Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[nabirongx] Kisah Winda 1

nabirongx

Suhu Semprot
Daftar
12 Feb 2016
Post
3.199
Like diterima
1.756
Bimabet
Ini adalah thread pertamaku.

Cerita ini adalah tulisanku. mudah-mudahan ada yang masih ingat dengan id yang aku gunakan ini, id yang sama yang ku gunakan di forum yang kini telah alm. Cerita ini pernah di muat pada forum yang telah alm. Aku mencoba menyajikan cerita ini kembalai dengan melakukan perbaikan-perbaikan di sana-sini.Semoga dapat di terima dan memuaskan pembaca sekalian.

Terima kasih

nabirongx




Cerita lainnya...

# # # # # # # # # # # #

KISAH WINDA 1
(Eps : kenikmatan terbalut guna-guna)
(RENEW VERSION)

Kisah ini di mulai saat Winda seorang ibu muda, 26 tahun yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak berumur 1 tahun di tempatkan di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman. Kabupaten ini terletak di Propinsi Sumatera Barat. Demi karirnya di sebuah Bank swasta pemerintah, ia terpaksa bolak balik Padang - Lubuk Sikaping tiap akhir minggu mengunjungi sang suami yang menjadi dosen pada sebuah Perguruan Tinggi di kota Padang.

Awal Winda mengenal Johan sejak Winda kost di rumah milik kakak perempuannya. Winda tidak begitu mengenal, Winda hanya menganggukkan kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik rumah tempat kostnya, Winda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang Winda kenal. Winda tahu diri sebab Winda adalah pendatang di daerah yang cukup jauh dari kota tempat Winda bermukim.
[/FONT]
Begitu juga dengan latar belakang Johan Winda tidak begitu tahu. Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka terjadi di saat Winda akan pulang ke Padang. [/URL]
Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Winda tengah menunggu bis yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul 17.50, bis tak kunjung juga lewat. Winda jadi gelisah karena biasanya bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang, Winda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari Bukittinggi.

Kegelisahannya saat menunggu itu diperhatikan oleh ibu pemilik kost Winda. Ia lalu memanggil Winda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga akan ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan berbasa basi Winda berusaha menolak tawarannya itu, namun mengingat Winda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang.

Selama perjalanan Winda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Winda ketahui bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Winda juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Winda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun memberikan tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Winda yang di besarkan dalam keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir.

Windapun bercerita juga mengenai pekerjaannya di dunia perbankan, suka dukanya dan lain sebagainya. Johan sempat memuji Winda yang mau di tempatkan di luar daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.

Winda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta.

Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Winda sempat bertanya tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya. Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia bercerai dengan lengkap, istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka menelantarkan keluarga. Padahal bagi Winda, hal itu tidaklah begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Winda sampai di dekat rumahnya di Padang.

Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.

Sejak saat itu, Winda akhirnya sering menumpang truknya ke Padang. Winda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan Johan, mereka masih dalam batas - batas yang ada dalam norma-norma masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka singgah untuk makan. Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya menjadi tanggungan Johan. Winda tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang udah gratis, makan gratis pula??

Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Winda bersama Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Winda juga ikut menumpang, lalu dari Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika jadi istri, juga sikapnya yang baik dimata ibu kost kakaknya itu. Terkadang Winda sering membawakan oleh-oleh untuk ibu kostnya jika pulang, terkadang Winda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak seberapa namun membuatnya senang.

Selama 2 bulan itu Winda selalu bersama Johan jika ke Padang. Mulailah Johan bersikap aneh. Kini dia jadi sering bicara jorok dan mesum. Juga ia mulai berani bertanya tentang gimana Winda berhubungan dengan suami…, berapa lama suaminya bisa bertahan… dan berapa kali Winda berhubungan selama seminggu... Pertanyaan-pertanyaannya ini tentu saja membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda tidak menanggapinya, dan berlalu seperti angin lalu saja Winda kadang berusaha pura-tidur tidur jika ia mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak pantas itu.. Winda bersyukur meskipun Johan mulai aneh dan bicara tentang hal-hal yang mesum itu, namun hingga saat ini Johan tidak macam macam kepadanya. Winda menyadari mungkin Johan sedang kalut karena hidupnya yang sendiri itu.

Hingga sampailah saat Winda pulang bersama untuk kesekian kalinya. Tanpa di mengertinya tiba-tiba Johan berusaha memegang jemari tangannya. Winda tentu saja terkejut dan merasa cemas…, sekaligus takut. Winda langsung menarik tangannya dari genggaman Johan.

"...“…Da jaan da, Winda alah balaki dan punyo anak ketek, apo uda ndak ibo membuek Winda kecewa (bang jangan bang.., Winda punya suami dan anak yang masih kecil, apa abang tega membuat Winda kecewa)?"” ucap Winda. Winda juga mengancam akan mengadukan perlakuan itu kepada kakaknya. Johanpun lantas menarik kembali tangannya yang menggenggam jemarinya. Winda sempat berkata padanya.
"...“…Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai (Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)"”. Sesampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda merasa kesal. Johanpun terlihat agak takut. Namun Winda mampu mengerti apa yang membuat Johan melakukan hal seperti tadi.


Sudah hampir selama sebulan ini aku tidak melihat uda Johan di rumah ini, namun truknya masih nongkrong di halaman samping rumah. Selama itu pula aku pulang ke Padang naik bis yang kadang transit pula di Bukittinggi.

Aku tidak tahu kemana ia pergi. ‘'Hmm… akan ku coba tanyakan pada ibu kost deh'.,’

"...“…Ehh.. Winda… apo kaba ko.. (Eh Winda, apa kabar)?"” ujar ibu kost saat aku menyambangi beliau di rumahnya.
"“...Elok-elok se nyo bu, ibu ba’a kaba …(baik – baik bu, ibu juga bagaimana kabarnya)?"” jawabku berbasa basi sambil melontarkan pertanyaan yang sama. Lalu kami terlibat dalam bincang-bincang yang hangat. Beliau sangat antusias menanggapinya. Suatu saat tanpa ku sadari, aku melontarkan pertanyaan,:


"...“…Biasonyo ado uda Johan bu….(biasanya ada uda Johan bu)?"” Pertanyaanku keluar begitu saja sambil aku menunjuk kepada truk yang parkir di samping rumah. Aku sendiri terkejut dalam hati setelah mendengar bunyi pertanyaan tersebut Dadaku berdebar-debar karena pertanyaan itu bisa saja di artikan. lain. Aku tak ingin menanyakan hal-hal yang dapat menimbulkan tanda tanya dalam benak beliau.
"...“…Ohh… si Johan pai manjanguak anaknyo mah…( si Johan sedang menjenguk anaknya)"” Terang ibu sambil tetap melanjutkan pekerjaannya. Tak terdengar adanya tekanan suara keanehan dalam jawaban beliau. ‘


'Uff..'‘ Aku seperti melepaskan sebuah himpitan beban yang sangat berat dari dalam dadaku. Kekuatiran atas pertanyaanku kepada beliau sirna seketika. Aku tak ingin beliau mengartikan pertanyaanku sebagai sebuah ‘perhatian’ pada uda Johan yang nantinya dapat diartikan sebagai hal yang bukan-bukan, mengingat statusku.
"...“…Ohh baitu yo…”" timpalku. Kembali kami larut dalam perbincangan yang hangat. Biasalah pembicaraan antar perempuan memang tak akan ada habisnya apabila tidak di hentikan. Dan tak lama kemudian aku kembali ke kamar paviliunku.
Aku kembali larut dalam pekerjaan dan kesibukan ku. Namun hari itu, entah kenapa moment-moment saat aku bersama uda Johan kembali terlintas dalam benakku. Pujian dan saran-sarannya padaku sangat berbekas di dalam hati. Posturnya yang tinggi besar sangat jantan sekali di mataku. Aku tersenyum sendiri mengingatnya. Pipiku menyemburat memerah.


‘…'Masih lamo ndak yo uda Johan..(masih lama ga ya uda Johan)?’'
'‘…Bilo datangnyo yo….(kapan kembalinya ya)?’'

‘…'Ambo yo bana taragak basuo uda..(Aku kangen ingin bertemu)’' Kalimat – kalimat tersebut berulangkali muncul dalam hatiku. Entah saat bekerja di kantor atau pun saat aku sendiri di pavilyun rumah kostku.

'‘…Capeklah datang ‘da…(Cepatlah datang uda ku)’' mohonku dalam hati saat tergolek memeluk guling, gelisah diatas ranjangku. Wajah berkumisnya menari-nari di pelupuk mataku.
Ya, Winda seakan dilanda rindu berat…

Hari Jumat sore itu dengan masih mengenakan pakaian kerja dan penutup kepala, Winda menurut saat diajak berangkat bersama Johan yang akan mengantarkan muatan truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah lima sore.

Lalu dalam perjalanan lelaki berbadan tegap tersebut kembali bicara, tentang hubungan laki-laki dan perempuan…, serta kodrat perempuan yang memiliki libido tersembunyi. Juga kehebatannya dalam berhubungan badan dengan lawan jenis. Winda malah mendengar dengan seksama dan sesekali memberi komentar. Mungkin saja karena lama tidak tersalurkan atau laki - laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan badan, juga mungkin bantuan obat penambah perkasaan pria, komentar Winda. Sepertinya wanita muda tersebut tidak peduli lagi akan pembicaraan mesumnya Johan.

Hingga senja…, sekitar jam 7-an mereka singgah pada sebuah rumah makan di pinggiran kota Bukittinggi untuk beristirahat sejenak sambil mengisi perut. Anehnya… Kini Winda membiarkan tangannya di gamit Johan saat mereka berjalan beriringan. Mereka makan dengan lahapnya. Dan setelah selesai mereka langsung berkemas untuk melanjutkan perjalanan.

Truk itu bergerak meninggalkan rumah makan. Saat melewati daerah Bukit Ambacang. Mungkin dikarenakan perut yang kenyang dan disertai dinginnya udara malam yang berembus melalui celah jendela truk, Winda menjadi mengantuk. Winda menyandarkan kepalanya ke kaca jendela truk, tetapi dikarenakan jalan yang tidak rata, kepala Winda sering terantuk. Lalu Johan menawarkan kepada Winda supaya tidak terantuk kaca, untuk Winda mendekat kearahnya, dan bersandar di bahunya.

"...”…Win...daripado adiek ndak bisa lalok, labiah elok cubo sanda an kapalo di bahu uda (Win, daripada ga bisa tidur , lebih baik rebahkan kepalamu di bahu abang)”" tawar Johan.
”…"...Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok – elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang.., kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik, apalagi ini malam bang)”" tolak Winda dengan halus, tidak ingin mendekat walaupun saat itu Winda telah sangat mengantuk.

Dengan sebelah tangannya Johan meraih tangan wanita muda itu dan menariknya supaya mendekat, dan makin mendekat hingga duduk mereka menjadi bersinggungan bahu.


Winda akhirnya beringsut dan merebahkan kepalanya pada bahu lelaki tersebut. Meski saat itu hati kecil Winda membisikkan bahwa hal itu sangat tidak boleh dan merupakan suatu kesalahan besar. Namun di sisi lain Winda juga merasakan dorongan keinginanyang jauh lebih kuat agar membiarkan hal tersebut terjadi. Winda terlelap sesaat.

Saat terpejam dan dalam keadaan setengah tertidur itu tanpa Winda menyadari, tiba - tiba sebuah kecupan ringan menerpa pipi dan bibirnya. Wanita muda itu kaget dan langsung bereaksi. Serta merta ia menolakkan wajah Johan dengan tangannya. Johan pun menghentikan kecupannya meskipun tangan kirinya tetap merangkul bahu Winda agar tetap rapat menempel disisinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu kirinya dan mengingatkan agar ia lebih konsentrasi kepada jalan.

"...”…Da sadarlah da, iko kan di jalan raya bisa cilako beko, caliak tu mobil lain kancang – kancang (Bang sadar bang ini jalan raya nanti bisa kecelakaan, mobil lain pada ngebut tuh)"” terang Winda mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali berkosentrasi mengemudikan truknya..

Namun, tak lama kemudian saat truk tersebut berjalan perlahan karena macet di daerah Padangpanjang, Winda yang tengah merebahkan kepalanya pada bahu Johan terkejut saat saja bibir berkumis Johan kembali menyambangi bibir tipisnya dan mengecupnya sekilas dengan tiba – tiba. Winda langsung terbangun dan menegakkan tubuhnya sambil bergeser menjauh dari Johan. Hatinya sangat dongkol, namun anehnya is tak mampu berkata – kata apalagi berbuat kasar

”…"...Eh da Johan ko ndak mangarati juo, Winda mintak jaan di ulangi, badoso da, apo kato urang beko kalau mancaliak tadi (Eh bang Johan ini tidak juga ngerti, Winda mohon jangan di ulang lagi, dosa bang apa nanti kata orang lain jika melihat kita saat itu tadi)?”". Namun, Johan sang sopir tetap santai-santai saja, seakan – akan Winda telah mengizinkan Johan untuk berlaku demikian.
”…"...Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)"” jawabnya sambil meminta maaf. Kembali wanita muda tersebut diam membisu selama perjalanan, tidak menggubris apapun yang Johan ucapkan.

Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu Winda agar kembali rebah pada bahunya. Kali ini Johan tidak lagi menciumi Winda selama perjalanan itu, hanya meremas remas jari lentiknya dan mengecupi kepalanya yang mengenakan penutup kepala. Rasa hangat dan nyaman mengisi perasaan Winda saat itu.


Hingga...

Truk yang kami naiki ini mulai memasuki jalan bypass yang gelap di persimpangan bandara baru ini. Aku merasa laju truk ini melambat. Tak kuduga, telapak tangan uda Johan meraih wajahku, sehingga kini wajahnya berhadap-hadapan dengan wajahku. Dadaku berdebar-debar, sudah dapat kuperkirakan apa yang akan terjadi.

'‘Oh., .indak deh, uda Johan ka mancium ambo baliak (oh tidak..Bang Johan akan mengecupku kembali)..!'’ seruku dalam hati, sesaat sebelum bibir berkumisnya mendarat pada kelopak bibir bawahku. Aku tak mampu menolaknya. Tubuhku melemas…! Aku tau ini salah namun sebagian diriku juga menikmatinya malah bisa ku katakan juga menginginkan. Kini kedua kelopak bibirku di lumatnya. Bibirnya menari-nari dia permukaan bibirku, tak pernah senikmat ini sebelumnya.

Truk ini berhenti. Uda Johan memutar tubuhnya, makin mendekapku. Ciumannya makin bergairah, melumat kelopak bibirku bagian bawah, menghisapnya…!

Telapak tangan kanannya terasa merambat, di mulai dari lenganku terus naik pada bahuku dan turun melewati belikat dan menangkup bulatan padat dadaku diatas pakaian pelapisnya. Remasan lembutnya terasa sangat hati-hati dan perlahan.

'‘Duuh uda Johan ko..(Duh bang Johan..)'’.Lirih ku berbisik dalam hati. Rasanya ingin aku ikut dalam arusnya ini. Namun seselumit hatiku melarangnya. Aku memejamkan mata, menikmati rasa aneh yang menyenangkan ini.

Desir gairah yang ditimbulkan oleh rabaan dan ciuman lelaki gagah ini membuat tubuhku menggigil gemetar. Gairahku meningkat, tubuhku menghangat dan mulai menggeliat-geliat kecil seiring intensnya aksi uda Johan pada tubuhku. Keasyikan ini sungguh melenakanku.
Tiba – tiba...
Selarik cahaya lampu mobil dari arah berlawanan menyambar ke arah mereka... Terkejut, Johan langsung menghentikan aksinya dan kembali pada posisinya semula. Mengemudikan truk tersebut hingga rumah wanita muda tersebut.

Sesampainya di rumah, Winda masih terbayang-bayang pada perlakuan Johan atas dirinya, …sungguh melenakan. Untungnya saat itu suaminya tengah berada di Jakarta sehingga takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut.

Sewaktu tidur pada malam itu Winda bermimpi. Bercumbu dan bermesraan dengan Johan, bahkan hingga melakukan sebuah persetubuhan yang bergelora. Di dalam mimpi tersebut, dirinya amat sangat terpuasi. Kepuasan yang sangat mencanduinya, tak terbandingkan dengan kepuasan yang pernah diraihnya bersama suaminya...

Kembali kini Winda ke Pasaman, dan bekerja seperti biasanya. Telah 3 minggu ini ia tak bertemu Johan. Menurut kakaknya, Johan sedang mengantar muatan ke Pematang Siantar. Winda sangat berharap untuk bertemu. Dirinya dilanda rindu yang sangat merajam perasaannya. Winda seolah – olah menjadi seorang remaja putri yang amat merindui kekasihnya saat itu. Membuat ingatannya hanya kepada Johan seorang.

 
Terakhir diubah:
iya ini mirip otentik
disana lebih lengkap malah
:ngupil:

Pastilah bro.... karena sumber pertamanya ada di situs yg kini alm. Situs d*n*a s*x. Ane yang pertama kali launching cerita ini di situs tsb. Id yang ane gunakan juga id yg sama dengan ID yang di sini.

Cerita ini ane buat dari kisah nyata sang wanita. Proses pengumpulan bahannya jg cukup makan waktu, chat yang intens
 
iya ini mirip otentik
disana lebih lengkap malah
:ngupil:

Pastilah bro.... karena sumber pertamanya ada di situs yg kini alm. Situs d*n*a s*x. Ane yang pertama kali launching cerita ini di situs tsb. Id yang ane gunakan juga id yg sama dengan ID yang di sini.

Cerita ini ane buat dari kisah nyata sang wanita. Proses pengumpulan bahannya jg cukup makan waktu, chat yang intens
Berkali-kali hingga terkumpul bahannya. Proses penulisannya juga cukup makan waktu. Berkali-kali klarifikasi via email di lakukan.... hingga akhirnya di rasa layak untuk di launching.

Silakan saja berpendapat apapun. Toh akhirnya pembaca yang jeli bisa rasakan siapa sesungguhnya penulisnya lewat pemilihan kata-katanya..

Thx bro sudah mampir di thread perdana ini.
 
Benar ini asli karya bung Nabirong xxx bbrp tahun lalu.....beliau bukan saja nulis ttg winda.....juga ada crita lain....salah satunya skenario dr aku dan telah update juga di duniasex alamarhum,,,,,di semprot juga ada,tp pengarangnya juga copas koq.
 
Benar ini asli karya bung Nabirong xxx bbrp tahun lalu.....beliau bukan saja nulis ttg winda.....juga ada crita lain....salah satunya skenario dr aku dan telah update juga di duniasex alamarhum,,,,,di semprot juga ada,tp pengarangnya juga copas koq.

Coba ane liat dulu bro di lapie... mudah-mudahan masih ada.

Thx bro sudah mengingatkan...
 
ini mah sesepuh master perlendiran yang dulu suka update di web sebelah

semoga bisa memberikan karya2 fenomenal lagi suhu

suhu turun gunung
hehehe
 
ini mah sesepuh master perlendiran yang dulu suka update di web sebelah

semoga bisa memberikan karya2 fenomenal lagi suhu

suhu turun gunung
hehehe

Syukurlah bro koo masih inget....
Thx sudah mampir bro..
 
Beberapa minggu kemudian…

Aku kembali bersama wanita cantik ini. Seperti yang sudah-sudah, kinipun aku memberikan tumpangan sekaligus mempunyai teman seperjalanan menuju Padang.

Wajah cantiknya terlihat berbinar, mungkin hatinya tengah riang. Kurasa apa yang ku lakukan selama aku menghilang ini telah mulai menunjukkan pengaruhnya. Namun aku harus perlahan tak bisa terburu-buru, bisa bisa nanti akan merusak semua yang telah ku idamkan dan rencanakan dengan seksama. Namun wajahnya itu membuatku gemas. Aku ingin melihat wajahnya apabila tak mengenakan kacamata. Biarlah dia heran dengan keinginanku ini. Aku berkata,:

"...”…Uda taragak mancaliak mato diek Win indak mamakai kacomato (Abang ingin melihat mata Dik Win tidak mengenakan kaca mata)".”
"...“…Buliah kan…?”" tambahku. Terlihat awalnya dia menatapku ragu namun itu tak lama. Winda bersedia melepas kacamatanya dan menyimpannya kedalam kotak, lalu memasukannya kedalam tasnya. Sepanjang perjalanan itu dia tidak mengenakan kacamata itu lagi.

Aku ingin dia lebih dekat lagi. Tangan kiriku merengkuh bahu Winda, menariknya agar duduk berdekatan. Winda yang terlihat tidak mengantuk beringsut mendekat, namun sepertinya dia mencium hawa tidak sedap dari arah kemudi di bawah dashboard. Wanita sintal itu kembali menegakkan kepalanya dan urung merebahkan kepalanya dibahuku.

Aku kembali menjalankan truk ini seperlunya. Jalanan sangat padat dan kecepatan truk ini tak bisa bertambah lagi. Terbersit keinginanku untuk melihat rambutnya… Panjangkah? Legamkah.. Atau bagaimana. Ku sampaikan keinginanku ini…

"...”…Win uda taragak mancaliak rambuik Winda, salamo iko uda alun pernah mancaliaknyo, sabanta sajonyo, kan hanyo diateh oto iko, ndak ado do nan ka maliek (Win.. abang ingin melihat rambut Winda... selama ini abang belum pernah lihat.sebentar aja Win, kan hanya di atas truk ini, tidak ada yang akan lihat)"” , dengan alasan telah sangat lama ingin melihat rambutnya.
"...”…Jaan daa, Winda alah barumahtanggo.. punyo anak.. Winda taragak manjadi ibu jo istri nan elok.., sabab uda beko bisa barubah pangana.., Winda kuatie da (jangan lah bang, Winda sudah berkeluarga, juga punya anak, jadi Winda ingin, jadi ibu dan istri yang baik, sebab jika Win buka kerudung, nanti, abang bisa berubah pikiran, Winda kuatir bang)"”. Winda merasa keberatan, sebab merasa dirinya telanjang jika kerudungnya lepas, begitulah yang ku tangkap dari jawabannya.
"...”…Alaa, Diek Winda jaan takuik ka uda, uda kan indak jaek, apolagi uda sayang bana ka Winda, walaupun alah punyo laki jo anak (Ala.. Dik Winda jangan takut ama abang, abang kan bukan orang jahat, apalagi abang amat sayang pada Winda, meski abang tau Winda sudah punya suami dan anak)”" ujarku bersikeras, berusaha meyakinkannya bahwa ini hanya sebentar. 'Hmm… Winda meluluskan permintaanku.., semakin percaya dia padaku'. Penutup kepalanya diloloskan dan di taruh di pangkuannya.

Tak lama kemudian, tangan kiriku menaik dari bahu dan membelai rambut Winda, dari atas lalu turun menuju tengkuknya yang di hiasi rambut-rambut halus.

"...”…Uda suko mancaliak bulu roma di kuduak diek Win (abang suka melihat rambut halus di tengkuk dik Win)" ” ujarku. ”"...Harum bana (sangat wangi)”" lanjutku seraya menarik leher wanita muda itu makin dekat ke wajahku. Ku labuhkan kecupan pada tengkuk berbulu halus itu. Membuatnya berjengit merasa geli dan merinding.

Sepertinya gairahnya mulai terpicu. Dengan tangan itu pula aku merebahkan kepala Winda di bahuku selama perjalanan di sepanjang jalan yang macet, pada penurunan Lembah Anai tersebut. Sesekali, aku mengelus pipinya.

"...”Pipi diek Win aluih jo barasiah (Pipi dik Win halus dan bersih)"” tambahku. Winda diam tak menjawab.​

==========​

”'Biasalah laki – laki, suka menyanjung. Seperti biasa dilakukan suamiku sebelum menciumi aku”' batin Winda.

Merasa bosan, aku mencoba memicingkan mata selama perjalanan ini. Saat laju truk tersebut kembali terhenti dikarenakan macet, uda Johan kembali mengecup pipi kiriku, tak berhenti di sana dan terus meluncur turun hingga menjumpai bibir tipis merahku dan mengecupnya sesaat. Aku berusaha mengatupkan bibir...

Tak berhenti disana. tangan kanan uda Johan menyelusup masuk kedalam pakaian atasku, kaos panjang yang berlengan putih bermotif garis itu melalui bagian bawahnya. Tangan kekarnya menyentuh pembungkus dadaku yang membusung. Aku menggigil seraya mengatupkan kelopak mata.

"....”…Ughh...!”", desisku halus. Aku tak mampu berbuat apa apa selain hanya menikmati dan larut, …entahlah apakah dikarenakan tangan kananku saat itu masih memegang penutup kepala di pangkuanku, ataupun karena gairah yang timbul menghendaki hal tersebut terus berlangsung. Sesaat kemudian uda Johan menarik tangannya dan kembali melajukan truknya menuju arah Sicincin saat macet telah terurai. Deraan nikmat yang melandaku terputus…

Saat di daerah Sicincin, truk ini berjalan perlahan karena kembali macet. Meski tangan kiri uda Johan berada pada kemudi, namun tangan kanannya dapat merengkuh wajahku, dan tiba–tiba saja bibir ku telah berada dalam lumatannya melalui sebuah pagutan yang panas bergairah. Aku terpana dan kaget , wajahku menyemburat memerah, malu....

Namun aku tak kuasa untuk marah. Rasa yang timbul membuat keinginan marahku redup... Aku memilih tetap merebahkan kepala di bahu lelaki ini dan mencoba menikmati rasanya. Akhirnya uda Johan menyudahi pagutannya pada bibir merahku setelah truk ini kembali harus berjalan lebih cepat.

Tangan kiri uda Johan kini beralih meremas jariku. Setelah jari nya selesai dengan jemariku, tangannya melanjutkan pengembaraannya, merayap masuk melalui bagian bawah kaos berlengan panjang bergaris putihku yang berpadan dengan celana panjang, aku merasa lebih baik untuk membiarkan. Aku juga menikmatinya… Terasa hangat dan kasar sentuhan tangan uda Johan pada permukaan perutku.

"...“…Uff"….” desahku hampir tak terdengar. Aku tersentak sadar dan menahan laju tangan tersebut dengan tangan kiriku. Tangan Johan lalu keluar dan dia kembali asyik dengan kemudi.

Kini kami memasuki jalan by pass… Situasi jalannya gelap sekali, hanya beberapa tempat saja yang di terangi lampu jalan. Uda Johan menepi dan menghentikan truk ini di pinggir jalan.

"...”…Ko baranti da (kenapa berhenti bang)"?” Aku bertanya bingung. Tanpa terdengar menjawab, uda Johan memutar tubuhnya seraya menggamit bahuku. Merengkuhku supaya lebih dekat…

Kini.., di atas mitsubishi colt bercat kuning ini bibirku kembali dilanda kecupannya. Mungkin merasa tak cukup dengan hanya mengecup saja.., kuluman dan lumatan juga melanda kelopak lembut bibirku. Uda Johan mengelitiki setiap ujung bibir tipisku tersebut dengan tekun. Menyebabkan sedikit demi sedikit gairah dari dalam tubuhku memercik.

Aku tak mengerti, entah kenapa aku tak bisa menolaknya, tubuhku justru menyambutnya, aku malah terusik untuk mengimbangi setiap lumatan bibir uda Johan. Ku rekahkan kelopak bibirku guna memberikan keleluasaan bagi lidahnya untuk menjalari kebasahan di dalam mulutku. Lidah kami berpilin-pilin, saling membelit. Aku tak sepenuhnya sadar saat tangan kanan uda Johan terasa tengah merayap masuk melalui bagian bawah kaos panjangku, terus menjalar keatas menyambangi dadaku yang membusung padat sebelah kanan, lalu meremas dan memijit bukit padat tersebut di atas bahan pembungkusnya…

Aku seolah tak punya kuasa mencegah ataupun menolaknya, hanya merespon dengan menggenggam pergelangan tangan lelaki itu berupaya menarik tangan uda Johan, namun tanganku terpaku diam…, sepertinya keinginan itu ditundukkan hasrat yang bergejolak liar. Begitu hangat dan cekatan tangan lelaki itu mengirimkan berjuta-juta sengatan birahi disana. Tubuh molek ini menggeliat–geliat dalam dekapan uda Johan karena deraan nikmatnya pada sekujur pori-pori tubuhku. Selang sekitar 25 menit kemudian uda Johan menghentikan perbuatannya.

"...“…Ufhh"…” aku menarik napas panjang guna meredakan debaran di dadaku.
"...”…Indak usahlah disiko, daerah iko agak angek, acok tajadi parampehan (Jangan disini, daerahnya rawan sering terjadi perampasan)"” ujarnya kuatir kemudian.

Aku tak menanggapi, sibuk membenahi pakaian, mulai kaos juga penutup kepala, termasuk membenahi napasku yang memburu di sebabkan gairah yang sempat meninggi. Lagi pula persimpangan menuju rumahku telah dekat. Truk Mitsubishi kuning itu pun kembali bergerak. Aku hanya diam saja selama perjalanan menuju persimpangan rumah. Terpercik penyesalan dalam hati,

'‘…duh kenapa bisa sampai sejauh ini ya?', batinku.
‘…Tapi rasanya benar-benar berbeda.., batinku lagi. ‘Tapi aku senang dekat uda Johan ini…’ Aku bersimpati padanya karena rasa yang timbul akibat perlakuan lelaki ini. Begitu sesampainya di rumah sekitar pukul setengah sepuluh malam itu aku langsung mandi. Ternyata suamiku masih berada di kampus.​

==========​

Malam itu Winda bersetubuh dengan suaminya.
”…Alah lamo awak indak bahubuangan diak (sudah lama kita tidak berhubungan dik)” kata suaminya. Winda merasa heran sebab malam itu ia merasa tak bergairah melakukannya, seolah hanya menjalankan kewajiban saja. Winda merasa berhutang kepada suaminya karena memang dalam minggu ini mereka belum pernah berhubungan badan. Dengan enggan Windapun memenuhi hasrat suaminya.

Malam itu di atas ranjang mereka mengayuh biduk asmara. Ditengah kesibukan itu, tiba-tiba sekelebat bayangan sosok Johan menjelma. Winda kaget dan langsung kehilangan gairah, nafsunya mereda... di tengah pergumulan mereka, namun demi menjalankan tugasnya sebagai istri, maka Winda berpura-pura menikmati hubungan itu hingga selesai.

+++++++++++++​
 
Terakhir diubah:
Aktifitas Winda kembali seperti biasa hingga ia kembali ke Pasaman, daerah tempat bekerjanya. Dan bekerja seperti biasanya.

Hari itu hari Selasa. Saat ia pulang ke kost-anya. Didapatinya rumah sepertinya dalam keadaan kosong. Rupanya sang ibu kost beserta suaminya berangkat ke Palembang untuk mengunjungi salah seorang anaknya. Praktis hanya Winda yang berada di rumah itu. Johan juga tak kelihatan. Besoknya pada hari Rabu Johan muncul namun tidak dengan truknya.

==========​

"...”…Oto sadang di pelo-an di bengke (truk sedang diperbaiki di bengkel)" jelas uda Johan kepadaku saat kutanyakan keberadaan truknya. Malamnya uda Johan mengajakku untuk makan malam berdua di luar.
"...”…Win.., alah makan Win (Win udah makan Win)?" ”tanya uda Johan.
"...”…Alun lai da (Belum bang)”" sahutku.
"...”…Kalua awak makan lah, ado tampek nan rancak untuk makan daerahnyo dingin jo tanang (Ayo kita makan keluar, ada tempat makan yang bagus, daerahnya dingin dan sepi)”" tambah uda Johan menjelaskan lokasinya.
”…"...Ndak baa do da (Boleh bang)”" sahutku.
"…...Tapi jan lamo-lamo yo da (Tapi ga lama kan bang)?”" sambungku lagi sambil masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Ku kenakan kaos berlengan panjang warna merah muda berbalut jaket yang dipadan dengan celana panjang hitam berbahan katun. Saat itu uda Johan mengenakan kaos oblong dan jeans biru.. Gagah sekali dia dimataku…

Kebetulan sebuah toyota starlet berwarna merah milik kakaknya uda Johan terparkir di garasi. Kami berangkat sekitar jam 7 malam. Tempat yang dituju agak jauh, ke arah Medan tetapi masih di wilayah Lubuk Sikaping berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari tempat tinggal kami.

Kami kini berada pada sebuah tempat makan yang berbentuk saungan bambu berdinding anyaman setinggi bahu orang dewasa. Aku berada pada sisi kanan uda Johan. Tempat ini amat romantis, sinar lampunya temaram pula, suara jangkrik meningkahi makan malam ini. Berdua kami duduk lesehan dan memesan ikan bakar. Aku merasa senang sekali.., dan hanyut terbawa suasana yang sangat intim ini. Lupa bahwa aku memiliki suami di kota Padang, lupa bahwa uda Johan bukanlah pasanganku. Yang kurasakan saat ini hanyalah rasa bahagia saat menjalani ini bersamanya. Tanpa canggung kami sesekali saling menyuapi. Setelah selesai acara makan kami, kami duduk bersantai sambil berbincang dan bercanda mesra..

Aku tak ingat entah siapa dan bagaimana awalnya. Yang ku tau kini kami tengah saling berciuman.., saling berdekapan erat. Aku makin hanyut.., terlena…, larut dalam keintiman suasana. Perlahan aku merebahkan diri diatas paha kiri uda Johan, lalu merangkulkan lenganku ke lehernya saat dia merundukkan tubuhnya. Kedua bola mata kami saling menjelajahi ke kedalaman mata di wajah di depan kami masing-masing. Saling bertukar pandangan dalam senyuman mesra, berusaha saling menyelami kesamaan hasrat ini…

Dengan perlahan telapak tangan uda Johan yang satunya membelai wajahku. Mengusapi kehalusan kulit... Wajah uda Johan turun semakin mendekat... Jantungku terasa berdebar-debar..., berdegup kencang... Uda Johan mengecup ringan kepalaku yang masih tertutup…, kemudian bibirnya meluncur turun dimulai dari arah kening…, menjalari pipi licinku…, bergerak naik menyambangi sepasang kelopak bibir yang terpatri disana. Di kecupnya perlahan... Ku katupkan kelopak mata saat bibir berkumis lelaki itu mulai melumat bibirku.

Awalnya aku hanya diam, ragu harus bagaimana, namun lambat laun gairahku tergelitik, dan mulai merespon guna melayani lumatan bibir uda Johan. Ada dorongan hasrat yang bergejolak kuat dari dalam tubuhku, mendorongku untuk mengimbangi setiap cumbuan panas yang dilakukan uda Johan.

Aku menggerakkan tanganku untuk merabai pipi kanan Johan, lalu meluncur terus keatas sekaligus merengkuh kepala uda Johan selagi lidah kami saling membelit didalam kebasahan mulutku...

Kami semakin dalam…. Tangan kiri uda Johan kurasakan mulai bergerak. Awalnya hanya mengusapi leher dibagian depan, namun tak berhenti di situ saja dan terus meluncur memasuki lubang krah pakaianku, terus turun menuju arah dadaku..., menyelinap kebalik bra dan berhenti pada puncak buah dadaku! Aku terkejat, menggeliat gemetar...Sebentuk usapan yang membuat birahiku melonjak meninggi menyinggahi buahdadaku. Uda Johan merabai bagian tubuhku yang tak pernah di sentuh selain oleh suamiku. Bingung dan segala macam bentuk keraguan mencuat di hatiku, namun sirna oleh rasa yang timbul. Malah seakan aku membiarkan dan tak sedikitpun melakukan upaya penolakan… Entahlah, seakan aku mempersilakan lelaki ini menyentuhku semakin jauh lagi.

Di pijitnya puting dadaku dengan perlahan. Terasa pula rabaan tangan kanan uda Johan kini tengah merayapi sepanjang batang pahaku diatas permukaan bahan halus celana panjangku, silih bergantian pada paha kiri dan kanan meskipun kedua pahaku tetap kurapatkan. Aku menggeliat di dera geli, gelisah..,entah itu sebuah reaksi menyambut atau menghindari... Rabaan tangan uda Johan lalu menuruni sisi dalam antara kedua pahaku, mengusapnya dengan perlahan.

“…"...Ufhhh…”" keluhku melepaskan napas, berusaha meredakan gejolak gairah ini. Segera saja lecutan gairah yang meletup-letup makin bangkit dari dalam diriku. Uda Johan sangat mahir memainkan aksinya. Aku benar-benar hanyut dibawanya dalam alunan gelombang birahi ini. Napasku makin memburu, tersengal –sengal...

Kurang lebih 1 jam kemudian baru kami beranjak pulang. Ketika perjalanan pulang, kejadian itu berulang kembali selama 5 menit. Mobil starlet merah ini dihentikan uda Johan di pinggir jalan.

Dan di kursi depan mobil merah itu, uda Johan kembali melumat bibirku... Aku terdiam menikmati lidah uda Johan yang kini makin leluasa mengait – ngait di dalam mulut.., kali ini lebih lama dari yang sudah-sudah...

Tangan kiri uda Johan terasa kembali bergerak. Diawalinya dari wajahku, menurun ke arah dada yang terbalut kaos panjang yang ku kenakan... Tanpa ku sadari, tangan uda Johan yang satunya kini telah menyelinap kebalik celana panjang katun yang kukenakan. Tangannya mulai mengusap-usap diatas permukaan pakaian dalamku. Aku sontak tersengat kegelian... namun tak jua mencegahnya selain hanya memegangi pergelangan tangan yang tengah merabai milikku.

Sesaat kemudian aku menarik pergelangan tangan tersebut setelah dia menghentikan aksinya.

"”...Jaan lah ‘da..., Winda alah punyo laki jo anak (Janganlah bang Winda sudah bersuami dan punya anak)”: bisikku lirih.
"”...Winda malu...ssh..”" desisku berusaha meredakan keinginan uda Johan disela–-sela gejolak napsuku sendiri yang bangkit membakar.

Uda Johan menurut dan kembali menghidupkan mesin mobil berangkat menuju rumah.

Begitu sampai kami langsung masuk rumah. Aku langsung menuju rumah pavilun dan terus masuk ke dalam kamar. Sedangkan uda Johan pergi lagi, ada urusan katanya. Padahal saat itu aku sudah sangat terangsang, birahiku menuntut pelepasan. Andaipun uda Johan datang menemuiku lalu mencoba meneruskan lebih jauh lagi, menggiringku... untuk menuntaskan apa yang telah kami mulai.., Aku sangat yakin takkan sanggup menolak dan pastinya pasrah atas kehendak nafsu yang dibangkitkannya.

Sepertinya uda Johan ini tengah berusaha memancingku.. mengkondisikan aku… Ku rasa lambat laun hal yang terlarang itu pasti akan terjadi… hanya masalah waktu saja, aku sangat menyadari ini.

Aku laksana larut dalam permainannya, malah seakan menginginkan uda Johan untuk melakukannya lagi. Aku seperti tak mampu untuk menghentikan entah karena sisi lain diriku sangat menginginkannya, menikmatinya.., walaupun akal sehatku mengatakan ini sesuatu yang salah. Entahlah…​

++++++++++++++++++​
 
Terakhir diubah:
Esoknya Winda kembali menjalankan aktifitas rutinnya di kantor seperti biasa.

Malam ini adalah malam Jumat, Mereka kembali makan malam bersama diluar namun tidak di tempat kemaren.. Arah yang sama menuju Medan, tapi berbelok kekanan. Suasana tempatnya tidak seperti yang kemarin itu, seperti umumnya restoran biasa, beberapa orang singgah untuk makan. Tempatnya juga tidak begitu ramai.

Winda memahami maksud Johan mengajaknya ke tempat makan diluar kota. Pastilah agar mereka tak di pergoki oleh temannya ataupun teman sekantor Winda. Mereka hanya makan saja, kemesraan seperti kemaren malam tidak berulang. Kali ini mereka hanya saling berpegangan tangan. Dan setelah itu mereka langsung pulang.

Sampai di rumah sekitar jam 21.00 WIB.

Winda langsung menuju paviliun kamarnya, sedangkan Johan masuk ke dalam rumah kakaknya. Winda segera bersalin pakaian, mengenakan kemeja tidur panjang berwarna merah muda berikut setelannya berupa celana panjang bercorak sama, bersiap untuk tidur.

Namun tak lama, terdengar ketukan perlahan pada pintu pavilunnya diikuti suara Johan memanggilnya. Winda bangkit, meraih bergok guna menutup rambutnya seperti biasanya jika menerima tamu, lalu bergerak menuju pintu dan membukanya guna mempersilakan lelaki itu masuk, mengingat dia adalah adik pemilik rumah yang mungkin saja mempunyai keperluan yang akan disampaikannya.

Sepertinya Johan habis mandi malam itu. Terlihat dari rambutnya yang masih basah, namun anehnya ada sedikit bau-bauan yang agak menyengat menyemburat pada indra penciuman Winda. Ya.., wanita muda itu masih ingat baunya seperti wangi bunga mawar...

==========​

Kami duduk di ruang depan paviliun, duduk bersebelahan pada sofa sudut dengan posisiku di sisi kirinya. Kami berbincang – bincang apa saja. Tak disadarinya pembicaraanku mulai kualihkan kepada hal yang sangat pribadi dan cenderung intim.

Ku awali pembicaraanku mengenai kesepian diri setelah bercerai, lalu godaan – godaan yang ku alami saat membawa truk keluar daerah, hingga bercerita tentang hubungan intimku dengan wanita di kota-kota yang ku singgahi, termasuk juga cerita tentang pelayan rumah makan di Medan. Aku menceritakan mengenai keperkasaanku bersetubuh, kemampuanku melayani wanita tersebut hingga beberapa kali.

Kali ini setelah kuperhatikan sedari tadi, Winda tak terlihat risih ataupun tak menyukai ceritaku. ‘Hmmm, dia sudah mulai terpengaruh..” pikirku.

Aku rasa malam ini adalah malam yang tepat. Seperti yang telah dipesankan dan disyaratkan oleh ‘orang tua‘ itu tanpa sedikitpun terlupa ataupun tak terlaksana. Aku membulatkan hati. Aku memberanikan diri. beringsut menggeser dudukku mendekati wanita muda ini, namun tetap pada sisi kirinya. Aku raih jemari lentik Winda dan membawanya ke pahanya. Dia diam tak bereaksi.

Perlahan aku menggamit bahunya seraya memutarnya agar berhadapan. Sekaligus kulabuhkan kecupan ringan pada bibir tipis tersebut. Terlihat Winda merasa jengah dan langsung menunduk, mungkin merasa malu sebab perbuatanku pasti mengejutkan dirinya karena berlangsung tiba-tiba. Namun ku yakin Winda telah menduga ini akan terjadi.​

==========​

Namun.., sentuhan bibir kali ini terasa berbeda, tak seperti yang sebelumnya. Kali ini Winda merasa laksana sengatan listrik mengalir pada sekujur tubuhnya melalui kecupan ini.

Johan tak berhenti, dan melanjutkan mengulum, melumat bibir tipis wanita muda tersebut. Windapun tergugah dan bereaksi menyambutnya... menerima bibir lelaki berkumis itu dengan merekahkan bibirnya, memberkan ruang bagi lidah Johan untuk menerobos masuk pada sela barisan giginya yang berbaris rapi. Meresapi keliaran lidah kasap Johan yang menggelitiki seluruh penjuru rongga mulutnya, berusaha menemukan lidah Winda yang lancip untuk mulai saling bercengkrama, saling berpalun dalam kebasahan mulut Winda. Winda mengatupkan kelopak matanya guna menikmatinya.

Masih dalam kondisi berhadapan, tangan Johan meluncur naik pada leher Winda, melepaskan penutup kepala Winda. Lalu wajahnya mendekat, napasnya terasa hangat menembus kemeja tidur dibagian pundak.

Dengan lembut Johan mengecup pundak dan bagian belakang leher wanita berkulit putih tersebut, seraya mendorong perlahan bahu wanita muda itu untuk rebah pada sandaran sofa. Winda menurut hanyut dalam dekapan dan cumbuan lelaki gagah itu. Ia semakin terlena..., pasrah..., lemas.... menyerah pada irama birahi yang dibangkitkan perlakuan Johan pada tubuhnya, tak perdulikan arah yang tengah di tujunya.

Tangan Winda hanya pasif memegangi bahu Johan. Sedangkan Johan tengah menahan kepala Winda dengan kedua tangannya.

==========​

Selagi kami saling lumat dan kulum, tangan kanan uda Johan turun perlahan dari bagian belakang kepalaku.., menyusuri bahuku yang kini telah terbuka.., melewati belikat.., dan menyambangi bukit yang membusung padat di dadaku, masih diatas pakaianku.. Tangannya mulai meremas bukit padatku., lalu dengan sedikit kasar dipilinnya...! Aku seketika menggeliat di rasuk nikmat..! Wajah dan tubuhku terasa menghangat dan mulai berkeringat. Dibakar panasnya bara birahi yang mengalir melalui perlakuan uda Johan dalam menyulut setiap titik syaraf birahi wanitaku.

Tangan kanan uda Johan meluncur lebih ke bawah lagi..., mengusapi hangatnya perutku diatas permukaan pakaian... terus turun dan menemukan ujung terbawah kemeja tidur yang ku kenakan..., dan tanpa kesulitan menyelinap kebaliknya, kemudian terus naik menyusuri permukaan kulit perut, makin keatas lagi. Dengan lincahnya jari itu bergerak menyelinap ke balik pembungkus bukit membusung di dadaku.Langsung meremasnya dengan perlahan beberapa kali dan memjit putiknya dengan intens.

”…"...Akhh.....!"” Aku mendesah..., kelopak mataku tetap terpejam. Ada rasa malu sekaligus nikmat yang bercampur baur... Aku merasa tubuhku terbuai terbang melayang lepas dari tempatnya berpijak… Kedua lenganku semakin erat merangkul leher uda Johan.

Bibir uda Johan kini menjalar turun sambil menciumi leherku yang mulai basah.., basah oleh keringat. Bibir berkumis lelaki itu juga menjejali leherku dengan gigitan–gigitan kecil yang kurang kupahami, namun mampu menggiringku semakin dalam tenggelam dalam palung pusaran birahi...

Kini telapak tangan kiri uda Johan telah berada pada pertemuan pahaku, di dalam celana tidurku...! Mengusap dan mengelus disana..., walaupun masih diatas permukaan celana dalamku. Aku terkejut seakan tersengat listrik..., Ada rasa geli yang membuatku mau tak mau tersentak terlonjak-lonjak...,

Walaupun kedua pahaku tetap ku rapatkan, tangan uda Johan tak berhenti melancarkan rabaan dan elusan dengan lincahnya... Aku meraih tangan tersebut dan berusaha menariknya. Bermaksud menjauhkan tangannya dari pertemuan pahaku.. Aku merasa hal ini tidaklah pantas kami lakukan. Belum pernah aku diperlakukan demikian oleh lelaki manapun bahkan suamiku sekalipun.

Uda Johan mengalah dan menarik tangannya, lalu beringsut menjauh dariku.

Kami kembali duduk lagi seperti semula.., begitu juga diriku kembali duduk dan berusaha bersikap wajar. Ku ikuti dengan mataku uda Johan bangkit dan melangkah keluar…, menuju rumah kakaknya.​

==========​
 
Terakhir diubah:
Wah wah wah akhirnya master pujangga nabirong x muncul juga disini, silahkan dikeluarkan kembali koleksi2 lawasnya yg luar biasa itu master......salam hormat
 
Wah wah wah akhirnya master pujangga nabirong x muncul juga disini, silahkan dikeluarkan kembali koleksi2 lawasnya yg luar biasa itu master......salam hormat

Thx bro masih inget dan sudi mampir disini..
 
Bimabet
Keren hu crita & alurnya sante g grasa-grusu, bahasanya enak d baca pokoknya :jempol:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd