CHAPTER 39: THE TURNCOAT
Saktia berjalan menyusuri koridor lantai 19 Hotel Royale, sampai akhirnya berhenti di depan ruang pertemuan kecil. Dari balik ruangan terdengar sayup-sayup suara tawa dan obrolan. Segera setelah Saktia membuka pintunya, dia mendapati riuh rendah suara memenuhi ruangan yang berisi meja bundar dengan kursi-kursi mengelilinginya. Ruangan berdinding karpet yang dapat meredam bunyi-bunyi di dalamnya. Saktia memandangi satu-persatu orang yang sudah terlebih dahulu datang. Hampir semua. Tinggal satu orang lagi.
“Wah Bos kita akhirnya datang.”
“Selamat datang Bos!”
“Sini Bos kami sudah siapkan kursi buat Bos.”
“Bos mau minum apa? Kami udah siapkan juga.”
Saktia duduk sambil terkekeh mendengar omongan mereka. Sambil menaruh tas coklatnya, Saktia berdehem dan akhirnya ruangan itu tenang.
“Berarti tinggal Arman yang belum datang ya.”
“Betul Bos.”
“Oke. Bagus.
Have you all had your dinner?”
“Sudah Boss! Wah kami bener-bener dimanjain sama Boss ini hehehe.” Ujar Bapak yang sudah cukup berumur di seberang Saktia.
“Betul Boss. Kami ga ngerti lagi cara balas kebaikan Boss ini. Ini udah lebih dari bayaran kami hehehe.”
“Oh begitu ya? Sudah lebih dari bayaran tugas kalian ya?” Saktia tersenyum penuh arti sambil memandang satu persatu para bawahan pribadinya. Para pegawai Valkyrie yang berhasil dia beli loyalitasnya dan dia pastikan tidak akan buka mulut soal akuisisi talent andalan Valkyrie yang terjadi pagi tadi.
“Salah ngomong kan lu! Banyak omong sih!” senggol pria yang lebih muda di samping pria berumur tadi sambil berbisik.
“
No no, it’s okay. Tidak apa-apa kok. Saya ingatkan ke kalian, semua yang saya berikan ini, tidak akan sebanding dengan tugas yang sejauh ini kalian tuntaskan dengan baik. Semua yang kalian nikmati malam ini, adalah hasil pekerjaan kalian. Nikmatilah.” Para pria yang mengelilingi meja bundar tersebut tersenyum puas. Tugas mereka sejauh ini sudah berjalan sukses. Sesuai dengan rencana.
“
Heeyy am I too late?” orang terakhir yang ditunggu akhirnya datang. Arman, ketua tim IT yang tadi siang ditugaskan Melody untuk memeriksa database, masuk dengan percaya diri. Di wajahnya terpampang rasa senang setelah sukses menjalankan bagiannya.
“Bisa kita mulai rapatnya?” tanya Saktia saat Arman sudah duduk nyaman.
“Sudah Boss.”
***
“Oke, pertama saya ucapkan selamat ke kita semua karena udah jalanin tugas masing-masing dengan baik. Saya benar-benar senang, dan sesuai janji saya sudah memberikan imbalan ke rekening masing-masing. Dan saat ini kalian juga sudah menikmati fasilitas yang juga merupakan hasil kerja keras kalian.”
“Saya berterima kasih untuk Arman yang berhasil memanipulasi histori database. Saya berterima kasih ke Pak Dikin yang berhasil diam-diam memasukkan cetakan database ke kamar Veranda.”
Saktia mulai serius, “Nah pengumuman penting untuk malam ini. Karena ke depannya pekerjaan bakal lebih rumit, saya merasa tim kita perlu tambahan orang. Oleh karena itu,’ Saktia memandangi satu-persatu para pria di sekitarnya sebelum melanjutkan,
“Saya berencana akan menambah mata-mata. Dan target saya adalah tiga pekerja baru yang merupakan saudara Simon, yaitu Pak John, Pak Toni dan Pak Pur. Arman, Dikin, Gino, kalian saya tugaskan untuk memeriksa latar belakang mereka. Pekerjaan mereka sebelumnya, keluarga mereka, tempat tinggal sekarang, dan apapun terkait mereka. Pastikan status mereka apakah bisa bergabung dengan kita atau justru berbahaya. Kalau memang perlu untuk periksa kampung mereka di timur sana, lapor ke saya biar saya yang fasilitasi. Mengerti kalian?”
“Mengerti, Boss.”
“Bagus, laporannya saya harapkan secepatnya.”
“Dan yang lainnya, saya instruksikan untuk…” semua mendengar dengan penuh perhatian dan rapat rahasia para pembelot itu pun berjalan dengan senyap.
***
Setelah semua keluar dari ruang rapat kecil tersebut dan pulang ke rumah masing-masing, kini tinggallah Saktia dan Arman. Saktia bangkit berdiri untuk mendekati Arman. Matanya menatap mesra pria yang paling diandalkannya dalam tim rahasia bentukannya itu.
“Tadi pagi adik kelasmu itu panik nelpon aku. Karena aku udah pegang ekornya, dia udah ga bisa ngapa-ngapain lagi hahaha.”
“Hahaha si Rio bodoh itu. Betul kan dugaanku, dia ga cukup cerdas untuk gabung tim rahasia ini. Selama video itu kamu pegang, kamu suruh gantung diri pun pasti nurut dia itu hahaha.”
“Hahaha! Okey,” jemari Saktia mulai meraba paha menuju selangkangan Arman, “karena tugasmu paling krusial dan bisa dengan baik kamu kerjakan, aku udah siapkan pelepas dahaga untuk juniormu ini, sesuai dengan
requestmu.”
Arman terbahak, “Bahaha
that’s why I love you Boss. Boss tau aja kemauanku!”
“Yasudah kamu ke kamar 1901 di ujung koridor ini. Ini kartu kamarnya.” Saktia menyerahkan kartu putih dengan logo Hotel Royale tertera di tengahnya.
“Mantapp Bosku! Saya izin dulu ya Boss. Junior udah berontak nih daritadi hahaha!”
Arman dengan cepat menghilang dari ruangan. Kini tinggal Saktia sendiri di ruang rapat kecil. Perlahan dia mengambil ponselnya dan menghubungi Gino yang malam ini sengaja shift malam untuk mengubah video CCTV agar tidak merekam aktivitas Saktia kembali ke kamar.
Nah. Akhirnya beres tugasnya dari Shania untuk malam itu. Dia puas melihat para bawahannya yang dia beli kesetiaannya itu berhasil mengerjakan tugas dengan baik. Dasar para pria, batinnya. Gampang dibeli dengan uang dan wanita. Sebutkan nominal yang tidak bisa mereka tolak, dan langsung sediakan wanita semok di depannya, maka kesetiaannya bisa kubeli. Saktia benar-benar puas dengan pencapaiannya sejauh ini.
***
Srek. Tit!
Lampu hijau menyala tanda pintu kamar hotel sudah tidak terkunci. Aroma pewangi kamar menyambut Arman yang masuk dan mendapati gadis manis dan sedikit pendek sudah duduk menunggunya. Seragam putih abu-abu masih membalut tubuh mungilnya. Mulutnya sibuk mengecap dan mengulum permen. Wajahnya yang sedikit kekanak-kanakan dengan rambutnya yang panjang membuat Arman sudah tidak mampu lagi menahan nafsunya. Namun Arman memilih untuk sedikit bermain-main dengan hadiah untuknya ini.
“Hai, kamu siapa namanya?”
“Cindy Yuvia, Om.”
“Ohh namamu bagus ya. Udah pernah ngentot belum?”
Yuvia kaget. Belum ada semenit dia sudah ditanya langsung seperti itu. Namun Yuvia tetap menjawab walaupun terbata-bata, “Hah–eh ngg u-udah Om.”
“Sama siapa?”
“P-pacar, Om.” Yuvia sebenarnya tidak nyaman ditanyai seperti itu, namun dia sudah diinstruksikan dari Saktia langsung untuk melayani apapun permintaan Arman. Ketika dia melihat tumpukan uang bayarannya sekaligus ancaman yang didengarnya dari Saktia, niat Yuvia untuk melawan sudah hilang sejak tadi sore.
Arman memandang kembali tubuh gadis remaja di depannya. Rambut panjang, wajah pemalu, minim pengalaman sex, dan yang paling sesuai dengan permintaaannya: bertubuh kecil namun berpayudara besar. Saat Arman masuk kamar perhatiannya langsung terfokus pada dua gundukan besar yang membusung di balik seragam putih Yuvia. Aduh Boss Saktia ini benar-benar hebat bisa dapat gadis yang sesuai
requestku ini, batin Arman girang.
“Ooh sekarang masih pacaran?” Tanya Om Arman kali ini sambil merangkul Yuvia, tangan kirinya mengelus paha mulus di balik rok mini Yuvia, sedangkan tangan kanannya meremas-remas pelan buah dada Yuvia.
“U-udah ng-ga, Om.” Yuvia sudah mulai merasakan nafsunya naik. Permen yang diberikan Saktia mulai menunjukkan efeknya.
“Wah wah enak banget tuh cowo ya. Abis ambil perawanmu minta putus? Minta dihajar dia itu ya, Sayang.” Tangan Arman tidak berhenti bergerilya di tubuh Yuvia.
“Ng, iya Om ahh.”
“Wah berarti Om yang kedua nih ya?”
“Iya, Om..”
“Wahh berarti Om beruntung ya hehehe…”
Yuvia hanya diam saja menunggu akan diapakan tubuhnya. Sementara Arman kini sudah berhasil menelusup ke balik seragam SMAnya dan mengusap-usap puting payudaranya. Yuvia menggigit bibir bawahnya, menahan sensasi geli nan nikmat. Arman menghirup sedikit aroma badan mainannya ini. Benar-benar masih orisinil. Aroma keringat bercampur sedikit parfum khas remaja membuat libido Arman tak tertahan lagi.
“Kamu tahu, aku bakal perkosa kamu semalaman ini. Siap-siap ya sayang.”
Arman berdiri di hadapan Yuvia dan tangannya menggenggam keras ujung tepi dalam kemeja Yuvia. Srak! Seketika kemeja Yuvia koyak karena ditarik dengan keras. Sekarang bagian dada dan perut Yuvia hanya dilindungi oleh kutang tipis. Dari baliknya Arman sudah dapat melihat puting payudara berwarna coklat muda dan kulit putih bersih. Tak lama, kutang menjadi korban kedua tarikan ganas Arman. Penis di balik jeansnya sudah tegang maksimal menunggu untuk menikmati vagina polos Yuvia.
Yuvia hanya bisa mengerang tatkala dada dan perutnya kini tidak dilindungi sehelai benang pun. Dia hanya bisa rebah dan kaku saat Arman mulai melepas kancing roknya dan menarik rok pendeknya ke bawah. Tampaklah apa yang diidam-idamkan Arman: selangkangan mulus merah muda tanpa sedikitpun noda. Pemandangan itu jelas baginya walaupun masih dilindungi short tipis yang ketat.
“Argh ganggu aja ini!” dengan kasar Arman menarik short tipis itu, sambil dia menyentak Yuvia yang dari tadi terdiam.
“Heh! Kamu bisa lepas baju sendiri kan?! Atau mesti aku yang buka?!”
Yuvia langsung beranjak duduk dan dengan cepat menanggalkan pakaiannya yang kini tidak ada gunanya dipakai. Kemudian Arman menggiring Yuvia untuk rebah di tengah kasur, beralaskan bantal di kepalanya, serta membuka lebar pahanya. Terpujilah bidadari di depan mataku ini, batin Arman. Mimpi apa aku semalam sampai aku bisa mendapat gadis polos nan ranum yang siap digagahi ini. Tak perlu basa-basi lagi, Arman pun dengan cepat melepaskan satu-persatu pakaiannya hingga kini dia sama dengan Yuvia: telanjang bulat dan siap untuk bersenggama.
Yuvia melihat pemandangan yang baru dua kali dia saksikan dalam hidupnya: lelaki telanjang bulat dengan penis tegang. Namun yang membedakan adalah ring hitam yang terpasang di pangkal penis Arman. Ring yang tipis namun kokoh. Arman yang melihat Yuvia terus memperhatikan ring itu, terbahak, “Kamu penasaran dengan ring ini ya? Hahaha kamu beruntung jadi gadis pertama yang ngerasain kontol yang udah kupasang ring hitam ini. Sekarang kamu perhatiin baik-baik.”
Yuvia memperhatikan kembali batang penis Arman. Kepala penis yang merah dengan kulit yang kencang, urat-urat menyembul di sepanjang batangnya dan mengerucut di sekitar ring hitam yang melingkari pangkal penisnya.
“Dan kamu rasain nanti pas kontolku ini jebolin memekmu. Pasti nikmat banget hahaha!” Arman bangga memperlihatkan hasil terapi di panti pijat vital kampungnya.
‘Kalau kamu berhasil sampai tuntas menjalankan tugas kita ini, gadis yang kuberikan nanti malam bisa kamu pakai sepuasnya. Dia bakal setia jadi budak seksmu sampai kamu bosan.’ Kata-kata Saktia siang tadi kembali datang di ingatannya. Bagus. Sangat bagus. Gadis emas seperti ini tidak boleh dibiarkan seharipun. Aku bakal menunaikan tugasku dengan baik, supaya aku setiap hari bisa menikmati ranumnya tubuh gadis remaja ini, janjinya dalam hati.
“Kamu tahu,” Arman menyeringai, “kamu ini bakal jadi budak seks ku. Kamu akan kubuat dari yang sekarang pemalu, sampai nanti tidak bisa tidur kalo belum dientotin. Siap kamu?”
Yuvia menjawab pelan, ‘Siap, Om.”
“Hahaha bagus. Untuk pemanasan buat belajar ngentot, nih rasain!” Arman menyorongkan penis ke dalam mulut Yuvia. Mulut kecilnya terbuka lebar memuat penis Arman yang termasuk berukuran besar. Yuvia langsung tersedak. Air liur tumpah dari balik bibirnya.
“Khookk! Hookk! Hoeek!” Yuvia muntah angin saat penis Arman maju mundur menikmati mulut kecilnya. Kemudian Arman menuntun tangan Yuvia untuk menggenggam serta mengurut-urut biji pelirnya. Wajah Yuvia memerah, matanya mulai berair, namun itu tidak membuat Arman mengendurkan genjotan penisnya di mulut Yuvia. Besok-besok kamu ga akan nyaman tidur sebelum ngisap kontolku ini, Arman terkekeh.
Setelah beberapa menit menggenjot mulutnya, kini Arman ingin bermain dengan bagian favoritnya. Buah dada Yuvia. Dikeluarkannya penis yang sudah basah oleh liur Yuvia, kemudian dipukul-pukulkannya ke bibir Yuvia.
“Mana lidahmu? Keluarin. Julurin cepet.”
Ceplak. Ceplak. Bunyi penis basah memukul lidah Yuvia. Arman pun beranjak ke payudara Yuvia. Dua buntalan besar payudara dihiasi puting coklat muda. Arman meremas kasar kedua belahan payudara Yuvia, kemudian memelintir tak lupa menarik-narik putingnya. Setelah puas menggerayangi payudara Yuvia, Arman menyedot putingnya. Yuvia mengerang merasakan sensasi nyeri sekaligus nikmat di buah dadanya.
“Wah enak ya nenen kamu ini! Kontolku juga pengen ngerasain nih hehehe!” Kini Arman berlutut di samping dada Yuvia, mengarahkan penisnya pas di belahan payudara. Arman meraih kedua tangan Yuvia dan menuntunnya untuk menjepit penis Arman dengan kedua payudaranya. Arman mulai memajumundurkan penisnya, menikmati sensasi geli dari gesekan penisnya dengan buah dada Yuvia.
“Ngghh Omm nggh ahh..” desah Yuvia manja. Yuvia merasa rangsangan di tubuhnya sudah mencapai klimaksnya, bahkan saat bagian selangkangannya belum disentuh. Permen yang baru saja tuntas dihisap semakin melonjakkan birahinya. Segera pahanya bergetar sebentar lalu dia terengah-engah. Hal itu tidak luput dari perhatian Arman yang langsung menertawakannya.
“Hahaha anjir! Belum diapa-apain udah keluar kamu ya! Dasar bibit hyper sex!”
Yuvia hanya tersenyum malu-malu. Dia kini sudah lebih santai menunggu tubuhnya dinikmati Arman. Dan Arman pun tidak mau terburu-buru menikmati Yuvia. Seperti yang dikatakannya tadi, Arman berencana mengagahi gadis SMA ini sepanjang malam. Dia takkan membuat Yuvia tertidur semenit pun.
Tibalah saatnya Arman menikmati lubang surga milik Yuvia. Segera Arman mengambil posisi rebah, dan menyuruh Yuvia beranjak duduk.
“Nih! Memekmu di atas aku,” Arman mengarahkan selangkangan Yuvia ke atas wajahnya, kemudian mendorong punggungnya sehingga wajah Yuvia berhadapan dengan penis tegang Arman, “Nah kamu isep tuh kontolku. Ini namanya posisi 69. Ngerti ya?!”
“Ngerti, Om.”
Yang diidamkan Arman kini terpampang di depan wajah: vagina merah muda Yuvia yang berukuran kecil dengan Klitoris yang masih kuncup, Labia Majora yang sempit namun gemuk, bahkan selaput daranya masih terlihat jelas menutupi pinggiran bagian dalam vagina Yuvia. Haha untung pacarnya bego, aku masih bisa nikmatin perawannya walaupun setengah, sorak Arman girang. Lidahnya mulai terjulur menyapu sepanjang klitoris Yuvia. Ahhh. Gurih sekali. Dia benar-benar dapat mengecap kepolosan vagina Yuvia yang bahkan tidak terpikir untuk merasakan kenikmatan senggama di umurnya sekarang.
Yuvia sedikit bingung bagaimana cara memasukkan seluruh batang penis Arman ke dalam mulutnya. Dia mengira Arman menyuruhnya untuk memasukkan sampai pangkal penis ke dalam mulutnya. Maka Yuvia pelan-pelan mulai memasukkan dan menyedot kepala penis Arman, yang membuat Arman menggelinjang. Nah bagus. Begitu. Kamu memang ada bakat jadi budak seks, Arman kegirangan. Arman tidak mau kalah. Kelegitan vagina semi-perawan Yuvia benar-benar membuatnya menggila. Lidahnya meliuk serta mulutnya menyedot klitoris, labia minora sampai lubang dubur Yuvia.
“Ahh ahhh Oomm ahh enakk! Enakk!” teriakan Yuvia menggema di kamar hotel berbintang tersebut. Teriakan yang membuat Arman semakin bernafsu menggagahinya. Tangannya kini memeluk kencang pantat bersih Yuvia. Mulutnya semakin melumat vagina Yuvia sampai Yuvia menggelinjang. Libido Arman melambung. Kini giginya menggerogoti Labia Majora vagina Yuvia, mencari-cari cairan orgasme yang mungkin meleleh keluar dari dalam lubang vagina.
Setelah puas mencicip vagina Yuvia untuk ronde tersebut, Arman mengangkat tubuh Yuvia, membalikkannya dan merebahkan ke posisi awalnya. Kini saat yang ditunggu-tunggu Arman: menikmati vagina perawan dengan penisnya. Tak terbayangkan akan bagaimana nikmatnya persetubuhan ini.
Arman perlahan mulai menggesek-gesek kepala penisnya di sepanjang klitoris Yuvia. Yuvia melenguh memohon agar penis itu cepat dimasukkan. Gadis yang sejam yang lalu masih takut dan bertanya akan diapakan tubuhnya, sekarang berubah menjadi gadis yang berharap penis besar di hadapannya bisa memuaskannya.
“Untung ya, pacar kamu itu tolol hehe. Dia belum total perawani kamu lho.”
Yuvia mengeryit. Hah jadi aku masih perawan? Tapi itu tidak menjadi pikirannya. Yang dia inginkan hanya kenikmatan sekarang. “Om, masukin Om. Yuvia udah ga tahan lagihh..”
Arman yang mendengar itu, terpana kemudian terbahak, “Hahaha dasar mental perek lu! Oke, gue mampusin lu! Lu sangka awalnya enak apa?! Hah?! Makan nih!!”
Dengan kasar dan penuh nafsu Arman menyorongkan penis tegangnya, memaksa selaput dara Yuvia terbuka, menerbitkan cuplikan darah di ujung penisnya. Yuvia merintih, Arman justru semakin bernafsu menjebol keperawanan Yuvia. Dia ingin mengajarkan kesakitan awal dalam hubungan sex.
“Heh! Mana yang tadi minta dimasukin hah?! Kok sekarang jerit gitu?! Makan nih kontol!”
“Engh engh arggh ampun Oomm.. Nghh..” Rintihan Yuvia sama sekali tidak digubris. Sampai akhirnya Arman dapat merasakan penisnya sudah lebih leluasa keluar masuk liang vagina Yuvia, walaupun belum mentok ke ujung liangnya. Arman menggenjot pinggulnya lebih cepat. Yuvia hanya bisa melenguh sambil menggenggam keras pergelangan tanggan Arman. Tidak disangkanya kenikmatan yang tadi membuatnya orgasme kini berubah menjadi perih.
Namun beberapa saat kemudian erangan sakitnya berubah menjadi desahan nikmat. Rasa nyeri di vaginanya perlahan memudar diganti rasa nikmat akibat gesekan penis Arman dengan liang vaginanya. Perutnya yang menegang kini bisa mengendur sambil pinggulnya mencoba ikut bergoyang. Matanya mengatup sambil menikmati genjotan Arman. Arman segera mengetahui perubahan tersebut.
“Hahaha udah enak sekarang ya? Abis ini lu pasti tiap hari sebelum ke sekolah minta jatah gue entotin hahaha!”
Yuvia ikut tertawa dan hal itu membuat Arman mempercepat goyangannya. Anak itu ga sadar udah bikin gue makin konak, apalagi memeknya masih sempit banget, bener-bener deh ketimpa rezeki gue, kata Arman dalam hati.
Klik gambar untuk memperbesar
Badan Amran yang dari tadi duduk tegak, kini mengambil posisi misionaris. Badannya yang besar menimpa tubuh kecil Yuvia yang kini sama-sama berkeringat. Bibirnya membabibuta mengisap dan mamagut bibir, lidah dan payudara Yuvia. Kaki Yuvia melebar dan menjuntai indah ke atas. Pinggul Arman naik turun dengan tempo yang stabil. Nikmat vagina perawan menjalar di syaraf penisnya. Kombinasi ring di pangkal penisnya dan sempitnya liang vagina Yuvia membuat penisnya menyerap tuntas kenikmatan yang meluap.
Namun karena saking nikmatnya vagina Yuvia, Arman mulai merasakan kalau sebentar lagi dia akan ejakulasi. Semakin semangat Arman menaikturunkan pinggulnya.
Ergh! Arman mengaduh. Saluran spermanya yang ditahan oleh ring hitam, membuat sperma terhambat di awal namun mengalir cepat saat melewati ring hitam, menjadikan rasa geli jauh lebih terasa daripada sebelum dia memasang ring di penisnya. Segera saja sperma Arman memuncrat kencang, menembaki dinding serviks di bagian dalam vagina Yuvia.
“Aduh tuhan enak bangeettt!” rasa enak itu berlangsung bahkan sampai semenit. Yuvia melihat dalam-dalam wajah keenakan di hadapan mukanya. Mata tertutup dan mulutnya sedikit menganga. Begini ya wajah kalo udah ngecrot, pikirnya.
Setelah beberapa menit membenamkan dalam-dalam penisnya, Arman mencabut perlahan penisnya agar sensasi terlalu geli tidak membuatnya kejang. Sambil memperhatikan penisnya yang sedikit melemas, Arman berdecak kagum,
“Gila nih Pak Bandu, terapinya benar-benar oke punya. Yuvia gimana? Enak kan kontolku?!”
“E-nak, Om. Hehehe.” Yuvia yang masih berbaring terkekeh.
“Kamu mau hamil ga?”
“Eh aku ga mau Om! Jangan hamili aku, plis aku mohon..” Yuvia mendadak panik.
“Makanya sana kamu ke kamar mandi, keluarin semua air maniku dari dalam memekmu. Inget, tanpa sisa. Kalau ada sisanya, ya bukan tanggung jawab aku ya kalo kamu hamil hahaha!”
Cepat-cepat Yuvia bangkit dan berlari menuju kamar mandi. Dengan menggunakan shower WC dia menyemprot ke dalam lubang vaginanya, berharap air keluar bersama dengan cairan sperma Arman. Setelah hampir 10 menit memastikan cairan sperma sudah keluar dan jatuh ke lubang air, Yuvia menghembuskan nafas lega. Setidaknya sudah selesai untuk malam ini, pikirnya. Namun seseorang di belakangnya tidak berpikir demikian.
“Udah selesai kan?” Yuvia dengan cepat menoleh dan mendapati Arman sudah berdiri di belakangnya, lengkap dengan penis yang sudah tegang kembali. Mampus aku.
“Kan udah aku bilang, kamu bakal aku gagahi semalaman ini hehehe. Sini kamu!” Arman meraih tubuh kecil Yuvia yang sebenarnya sudah letih, kemudian mengarahkannya untuk menungging.
Ronda kedua dimulai.
***