Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Jumpa Lagi, Rina!

bagus ceritanya enak dibacanya, jangan putus tetap lanjut sampai habis
 
11

Hari ini, aku pergi ke kantor dengan mengendarai sepeda motor baruku. Ada dua alasan kenapa aku akhirnya memutuskan untuk mencicil sepeda motor.

Pertama, aku tidak ingin terjebak dalam kondisi "sempit-sempitan" dengan Rina lagi di bus kota. Setelah kejadian terakhir yang kualami bersama Rina di kosanku, aku merasa tindakan kami sudah terlalu keluar batas. Jika mengingat betapa baiknya Aris kepadaku, aku tidak tega untuk meneruskan kebiasaan yang ganjil ini. Bukankah apa yang dilakukan Rina kepadaku sudah bisa dianggap sebagai perselingkuhan? Sebagai orang yang paham benar bagaimana sakitnya dikhianati, bagaimana mungkin aku bisa-bisanya melakukan hal ini?

Kedua, ada satu kejadian penting yang kualami terakhir kali aku naik bus kota. Aku melihat sesosok perempuan yang sepertinya kukenali. Kebetulan saat itu bus sedang tidak terlalu penuh. Ia duduk di samping jendela bus. Sinar matahari pagi dari luar jendela menyinari kerudung putihnya, membuat ia terlihat sangat anggun. Dari bibirnya yang tipis, terdengar bisikan pelan ayat-ayat suci yang dibacanya dari sebuah kitab kecil di tangannya. Aku tertegun. Ia tampak seperti bidadari.

Saat akan turun dari bus, aku sempatkan untuk menoleh ke arah wajah perempuan itu. Tanpa sengaja, wajah kami bertemu, mata kami saling bertatapan. Pada saat itulah aku yakin bahwa aku mengenal bibir itu, hidung itu, tatapan mata itu.

"Eva?" bisikku.

Namun sepertinya bisikanku terlalu lemah untuk mencapai telinganya. Ia kembali menundukkan pandangan, sementara aku bergegas turun dari bus dengan dada yang terasa sesak. Sejak saat itu, aku tidak mau naik bus kota lagi.

====

Hari ini, Rina megambil cuti. Ia bilang kepada atasannya bahwa ada acara keluarga yang harus ia hadiri. Tidak salah, tapi juga tak sepenuhnya benar. Aku tahu yang ia maskud "acara keluarga" sebenarnya adalah mengantar dan menemani Aris ke bandara. Ya, hari ini Aris akan kembali ke Australia untuk melanjutkan kuliahnya.

Tapi apakah menemani ke bandara saja sampai harus cuti seharian? Oh, tentu saja. Banyak rangkaian acara yang harus mereka lalui sebelum pesawat lepas landas. Mulai dari bercinta semalaman sampai puas, tambahan quickie sambil menunggu taksi datang, bermesraan di kursi belakang taksi, sampai ciuman perpisahan a la Rangga dan Cinta di lobi bandara.

Entah kenapa pikiranku ketus sekali membayangkan hubungan mereka. Apakah ini pertanda aku merasa cemburu?

Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa aku tak seharusnya merasa iri atau berpikiran buruk tentang mereka. Pasangan itu sudah sangat baik kepadaku. Aris adalah teman yang selalu bersedia menolongku dalam hal apa pun, termasuk dalam hal finansial. Jika aku mau, aku bisa saja memintanya agar aku bisa pindah bekerja di salah satu perusahaan milik keluarganya. Sedangkan Rina, kurang baik apalagi dia? Meski ia pacar sahabatku, gadis cantik itu bersedia membantuku dalam urusan ... seksual. Aku tahu itu aneh dan salah.

Tiba-tiba saja nada dering ponselku berbunyi nyaring. Aris. Panjang umur, gumamku.

"Ris, lo belum balik ke Aussie?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Sebentar lagi nih, kebetulan pesawatnya delay," ucap Aris.

Suara Aris terdengar berisik, ada suara keramaian bandara di balik suaranya. Selain itu, ada pula suara perempuan yang kukenali. Rina pasti ada di sebelahnya. Aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Setelah berbasa-basi tentang perjalanannya ke Australia, aku pun mengucapkan selamat jalan kepadanya.

"Oke, deh. Semoga perjalanan lo lancar. Jangan lupa balik ke Indo lagi, ya?" ucapku sambil bersiap menutup telepon, berhubung suara Rina terdengar semakin rewel di sana.

"Okay, thanks, Bro! Tapi satu lagi, nih. Gue mau pesen sesuatu," kata Aris, nyaris berbisik.

"Pesen apaan? Justru harusnya gue yang pesen oleh-oleh dari Aussie," jawabku bercanda.

"Bukan itu, gue cuma ...."

"Apa?"

"Gue cuma mau bilang, gue titip Rina sama lo, ya? Jaga baik-baik. Pokoknya gue titip dia deh," ucapnya.

"Titip, titip. Emangnya sendal pake dititip-titip," jawabku sambil meledeknya.

"Gue serius, Ji. Selama gue nggak ada, gue harap lo gantiin gue. Gue tau ini kesannya nggak bertanggung jawab banget, tapi cuma lo yang gue percaya." Suara Aris terdengar serius. Aku tidak suka ini.

"Jangan lebay, lo ah. Masa gue gantiin lo jadi pacarnya Rina. Menang banyak dong gue." Aku terkekeh.

"Terserah lo. Pokoknya apa pun itu, selama dia seneng, gue juga ikut seneng. Gue tau, kok. Lo ngerti, kan?" ucapnya pelan.

"Hah?"

"Oke?"

"O ... oke," jawabku ragu.

Tak lama kemudian, Aris menutup teleponnya. Sementara itu, aku masih terdiam, mencoba memahami apa maksud kalimat terakhir Aris tadi. Apakah aku cuma overthinking? Apakah aku cuma berpikiran yang tidak-tidak?

===

Esoknya, Rina kembali masuk ke kantor. Aku sempat berpikir kalau setelah kepergian Aris, ia akan sedikit lebih suram atau lesu. Namun ternyata dugaanku salah. Ia tetap menjadi dirinya sendiri, cerah dan menggemaskan.

"Cieee motor baru!" candanya sambil mencolek pinggangku saat kami berpapasan di lift.

"Kenapa? Mau nebeng?" tanyaku.

"Boleh?" tanyanya dengan alis terangkat.

"Boleh, tapi nggak gratis!" jawabku.

"Yaudah, berapa Bang ongkosnya? Bayar pake voucher bisa ga, Bang?" canda Rina sambil melangkah masuk lift saat pintu sudah terbuka.

"Wah, nggak bisa pake voucher, Neng. Promonya udah abis," balasku.

"Yaah, jangan gitu dong, Bang. Nanti naik motornya sambil saya peluk, deh," ucap Rina sambil senyum-senyum. "Kalau mau ngerem-ngerem mendadak juga boleh, kok," lanjutnya.

Candaan Rina itu refleks membuat pandanganku melirik ke arah sepasang buah dadanya. Pagi itu ia mengenakan kemeja berwarna toska yang kebetulan agak lebih ketat dari biasanya. Rina memang tidak memiliki payudara yang besar, sesuai dengan ukuran tubuhnya yang mungil, tetapi sepasang tonjolan itu tampak bulat dan kencang.

"Gimana, boleh nggak?" tanya Rina lagi.

"Boleh, deh, boleh," jawabku.

Pintu lift terbuka, sementara dadaku masih berdebar kencang membayangkan Rina.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd