai naik pitam, “Om kok bisa ya ngomong gitu?! Om sadar ga Tania dan Neo itu talent kebanggaan kita. Ikon Valkyrie. Talent paling terkenal di Indonesia. Orang pedalaman sana juga pasti kenal mereka. Om ga ingat revenue kita melonjak hanya karena kontrak mereka? Om gimana sih.”

Tanpa menoleh lagi ke Melody Om Minmon menggumam, ‘Hey, remember whom you’re talking to.”

Melody yang sudah malas berbicara lebih lagi, akhirnya melengos dan meninggalkan ruang makan itu. Setelah memastikan tidak ada lagi orang di sekitar ruang itu, Om Minmon memilih satu kontak di ponselnya untuk ditelpon. Setelah beberapa nada panggil,

“Erin, gimana permintaanku?”

***
 
Terakhir diubah:
Itu om minmon menjalankan rencana yang diminta ke Erin ya om :pandajahat:
 
CHAPTER 42: BANGKIT!

“Halo?”

Ketika mendengar suara itu, tangis Veranda pecah. Tangis yang sudah untuk ke berapa kalinya dalam beberapa hari yang berat ini. Suara yang sangat dirindukannya, apalagi untuk kondisi seperti ini. Suara yang ingin membuatnya pulang, namun tidak bisa. Suara seseorang yang selalu menjadi tempat bersandarnya.

“Lho ini Jessica? Nak? Nak? Kenapa kamu nangis?”

“Ayahh huhuhu.. Ayahh..”

Sang ayah bingung, apa yang terjadi dan menimpa putrinya sampai menangis seperti ini. Namun nalurinya sebagai seorang ayah menyuruhnya tetap tenang dan menunggu putrinya puas menangis untuk bisa berbicara. Sang ayah hanya bisa menenangkan Veranda yang masih terisak.

“Sudah Nak, coba cerita ke ayah. Ayah dengerin.”

Saat ini yang Veranda benar-benar butuhkan adalah orangtuanya, walaupun hanya dalam suara. Dan untungnya dia masih bisa menelepon ayahnya. Segera setelah tangisnya reda, Veranda langsung menanyakan hal penting.

“Ayah, ayah ada didatangi orang yang dulu ngajak Jess ke Jakarta?”

“Ndak ada, Nak.”

“Ayah lagi dimana sekarang?”

“Pas lagi pulang ke rumah untuk makan siang. Ada apa ini sebenarnya Nak?”

Mulailah Veranda menceritakan hal-hal yang terjadi belakangan ini, diselingi dengan isak tangis. Termasuk sikap Riskha yang berubah dan keberadaan Veranda sekarang. Ayahnya hanya diam mendengarkan sampai cerita Veranda selesai.

“Ayah gimana ini huhuhu.. Ayah aku ga sanggup.. Aku mau pulang huhuhu..”

“Nak, anakku, sudah sudah, jangan nangis lagi. Ibumu disini juga jadi ikut nangis karena denger kamu nangis.”

“Jess, kamu mau dengar cerita ga?” Veranda bingung kenapa ayahnya tiba-tiba berkata seperti itu.

“M-maksud Ayah?”

“Ayah mau kamu dengar cerita tentang kamu yang belum pernah Ayah ceritakan. Jadi pas kamu lahir, kami belum berikan kamu nama. Bahkan kakek juga belum beri nama karena belum ada ilham. Tiba-tiba teman kakek saat dulu berlayar, Wolfgang, orang Portugis yang bisa ngeramal itu, kamu ingat ‘kan? Dia datang ke rumah dua hari setelah kamu lahir. Saat lihat kamu, si orang Portugis itu bilang sesuatu. Ayah ga ngerti apa katanya, wong bahasa inggris. Ayah tanya kakekmu, kakek bilang, ‘Kalau belum dikasi nama boleh saya usul nama? Bagus kalau namanya Jessica Veranda.’ Makanya untuk orang desa seperti kita, nama kamu terdengar modern hahaha.” Ayah terbahak sendiri saat bercerita. Veranda jadi sedikit tenang, namun belum paham mengapa Ayahnya bercerita di saat seperti itu.

“Kamu tau kenapa dia memberi namamu seperti nama barat? Karena saat melihat kamu, dia bilang ke kakek, kamu itu seperti anak yang lahir di negaranya.”

“Tapi ada satu hal lagi yang dia bilang dan sampai sekarang Ayah ingat. Dia bilang kalau kamu akan tumbuh jadi anak yang tangguh. Kehidupanmu tidak akan di desa saja. Kamu akan menjelajah lebih luas. Makanya pas kamu diajak ke Ibukota, Ayah percaya ramalannya tepat. Dan ayah juga percaya: kamu, anakku, memang seseorang yang tangguh.

“Pendidikan Ayah cuma sampai SMA, itu juga tidak tamat. Ayah tidak terlalu paham apa yang kamu hadapi sekarang. Yang Ayah tau dari ceritamu, kamu sekarang sedang difitnah. Bangkit, sayang. Kamu pasti bisa. Ikuti kata hatimu. Ayah Ibu disini berterima kasih banyak ke kantor tempat kamu kerja, udah beri kami banyak bantuan. Mereka orang baik, kayak kamu juga orang baik. Jangan biarkan orang baik saling salah paham.”

Kata-kata sang Ayah benar-benar menghangatkan hati Veranda, memberi energi dan semangat baru. Keberanian mulai menyala dalam hatinya. Ayahnya benar. Veranda tidak bisa tinggal diam saja membiarkan dirinya difitnah untuk kesalahan yang tidak dia lakukan. Veranda harus menyusun strategi walaupun dia seorang diri sekarang. Tanpa ada yang membantu, bahkan Riskha sekalipun. Seperti yang Ayah bilang, orang-orang di Valkyrie adalah orang baik, namun ada seseorang yang ingin Valkyrie hancur. Dan Veranda harus mencari tahu siapa. Segera saja setelah menyelesaikan telepon dengan Ayah Ibunya, Veranda mulai mengeluarkan isi tasnya dan tas yang diberikan Riskha.

Uang, baju, buku catatan, dan beberapa barang lainnya diserakkan Veranda di meja. Hari itu dia putuskan untuk menghubungi seseorang yang bisa dia percaya, untuk bisa menjadi mata dan telinganya di Valkyrie. Veranda mulai membuka-buka catatan untuk melihat beberapa nomor yang dia sempat catat saat ponselnya tertinggal di meja kerja. Saat membolak-balikkan kertas catatan, pandangannya tertumbuk pada satu deretan kode. Kode yang asing, namun Veranda yakin itu penting untuk dicaritahu. Veranda berusaha mengingat kapan dan dimana dia mencatatnya.

K33.833.88.SR.

Veranda tersentak. Dia ingat. Itu adalah kode yang Veranda sempat intip di layar ponsel Nabilah saat mereka rapat. Saat Nabilah janji untuk menghadiri rapat kedua namun sampai rapat ketiga dia tidak hadir. Veranda iseng mencatatnya karena entah kenapa saat itu dia ingin mencaritahu artinya. Veranda memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam. Everthing happens for a reason. Apa yang kemaren iseng dicatatnya kini bisa menjadi titik awal penelusurannya.

Apa artinya kode ini? Apakah Nabilah benar-benar seperti yang dicurigakan?

***

Ruang Santa Marta. Lantai 2 ujung lorong.

Sudah dua jam berlalu, namun wanita itu belum juga beranjak dari samping tempat tidur. Tangannya menopang dagu yang mulai berat akibat kantuk. Dia benar-benar tidak tahu harus sampai kapan menunggui seseorang yang berbaring di depannya untuk bangun. Wanita itu hanya berharap pengorbanannya untuk menjaga pasien dan kerahasiaannya berbuah hasil, sekecil apapun itu.

Dan kali ini, sepertinya malaikat mau mendengarkan doanya.

Tuk. Sentuhan halus menyenggol pelipisnya. Wanita itu tersentak ketika menyadari seunjuk jari mengetuk lemah kepalanya. Pasien itu menggeleng perlahan mencoba menggapai kesadaran. Tangannya yang dibebat penuh perban bergerak-gerak kecil. Wanita tersebut langsung berlari keluar.

“Pak! Pak! Dia udah sadar!”

“Hah serius??!”

Mereka menghambur kembali ke ruang pasien. Walaupun belum bisa berkata satu patah kata, mereka bisa melihat pasien yang terbaring itu sudah meraih kesadarannya, walau belum sadar penuh. Tarikan dan hembusan nafasnya sedikit memburu. Layar monitor EKG menunjukkan detak jantung yang meningkat. Matanya perlahan membuka.

“Dia benar-benar… sadar?”

“Setelah divonis kemungkinan hidupnya cuma 10%. Ya.”

Pria berumur itu menatap pasien di depannya. Sedikit rasa tak percaya masih menggelayut di hatinya. Namun yang dilihat oleh mata kepalanya sendiri tidak bisa dibohongi.

“Orang ini… benar-benar niat untuk hidup.”

***

Buk! Buk!

'Foto Bugil Dua Pegawai Valkyrie Management Beredar Luas'

Buk! Dak!

'Adanya Skandal Lesbian Antar Pegawai, Benarkah?'

Beg! Bugh!

'Tania Dara dan Neo Resmi Pindah ke Detourne. Indikasi Bukti Kepemimpinan Tristan Melemah.'

Buk! Buk! Duak!

'Valkyrie di Ambang Kehancuran!'

Duaakk!

“Brengsek!!”

Raungan Yona membahana mengisi ruang dan lorong yang gelap nan sepi. Rentetan judul berita yang mengganggunya kembali teringat. Punggung kakinya sudah memar membiru namun sedikitpun tidak digubris. Peluh membasahi kaos hitam tanpa lengannya. Samsak tinju yang sedaritadi dihajarnya kini berhenti berayun.

Setidaknya emosinya sudah terluapkan. Untuk saat ini.

Pukul dua pagi.

***

Di depan rumah sederhana berdinding kayu dan beratapkan seng, Arman dan Gino kembali memandang sekitar. Suasana jalan yang sepi, minim kendaraan bermotor roda dua apalagi roda empat. Panas yang menyengat, walaupun mereka sudah berteduh di bawah pohon.

“Oke semuanya sudah dipastikan. Telepon Boss!”

“Oke, Bang.”

Gino segera menelepon Saktia. Tak lama sambungan terhubung.

“Bos, lapor, langsung dari kampung halaman tiga orang itu, kami dapati mereka memang warga sini. Dari penjelasan anggota keluarganya, mereka memang baru saja pergi sebulan yang lalu dari sini untuk mencari kerja ke Jakarta. Sebelumnya mereka hanya nelayan dan pekerja kasar untuk pembangunan daerah sini. Tidak ada yang istimewa.”

“Oke bagus.” Respon Saktia dari ujung sambungan telepon.

“Artinya Bos?”

Saktia diam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Mereka layak direkrut.”

“Siap Bos. Untuk pertemuannya nanti kami atur pas kami udah sampe Jakarta.”

“Oke.”

Klik. Sambungan terputus.

“Gimana udah kelar? Apa kata bos?”

“Tugas kita udah kelar, Bang. Bos Saktia mau rekrut mereka.”

“Oke, ayo balik hotel. Gue males panas-panasan begini.” Dan lagi, Arman sudah tidak sabar lagi menikmati Yuvia yang sengaja dia bawa.

***
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd