nabirongx
Suhu Semprot
- Daftar
- 12 Feb 2016
- Post
- 3.199
- Like diterima
- 1.756
Ini adalah thread pertamaku.
Cerita ini adalah tulisanku. mudah-mudahan ada yang masih ingat dengan id yang aku gunakan ini, id yang sama yang ku gunakan di forum yang kini telah alm. Cerita ini pernah di muat pada forum yang telah alm. Aku mencoba menyajikan cerita ini kembalai dengan melakukan perbaikan-perbaikan di sana-sini.Semoga dapat di terima dan memuaskan pembaca sekalian.
Terima kasih
nabirongx
Cerita lainnya...
Kisah ini di mulai saat Winda seorang ibu muda, 26 tahun yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak berumur 1 tahun di tempatkan di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman. Kabupaten ini terletak di Propinsi Sumatera Barat. Demi karirnya di sebuah Bank swasta pemerintah, ia terpaksa bolak balik Padang - Lubuk Sikaping tiap akhir minggu mengunjungi sang suami yang menjadi dosen pada sebuah Perguruan Tinggi di kota Padang.
Awal Winda mengenal Johan sejak Winda kost di rumah milik kakak perempuannya. Winda tidak begitu mengenal, Winda hanya menganggukkan kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik rumah tempat kostnya, Winda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang Winda kenal. Winda tahu diri sebab Winda adalah pendatang di daerah yang cukup jauh dari kota tempat Winda bermukim.
[/FONT]
Begitu juga dengan latar belakang Johan Winda tidak begitu tahu. Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka terjadi di saat Winda akan pulang ke Padang. [/URL]
Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Winda tengah menunggu bis yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul 17.50, bis tak kunjung juga lewat. Winda jadi gelisah karena biasanya bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang, Winda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari Bukittinggi.
Kegelisahannya saat menunggu itu diperhatikan oleh ibu pemilik kost Winda. Ia lalu memanggil Winda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga akan ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan berbasa basi Winda berusaha menolak tawarannya itu, namun mengingat Winda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang.
Selama perjalanan Winda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Winda ketahui bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Winda juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Winda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun memberikan tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Winda yang di besarkan dalam keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir.
Windapun bercerita juga mengenai pekerjaannya di dunia perbankan, suka dukanya dan lain sebagainya. Johan sempat memuji Winda yang mau di tempatkan di luar daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.
Winda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta.
Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Winda sempat bertanya tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya. Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia bercerai dengan lengkap, istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka menelantarkan keluarga. Padahal bagi Winda, hal itu tidaklah begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Winda sampai di dekat rumahnya di Padang.
Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.
Sejak saat itu, Winda akhirnya sering menumpang truknya ke Padang. Winda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan Johan, mereka masih dalam batas - batas yang ada dalam norma-norma masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka singgah untuk makan. Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya menjadi tanggungan Johan. Winda tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang udah gratis, makan gratis pula??
Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Winda bersama Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Winda juga ikut menumpang, lalu dari Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika jadi istri, juga sikapnya yang baik dimata ibu kost kakaknya itu. Terkadang Winda sering membawakan oleh-oleh untuk ibu kostnya jika pulang, terkadang Winda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak seberapa namun membuatnya senang.
Selama 2 bulan itu Winda selalu bersama Johan jika ke Padang. Mulailah Johan bersikap aneh. Kini dia jadi sering bicara jorok dan mesum. Juga ia mulai berani bertanya tentang gimana Winda berhubungan dengan suami , berapa lama suaminya bisa bertahan dan berapa kali Winda berhubungan selama seminggu... Pertanyaan-pertanyaannya ini tentu saja membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda tidak menanggapinya, dan berlalu seperti angin lalu saja Winda kadang berusaha pura-tidur tidur jika ia mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak pantas itu.. Winda bersyukur meskipun Johan mulai aneh dan bicara tentang hal-hal yang mesum itu, namun hingga saat ini Johan tidak macam macam kepadanya. Winda menyadari mungkin Johan sedang kalut karena hidupnya yang sendiri itu.
Hingga sampailah saat Winda pulang bersama untuk kesekian kalinya. Tanpa di mengertinya tiba-tiba Johan berusaha memegang jemari tangannya. Winda tentu saja terkejut dan merasa cemas , sekaligus takut. Winda langsung menarik tangannya dari genggaman Johan.
"... Da jaan da, Winda alah balaki dan punyo anak ketek, apo uda ndak ibo membuek Winda kecewa (bang jangan bang.., Winda punya suami dan anak yang masih kecil, apa abang tega membuat Winda kecewa)?" ucap Winda. Winda juga mengancam akan mengadukan perlakuan itu kepada kakaknya. Johanpun lantas menarik kembali tangannya yang menggenggam jemarinya. Winda sempat berkata padanya.
"... Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai (Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)". Sesampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda merasa kesal. Johanpun terlihat agak takut. Namun Winda mampu mengerti apa yang membuat Johan melakukan hal seperti tadi.
Hari Jumat sore itu dengan masih mengenakan pakaian kerja dan penutup kepala, Winda menurut saat diajak berangkat bersama Johan yang akan mengantarkan muatan truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah lima sore.
Lalu dalam perjalanan lelaki berbadan tegap tersebut kembali bicara, tentang hubungan laki-laki dan perempuan , serta kodrat perempuan yang memiliki libido tersembunyi. Juga kehebatannya dalam berhubungan badan dengan lawan jenis. Winda malah mendengar dengan seksama dan sesekali memberi komentar. Mungkin saja karena lama tidak tersalurkan atau laki - laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan badan, juga mungkin bantuan obat penambah perkasaan pria, komentar Winda. Sepertinya wanita muda tersebut tidak peduli lagi akan pembicaraan mesumnya Johan.
Hingga senja , sekitar jam 7-an mereka singgah pada sebuah rumah makan di pinggiran kota Bukittinggi untuk beristirahat sejenak sambil mengisi perut. Anehnya Kini Winda membiarkan tangannya di gamit Johan saat mereka berjalan beriringan. Mereka makan dengan lahapnya. Dan setelah selesai mereka langsung berkemas untuk melanjutkan perjalanan.
Truk itu bergerak meninggalkan rumah makan. Saat melewati daerah Bukit Ambacang. Mungkin dikarenakan perut yang kenyang dan disertai dinginnya udara malam yang berembus melalui celah jendela truk, Winda menjadi mengantuk. Winda menyandarkan kepalanya ke kaca jendela truk, tetapi dikarenakan jalan yang tidak rata, kepala Winda sering terantuk. Lalu Johan menawarkan kepada Winda supaya tidak terantuk kaca, untuk Winda mendekat kearahnya, dan bersandar di bahunya.
"... Win...daripado adiek ndak bisa lalok, labiah elok cubo sanda an kapalo di bahu uda (Win, daripada ga bisa tidur , lebih baik rebahkan kepalamu di bahu abang)" tawar Johan.
"...Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang.., kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik, apalagi ini malam bang)" tolak Winda dengan halus, tidak ingin mendekat walaupun saat itu Winda telah sangat mengantuk.
Dengan sebelah tangannya Johan meraih tangan wanita muda itu dan menariknya supaya mendekat, dan makin mendekat hingga duduk mereka menjadi bersinggungan bahu.
Winda akhirnya beringsut dan merebahkan kepalanya pada bahu lelaki tersebut. Meski saat itu hati kecil Winda membisikkan bahwa hal itu sangat tidak boleh dan merupakan suatu kesalahan besar. Namun di sisi lain Winda juga merasakan dorongan keinginanyang jauh lebih kuat agar membiarkan hal tersebut terjadi. Winda terlelap sesaat.
Saat terpejam dan dalam keadaan setengah tertidur itu tanpa Winda menyadari, tiba - tiba sebuah kecupan ringan menerpa pipi dan bibirnya. Wanita muda itu kaget dan langsung bereaksi. Serta merta ia menolakkan wajah Johan dengan tangannya. Johan pun menghentikan kecupannya meskipun tangan kirinya tetap merangkul bahu Winda agar tetap rapat menempel disisinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu kirinya dan mengingatkan agar ia lebih konsentrasi kepada jalan.
"... Da sadarlah da, iko kan di jalan raya bisa cilako beko, caliak tu mobil lain kancang kancang (Bang sadar bang ini jalan raya nanti bisa kecelakaan, mobil lain pada ngebut tuh)" terang Winda mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali berkosentrasi mengemudikan truknya..
Namun, tak lama kemudian saat truk tersebut berjalan perlahan karena macet di daerah Padangpanjang, Winda yang tengah merebahkan kepalanya pada bahu Johan terkejut saat saja bibir berkumis Johan kembali menyambangi bibir tipisnya dan mengecupnya sekilas dengan tiba tiba. Winda langsung terbangun dan menegakkan tubuhnya sambil bergeser menjauh dari Johan. Hatinya sangat dongkol, namun anehnya is tak mampu berkata kata apalagi berbuat kasar
"...Eh da Johan ko ndak mangarati juo, Winda mintak jaan di ulangi, badoso da, apo kato urang beko kalau mancaliak tadi (Eh bang Johan ini tidak juga ngerti, Winda mohon jangan di ulang lagi, dosa bang apa nanti kata orang lain jika melihat kita saat itu tadi)?". Namun, Johan sang sopir tetap santai-santai saja, seakan akan Winda telah mengizinkan Johan untuk berlaku demikian.
"...Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)" jawabnya sambil meminta maaf. Kembali wanita muda tersebut diam membisu selama perjalanan, tidak menggubris apapun yang Johan ucapkan.
Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu Winda agar kembali rebah pada bahunya. Kali ini Johan tidak lagi menciumi Winda selama perjalanan itu, hanya meremas remas jari lentiknya dan mengecupi kepalanya yang mengenakan penutup kepala. Rasa hangat dan nyaman mengisi perasaan Winda saat itu.
Selarik cahaya lampu mobil dari arah berlawanan menyambar ke arah mereka... Terkejut, Johan langsung menghentikan aksinya dan kembali pada posisinya semula. Mengemudikan truk tersebut hingga rumah wanita muda tersebut.
Sesampainya di rumah, Winda masih terbayang-bayang pada perlakuan Johan atas dirinya, sungguh melenakan. Untungnya saat itu suaminya tengah berada di Jakarta sehingga takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut.
Sewaktu tidur pada malam itu Winda bermimpi. Bercumbu dan bermesraan dengan Johan, bahkan hingga melakukan sebuah persetubuhan yang bergelora. Di dalam mimpi tersebut, dirinya amat sangat terpuasi. Kepuasan yang sangat mencanduinya, tak terbandingkan dengan kepuasan yang pernah diraihnya bersama suaminya...
Kembali kini Winda ke Pasaman, dan bekerja seperti biasanya. Telah 3 minggu ini ia tak bertemu Johan. Menurut kakaknya, Johan sedang mengantar muatan ke Pematang Siantar. Winda sangat berharap untuk bertemu. Dirinya dilanda rindu yang sangat merajam perasaannya. Winda seolah olah menjadi seorang remaja putri yang amat merindui kekasihnya saat itu. Membuat ingatannya hanya kepada Johan seorang.
Cerita ini adalah tulisanku. mudah-mudahan ada yang masih ingat dengan id yang aku gunakan ini, id yang sama yang ku gunakan di forum yang kini telah alm. Cerita ini pernah di muat pada forum yang telah alm. Aku mencoba menyajikan cerita ini kembalai dengan melakukan perbaikan-perbaikan di sana-sini.Semoga dapat di terima dan memuaskan pembaca sekalian.
Terima kasih
nabirongx
Cerita lainnya...
- Akhirnya Kudapatkan Juga
- Terimakasih Auto 2000
- Kisah Winda 2 (Renew)
- Sang Penyanyi
- Gairah di Masa Lalu
- Gelora Gadis Muda
- Bercinta Lagi
- Pantai Membara
# # # # # # # # # # # #
KISAH WINDA 1
(Eps : kenikmatan terbalut guna-guna)
(RENEW VERSION)
KISAH WINDA 1
(Eps : kenikmatan terbalut guna-guna)
(RENEW VERSION)
Kisah ini di mulai saat Winda seorang ibu muda, 26 tahun yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak berumur 1 tahun di tempatkan di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman. Kabupaten ini terletak di Propinsi Sumatera Barat. Demi karirnya di sebuah Bank swasta pemerintah, ia terpaksa bolak balik Padang - Lubuk Sikaping tiap akhir minggu mengunjungi sang suami yang menjadi dosen pada sebuah Perguruan Tinggi di kota Padang.
Awal Winda mengenal Johan sejak Winda kost di rumah milik kakak perempuannya. Winda tidak begitu mengenal, Winda hanya menganggukkan kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik rumah tempat kostnya, Winda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang Winda kenal. Winda tahu diri sebab Winda adalah pendatang di daerah yang cukup jauh dari kota tempat Winda bermukim.
[/FONT]
Begitu juga dengan latar belakang Johan Winda tidak begitu tahu. Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka terjadi di saat Winda akan pulang ke Padang. [/URL]
Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Winda tengah menunggu bis yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul 17.50, bis tak kunjung juga lewat. Winda jadi gelisah karena biasanya bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang, Winda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari Bukittinggi.
Kegelisahannya saat menunggu itu diperhatikan oleh ibu pemilik kost Winda. Ia lalu memanggil Winda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga akan ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan berbasa basi Winda berusaha menolak tawarannya itu, namun mengingat Winda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang.
Selama perjalanan Winda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Winda ketahui bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Winda juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Winda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun memberikan tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Winda yang di besarkan dalam keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir.
Windapun bercerita juga mengenai pekerjaannya di dunia perbankan, suka dukanya dan lain sebagainya. Johan sempat memuji Winda yang mau di tempatkan di luar daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.
Winda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta.
Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Winda sempat bertanya tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya. Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia bercerai dengan lengkap, istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka menelantarkan keluarga. Padahal bagi Winda, hal itu tidaklah begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Winda sampai di dekat rumahnya di Padang.
Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.
Sejak saat itu, Winda akhirnya sering menumpang truknya ke Padang. Winda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan Johan, mereka masih dalam batas - batas yang ada dalam norma-norma masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka singgah untuk makan. Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya menjadi tanggungan Johan. Winda tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang udah gratis, makan gratis pula??
Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Winda bersama Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Winda juga ikut menumpang, lalu dari Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika jadi istri, juga sikapnya yang baik dimata ibu kost kakaknya itu. Terkadang Winda sering membawakan oleh-oleh untuk ibu kostnya jika pulang, terkadang Winda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak seberapa namun membuatnya senang.
Selama 2 bulan itu Winda selalu bersama Johan jika ke Padang. Mulailah Johan bersikap aneh. Kini dia jadi sering bicara jorok dan mesum. Juga ia mulai berani bertanya tentang gimana Winda berhubungan dengan suami , berapa lama suaminya bisa bertahan dan berapa kali Winda berhubungan selama seminggu... Pertanyaan-pertanyaannya ini tentu saja membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda tidak menanggapinya, dan berlalu seperti angin lalu saja Winda kadang berusaha pura-tidur tidur jika ia mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak pantas itu.. Winda bersyukur meskipun Johan mulai aneh dan bicara tentang hal-hal yang mesum itu, namun hingga saat ini Johan tidak macam macam kepadanya. Winda menyadari mungkin Johan sedang kalut karena hidupnya yang sendiri itu.
Hingga sampailah saat Winda pulang bersama untuk kesekian kalinya. Tanpa di mengertinya tiba-tiba Johan berusaha memegang jemari tangannya. Winda tentu saja terkejut dan merasa cemas , sekaligus takut. Winda langsung menarik tangannya dari genggaman Johan.
"... Da jaan da, Winda alah balaki dan punyo anak ketek, apo uda ndak ibo membuek Winda kecewa (bang jangan bang.., Winda punya suami dan anak yang masih kecil, apa abang tega membuat Winda kecewa)?" ucap Winda. Winda juga mengancam akan mengadukan perlakuan itu kepada kakaknya. Johanpun lantas menarik kembali tangannya yang menggenggam jemarinya. Winda sempat berkata padanya.
"... Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai (Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)". Sesampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda merasa kesal. Johanpun terlihat agak takut. Namun Winda mampu mengerti apa yang membuat Johan melakukan hal seperti tadi.
Sudah hampir selama sebulan ini aku tidak melihat uda Johan di rumah ini, namun truknya masih nongkrong di halaman samping rumah. Selama itu pula aku pulang ke Padang naik bis yang kadang transit pula di Bukittinggi.
Aku tidak tahu kemana ia pergi. 'Hmm akan ku coba tanyakan pada ibu kost deh'.,
"... Ehh.. Winda apo kaba ko.. (Eh Winda, apa kabar)?" ujar ibu kost saat aku menyambangi beliau di rumahnya.
"...Elok-elok se nyo bu, ibu baa kaba (baik baik bu, ibu juga bagaimana kabarnya)?" jawabku berbasa basi sambil melontarkan pertanyaan yang sama. Lalu kami terlibat dalam bincang-bincang yang hangat. Beliau sangat antusias menanggapinya. Suatu saat tanpa ku sadari, aku melontarkan pertanyaan,:
"... Biasonyo ado uda Johan bu .(biasanya ada uda Johan bu)?" Pertanyaanku keluar begitu saja sambil aku menunjuk kepada truk yang parkir di samping rumah. Aku sendiri terkejut dalam hati setelah mendengar bunyi pertanyaan tersebut Dadaku berdebar-debar karena pertanyaan itu bisa saja di artikan. lain. Aku tak ingin menanyakan hal-hal yang dapat menimbulkan tanda tanya dalam benak beliau.
"... Ohh si Johan pai manjanguak anaknyo mah ( si Johan sedang menjenguk anaknya)" Terang ibu sambil tetap melanjutkan pekerjaannya. Tak terdengar adanya tekanan suara keanehan dalam jawaban beliau.
'Uff..' Aku seperti melepaskan sebuah himpitan beban yang sangat berat dari dalam dadaku. Kekuatiran atas pertanyaanku kepada beliau sirna seketika. Aku tak ingin beliau mengartikan pertanyaanku sebagai sebuah perhatian pada uda Johan yang nantinya dapat diartikan sebagai hal yang bukan-bukan, mengingat statusku.
"... Ohh baitu yo " timpalku. Kembali kami larut dalam perbincangan yang hangat. Biasalah pembicaraan antar perempuan memang tak akan ada habisnya apabila tidak di hentikan. Dan tak lama kemudian aku kembali ke kamar paviliunku.
Aku kembali larut dalam pekerjaan dan kesibukan ku. Namun hari itu, entah kenapa moment-moment saat aku bersama uda Johan kembali terlintas dalam benakku. Pujian dan saran-sarannya padaku sangat berbekas di dalam hati. Posturnya yang tinggi besar sangat jantan sekali di mataku. Aku tersenyum sendiri mengingatnya. Pipiku menyemburat memerah.
'Masih lamo ndak yo uda Johan..(masih lama ga ya uda Johan)?'
' Bilo datangnyo yo .(kapan kembalinya ya)?'
'Ambo yo bana taragak basuo uda..(Aku kangen ingin bertemu)' Kalimat kalimat tersebut berulangkali muncul dalam hatiku. Entah saat bekerja di kantor atau pun saat aku sendiri di pavilyun rumah kostku.
' Capeklah datang da (Cepatlah datang uda ku)' mohonku dalam hati saat tergolek memeluk guling, gelisah diatas ranjangku. Wajah berkumisnya menari-nari di pelupuk mataku.
Ya, Winda seakan dilanda rindu berat
Aku tidak tahu kemana ia pergi. 'Hmm akan ku coba tanyakan pada ibu kost deh'.,
"... Ehh.. Winda apo kaba ko.. (Eh Winda, apa kabar)?" ujar ibu kost saat aku menyambangi beliau di rumahnya.
"...Elok-elok se nyo bu, ibu baa kaba (baik baik bu, ibu juga bagaimana kabarnya)?" jawabku berbasa basi sambil melontarkan pertanyaan yang sama. Lalu kami terlibat dalam bincang-bincang yang hangat. Beliau sangat antusias menanggapinya. Suatu saat tanpa ku sadari, aku melontarkan pertanyaan,:
"... Biasonyo ado uda Johan bu .(biasanya ada uda Johan bu)?" Pertanyaanku keluar begitu saja sambil aku menunjuk kepada truk yang parkir di samping rumah. Aku sendiri terkejut dalam hati setelah mendengar bunyi pertanyaan tersebut Dadaku berdebar-debar karena pertanyaan itu bisa saja di artikan. lain. Aku tak ingin menanyakan hal-hal yang dapat menimbulkan tanda tanya dalam benak beliau.
"... Ohh si Johan pai manjanguak anaknyo mah ( si Johan sedang menjenguk anaknya)" Terang ibu sambil tetap melanjutkan pekerjaannya. Tak terdengar adanya tekanan suara keanehan dalam jawaban beliau.
'Uff..' Aku seperti melepaskan sebuah himpitan beban yang sangat berat dari dalam dadaku. Kekuatiran atas pertanyaanku kepada beliau sirna seketika. Aku tak ingin beliau mengartikan pertanyaanku sebagai sebuah perhatian pada uda Johan yang nantinya dapat diartikan sebagai hal yang bukan-bukan, mengingat statusku.
"... Ohh baitu yo " timpalku. Kembali kami larut dalam perbincangan yang hangat. Biasalah pembicaraan antar perempuan memang tak akan ada habisnya apabila tidak di hentikan. Dan tak lama kemudian aku kembali ke kamar paviliunku.
Aku kembali larut dalam pekerjaan dan kesibukan ku. Namun hari itu, entah kenapa moment-moment saat aku bersama uda Johan kembali terlintas dalam benakku. Pujian dan saran-sarannya padaku sangat berbekas di dalam hati. Posturnya yang tinggi besar sangat jantan sekali di mataku. Aku tersenyum sendiri mengingatnya. Pipiku menyemburat memerah.
'Masih lamo ndak yo uda Johan..(masih lama ga ya uda Johan)?'
' Bilo datangnyo yo .(kapan kembalinya ya)?'
'Ambo yo bana taragak basuo uda..(Aku kangen ingin bertemu)' Kalimat kalimat tersebut berulangkali muncul dalam hatiku. Entah saat bekerja di kantor atau pun saat aku sendiri di pavilyun rumah kostku.
' Capeklah datang da (Cepatlah datang uda ku)' mohonku dalam hati saat tergolek memeluk guling, gelisah diatas ranjangku. Wajah berkumisnya menari-nari di pelupuk mataku.
Hari Jumat sore itu dengan masih mengenakan pakaian kerja dan penutup kepala, Winda menurut saat diajak berangkat bersama Johan yang akan mengantarkan muatan truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah lima sore.
Lalu dalam perjalanan lelaki berbadan tegap tersebut kembali bicara, tentang hubungan laki-laki dan perempuan , serta kodrat perempuan yang memiliki libido tersembunyi. Juga kehebatannya dalam berhubungan badan dengan lawan jenis. Winda malah mendengar dengan seksama dan sesekali memberi komentar. Mungkin saja karena lama tidak tersalurkan atau laki - laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan badan, juga mungkin bantuan obat penambah perkasaan pria, komentar Winda. Sepertinya wanita muda tersebut tidak peduli lagi akan pembicaraan mesumnya Johan.
Hingga senja , sekitar jam 7-an mereka singgah pada sebuah rumah makan di pinggiran kota Bukittinggi untuk beristirahat sejenak sambil mengisi perut. Anehnya Kini Winda membiarkan tangannya di gamit Johan saat mereka berjalan beriringan. Mereka makan dengan lahapnya. Dan setelah selesai mereka langsung berkemas untuk melanjutkan perjalanan.
Truk itu bergerak meninggalkan rumah makan. Saat melewati daerah Bukit Ambacang. Mungkin dikarenakan perut yang kenyang dan disertai dinginnya udara malam yang berembus melalui celah jendela truk, Winda menjadi mengantuk. Winda menyandarkan kepalanya ke kaca jendela truk, tetapi dikarenakan jalan yang tidak rata, kepala Winda sering terantuk. Lalu Johan menawarkan kepada Winda supaya tidak terantuk kaca, untuk Winda mendekat kearahnya, dan bersandar di bahunya.
"... Win...daripado adiek ndak bisa lalok, labiah elok cubo sanda an kapalo di bahu uda (Win, daripada ga bisa tidur , lebih baik rebahkan kepalamu di bahu abang)" tawar Johan.
"...Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang.., kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik, apalagi ini malam bang)" tolak Winda dengan halus, tidak ingin mendekat walaupun saat itu Winda telah sangat mengantuk.
Dengan sebelah tangannya Johan meraih tangan wanita muda itu dan menariknya supaya mendekat, dan makin mendekat hingga duduk mereka menjadi bersinggungan bahu.
Winda akhirnya beringsut dan merebahkan kepalanya pada bahu lelaki tersebut. Meski saat itu hati kecil Winda membisikkan bahwa hal itu sangat tidak boleh dan merupakan suatu kesalahan besar. Namun di sisi lain Winda juga merasakan dorongan keinginanyang jauh lebih kuat agar membiarkan hal tersebut terjadi. Winda terlelap sesaat.
Saat terpejam dan dalam keadaan setengah tertidur itu tanpa Winda menyadari, tiba - tiba sebuah kecupan ringan menerpa pipi dan bibirnya. Wanita muda itu kaget dan langsung bereaksi. Serta merta ia menolakkan wajah Johan dengan tangannya. Johan pun menghentikan kecupannya meskipun tangan kirinya tetap merangkul bahu Winda agar tetap rapat menempel disisinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu kirinya dan mengingatkan agar ia lebih konsentrasi kepada jalan.
"... Da sadarlah da, iko kan di jalan raya bisa cilako beko, caliak tu mobil lain kancang kancang (Bang sadar bang ini jalan raya nanti bisa kecelakaan, mobil lain pada ngebut tuh)" terang Winda mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali berkosentrasi mengemudikan truknya..
Namun, tak lama kemudian saat truk tersebut berjalan perlahan karena macet di daerah Padangpanjang, Winda yang tengah merebahkan kepalanya pada bahu Johan terkejut saat saja bibir berkumis Johan kembali menyambangi bibir tipisnya dan mengecupnya sekilas dengan tiba tiba. Winda langsung terbangun dan menegakkan tubuhnya sambil bergeser menjauh dari Johan. Hatinya sangat dongkol, namun anehnya is tak mampu berkata kata apalagi berbuat kasar
"...Eh da Johan ko ndak mangarati juo, Winda mintak jaan di ulangi, badoso da, apo kato urang beko kalau mancaliak tadi (Eh bang Johan ini tidak juga ngerti, Winda mohon jangan di ulang lagi, dosa bang apa nanti kata orang lain jika melihat kita saat itu tadi)?". Namun, Johan sang sopir tetap santai-santai saja, seakan akan Winda telah mengizinkan Johan untuk berlaku demikian.
"...Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)" jawabnya sambil meminta maaf. Kembali wanita muda tersebut diam membisu selama perjalanan, tidak menggubris apapun yang Johan ucapkan.
Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu Winda agar kembali rebah pada bahunya. Kali ini Johan tidak lagi menciumi Winda selama perjalanan itu, hanya meremas remas jari lentiknya dan mengecupi kepalanya yang mengenakan penutup kepala. Rasa hangat dan nyaman mengisi perasaan Winda saat itu.
Hingga...
Truk yang kami naiki ini mulai memasuki jalan bypass yang gelap di persimpangan bandara baru ini. Aku merasa laju truk ini melambat. Tak kuduga, telapak tangan uda Johan meraih wajahku, sehingga kini wajahnya berhadap-hadapan dengan wajahku. Dadaku berdebar-debar, sudah dapat kuperkirakan apa yang akan terjadi.
'Oh., .indak deh, uda Johan ka mancium ambo baliak (oh tidak..Bang Johan akan mengecupku kembali)..!' seruku dalam hati, sesaat sebelum bibir berkumisnya mendarat pada kelopak bibir bawahku. Aku tak mampu menolaknya. Tubuhku melemas ! Aku tau ini salah namun sebagian diriku juga menikmatinya malah bisa ku katakan juga menginginkan. Kini kedua kelopak bibirku di lumatnya. Bibirnya menari-nari dia permukaan bibirku, tak pernah senikmat ini sebelumnya.
Truk ini berhenti. Uda Johan memutar tubuhnya, makin mendekapku. Ciumannya makin bergairah, melumat kelopak bibirku bagian bawah, menghisapnya !
Telapak tangan kanannya terasa merambat, di mulai dari lenganku terus naik pada bahuku dan turun melewati belikat dan menangkup bulatan padat dadaku diatas pakaian pelapisnya. Remasan lembutnya terasa sangat hati-hati dan perlahan.
'Duuh uda Johan ko..(Duh bang Johan..)'.Lirih ku berbisik dalam hati. Rasanya ingin aku ikut dalam arusnya ini. Namun seselumit hatiku melarangnya. Aku memejamkan mata, menikmati rasa aneh yang menyenangkan ini.
Desir gairah yang ditimbulkan oleh rabaan dan ciuman lelaki gagah ini membuat tubuhku menggigil gemetar. Gairahku meningkat, tubuhku menghangat dan mulai menggeliat-geliat kecil seiring intensnya aksi uda Johan pada tubuhku. Keasyikan ini sungguh melenakanku.
Tiba tiba... Truk yang kami naiki ini mulai memasuki jalan bypass yang gelap di persimpangan bandara baru ini. Aku merasa laju truk ini melambat. Tak kuduga, telapak tangan uda Johan meraih wajahku, sehingga kini wajahnya berhadap-hadapan dengan wajahku. Dadaku berdebar-debar, sudah dapat kuperkirakan apa yang akan terjadi.
'Oh., .indak deh, uda Johan ka mancium ambo baliak (oh tidak..Bang Johan akan mengecupku kembali)..!' seruku dalam hati, sesaat sebelum bibir berkumisnya mendarat pada kelopak bibir bawahku. Aku tak mampu menolaknya. Tubuhku melemas ! Aku tau ini salah namun sebagian diriku juga menikmatinya malah bisa ku katakan juga menginginkan. Kini kedua kelopak bibirku di lumatnya. Bibirnya menari-nari dia permukaan bibirku, tak pernah senikmat ini sebelumnya.
Truk ini berhenti. Uda Johan memutar tubuhnya, makin mendekapku. Ciumannya makin bergairah, melumat kelopak bibirku bagian bawah, menghisapnya !
Telapak tangan kanannya terasa merambat, di mulai dari lenganku terus naik pada bahuku dan turun melewati belikat dan menangkup bulatan padat dadaku diatas pakaian pelapisnya. Remasan lembutnya terasa sangat hati-hati dan perlahan.
'Duuh uda Johan ko..(Duh bang Johan..)'.Lirih ku berbisik dalam hati. Rasanya ingin aku ikut dalam arusnya ini. Namun seselumit hatiku melarangnya. Aku memejamkan mata, menikmati rasa aneh yang menyenangkan ini.
Desir gairah yang ditimbulkan oleh rabaan dan ciuman lelaki gagah ini membuat tubuhku menggigil gemetar. Gairahku meningkat, tubuhku menghangat dan mulai menggeliat-geliat kecil seiring intensnya aksi uda Johan pada tubuhku. Keasyikan ini sungguh melenakanku.
Selarik cahaya lampu mobil dari arah berlawanan menyambar ke arah mereka... Terkejut, Johan langsung menghentikan aksinya dan kembali pada posisinya semula. Mengemudikan truk tersebut hingga rumah wanita muda tersebut.
Sesampainya di rumah, Winda masih terbayang-bayang pada perlakuan Johan atas dirinya, sungguh melenakan. Untungnya saat itu suaminya tengah berada di Jakarta sehingga takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut.
Sewaktu tidur pada malam itu Winda bermimpi. Bercumbu dan bermesraan dengan Johan, bahkan hingga melakukan sebuah persetubuhan yang bergelora. Di dalam mimpi tersebut, dirinya amat sangat terpuasi. Kepuasan yang sangat mencanduinya, tak terbandingkan dengan kepuasan yang pernah diraihnya bersama suaminya...
Kembali kini Winda ke Pasaman, dan bekerja seperti biasanya. Telah 3 minggu ini ia tak bertemu Johan. Menurut kakaknya, Johan sedang mengantar muatan ke Pematang Siantar. Winda sangat berharap untuk bertemu. Dirinya dilanda rindu yang sangat merajam perasaannya. Winda seolah olah menjadi seorang remaja putri yang amat merindui kekasihnya saat itu. Membuat ingatannya hanya kepada Johan seorang.
Terakhir diubah: