ArapKekar
Guru Semprot
Warbiaassaaah Debby nyahhh 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
CERBUNG S.A.K.T.I
- Thread starter Flindskjold
- Start date
Hernandez96
Pertapa Semprot
- Daftar
- 21 May 2016
- Post
- 4.859
- Like diterima
- 1.498
Nah ini baru betul gan SAKTI sesuai namanya, kemarin mah saktu lemah segalanya. Di tunggu mangsa baru ny gan..
Flindskjold
Adik Semprot
- Daftar
- 8 Aug 2014
- Post
- 111
- Like diterima
- 490
Iyalah, dia selebgram pasti banyak yang kenal. Hueheh
Flindskjold
Adik Semprot
- Daftar
- 8 Aug 2014
- Post
- 111
- Like diterima
- 490
http://www.imagebam.com/image/15906a946723554
(SHERINETTA FRANSISKA "SHERIN")
*****
Part 18b; The Rebellion and A Heartbreaks
Setelah Mbak Debby pergi, aku langsung fokus sama pekerjaanku, emang bener kata Mbak Rista, kerja sendirian disini walaupun gak terlalu ramai pengunjung, bisa cukup keteteran. Apalagi aku yang masih tergolong baru, masih harus sedikit lebih beradaptasi lagi, mempelajari ritme pekerjaan sebagai barista dan 'koki' di dapur nggak semudah yang aku bayangin
Nggak bisa disebut koki juga sih. Soalnya disini hampir semua menu makanan nya instant. Tinggal goreng aja. Gyoza, Pancake rasa - rasa, Nugget, French Fries. Cuma Browncream yang browniesnya harus dibuat sendiri. Dan itu mutlak tugas Mbak Rista. Karna dia libur, dia bikin Browniesnya dirumahnya, terus di kirim kesini entah pake jasa antar barang online atau dia datang sendiri kesini.
Sorenya, Kenken dateng dan ngisi shift part timenya, aku jadi lega karna sekarang ada yang megang kitchen. Jadi gak harus bolak - balik dari bar ke dapur atau dari dapur ke bar.
Setelah mengenakan celemeknya, Kenken ngehampirin aku dan nanya, ada menu dapur nggak? yang aku jawab dengan gelengan.
"Bikin hot chocolatte aja." pintaku karena aku harus bikin Mocha.
Sekilas penampilan Kenken.
Karna grooming disini nggak begitu ketat, Mbak Rista atau Kenken kadang suka pake celana pendek, yaa nggak terlalu pendek sampe ngeekspos garis bongkahan pantat sih, sepuluh sentian diatas lutut lah kira - kira. Kayak sekarang, Kenken pake baju kemeja lengan panjang warna putih polos yang agak nerawang sama celana pendek jeans dan sepatu converse.
Cantik, dengan kawat gigi berwarna biru. Kakinya yang jenjang ngebuat Kenken keliatan tinggi, tapi kalo dibanding aku ya emang tinggian dia sih, semampai. Nggak kurus, dan nggak terlihat gemuk. Porsi pas buat jadi model - model fotografer lah.
Setelah Kenken selesai bikin hot chocolatte dan semenit kemudian aku juga selesai bikin mocha, Kenken nganter dua pesenan itu ke meja yang berbeda. Lalu balik lagi masuk ke dalem bar dan duduk di satu bangku kecil yang emang khusus barista buat duduk sambil mainin hapenya yang lagi di charge di colokan yang ada di tembok disamping dia duduk.
"Rame ya hari ini?" tanya Kenken setelah naro hapenya di atas meja.
"Nggak begitu sih. Segini aja daritadi." jawabku.
"Ada yang mau order tuh, bentar ya." lanjutku ketika salah satu pengunjung mengangkat tangannya isyarat memanggil pelayan
"Eh, gue aja, Sak. Anteng - anteng aja disini." kata Kenken lalu dia bangkit
"Meja berapa?" tanya Kenken
"Lima, Ken." jawabku.
*****
Malamnya, sekitar pukul sembilan, suasana cafe udah agak ngelonggar, cuma ada beberapa pengunjung, tapi nggak lama ada suara lonceng yang bunyi dan gadis berwajah oriental berjalan masuk dan menuju bangku tanpa sandaran di depan Bar.
Iya, Sherin.
"Hai, Sakti." aku menyapanya balik dengan senyuman lalu kembali menuangkan plain milk ke dalam milk jug untuk kusteam.
"Lemon Tea dong, Sak. Sama Browncream juga boleh." ordernya dan Kenken langsung bangkit dari duduknya di bangku kecil di dalam Bar.
"Browncreamnya mau pakai ice cream rasa apa, Ka?" tanya Kenken yang kembali mengenakan celemek dengan tulisan Bittersweet di depannya.
"Hmm, Vanilla deh, Mbak." ucap Sherin.
"Lagi bikin apaan lu?" tanya Sherin kemudian kepadaku.
"Kopi dong, kan di coffeeshop. Kalo di kamar ya bikin anak namanya. Haha..." candaku
"Garing, elah." balasnya datar namun tak urung senyumnya sedikit mengembang
"Lo balik jam berapa?" tanya Sherin lagi
"Jam sebelasan, kenapa?" ucapku namun tetap fokus pada susu dan foam yang sedang ku pouring ke cangkir berisi espresso.
"Yes, jadi!" sorakku girang karna ukiran dua angsa di atas capuccinoku sukses terukir tanpa cacat.
"Wih keren, kok lo jago sih bikin gambar ayam?" ucap Sherin yang juga melihat hasil latte artku
BANGSAT.
"Ini angsa. Bukan ayam..." kataku setengah jengkel.
"Eh, emang iya? Iya deng, ini angsa. Tapi kok kayak ayam?"
"Haduh. Udalah. Gapapa. Sama - sama unggas ini." balasku makin jengkel.
"Hahahaha, becanda. Iya - iya itu gambar angsa kok. Jangan baper sih, makin katro tau tampang lu kalo baper gitu."
BODOAMAT.
Aku cuma ngedengus kesel nanggepin celotehannya.
"Tumben kesini malem - malem?" tanyaku
"Iya gue nungguin lo balik, mau kerumah lo, mampir aja. Lagian deket juga kan, gue kos di kemang."
"Lo kerja apa gimana? Bukannya lo harusnya di bogor?" tanyaku
"Kepo ah." balasnya singkat.
"Lo bawa kendaraan apa gimana?" tanya nya kemudian
"Tuh, pake Vespa."
"Nah, sip. Soalnya gue gak bawa mobil kesini. Nebeng lo aja kali yak kan sekalian mampir ke rumah lo."
"Emang lo mau nunggu sampe jam sebelasan?" tanyaku
Sherin nggak langsung jawab karna Kenken datang dan menyajikan pesanan Browncreamnya.
"Ya gapapa, gabut juga gue dikos." katanya lalu menyuap brownies yang mengepul setelah sebelumnya dipanaskan, terlihat ice cream yang meleleh diatasnya.
"Yaudah kalo gitu."
Sementara aku yang udah agak melonggar karna pengunjung semakin malam semakin sepi, lebih banyak bertemu pandang dengan Sherin, ngobrol - ngobrol ringan. Kadang Kenken juga ikut nimbrung ngobrol bareng.
***
Jam dua belas kurang sepuluh, aku udah nyelesein pekerjaan terakhirku dan Kenken,
"Duluan ya, Sak." pamit Kenken, tak lama aku pun nyusul keluar, setelah kunci pintu aku lsngsung nyalain vespaku.
Oh ya, karna Mbak Rista libur otomatis kunci cafe ini aku yang pegang. Mbak Rista selalu ingetin biar aku nggak telat dateng besoknya buat ngasih kunci ini ke dia.
****
"Lo kenapa bisa ada di Jakarta, Sher?" tanyaku dengan suara sedikit lebih keras, melawan terpaan angin malam.
"Btw, kalo kedinginan, peluk aja." lanjutku lalu tertawa.
"Pengen banget dipeluk?" sekilas aku ngelihat Sherin memutar bola matanya dengan mimik yang lucu.
"Gak begitu dingin juga lagian. Kan gue pake jaket lo." iya, sebelum berangkat aku ngasih pinjem jaketku tanpa dia minta
Ya sekarang logika aja sih, cowok macem apa gue kalo ngebiarin dia pake kaos ketat sama legging tipis diterpa angin malam yang pasti nusuk banget ke tulang ini.
Walau akhirnya gue yang kedinginan, gue ga keabisan akal. Biar rada anget, gue nyoba bayangin sampe rumah nanti bakal ngentot sama Ka Rere, terus jalan ke kamar Mama dan ngentotin Mama, terus balik lagi ke kamar Ka Rere ngentotin dia lagi, terus ngajak Sherin ke kamar gue, gue entot Sherin. Semaleman cuma ngentot, ngentot dan ngentot.
Sedikit berhasil. Diiringi dengan konaknya kontolku, hangat menjalari badanku. Apalagi tiba - tiba Sherin meluk dari belakang
"Lo kali nih yang kedinginan?" bisiknya lalu terkekeh.
Iya, Sherin. Sakti Jr juga nih kedinginan.
Hehehe.
Gak lama akhirnya kita sampe di rumahku, setelah ngedorong pager kesamping, aku nyuruh Sherin buat masuk duluan kemudian kususul sambil ngedorong Vespaku masuk.
Sayangnya orang rumah tidur semua. Ya iyalah, hampir jam satu malem sekarang. Mau begadang juga ngapain?
"Terus gimana?" tanyaku ke Sherin
"Gue balik kosan ajalah, besok kesini lagi." jawabnya
"Yakin? Udah malem ini."
"Yakin lah, kan dianterin elo baliknya. Hahaha."
Tau gitu mending gausah aku masukin sekalian Vespaku.
"Lagian kalo tidur disini juga mau tidur dimana?" tanya dia.
"Di kamar nyokap? Atau dikamar gue aja deh sana. Gue disofa woles kok." jawabku
"Ya jangan lah, gaenak gue. Begadang aja mending, gimana? Eh tapi lo kerja." ucap Sherin yang langsung nyenderin badannya di sandaran sofa.
"Nggak, gue libur. Paling jam sepuluhan kesana nganter kunci kafe ke senior doang." balasku.
****
Jam dua, setelah tadi beli beberapa cemilan dan soda.
Juga Sherin yang tiba - tiba mampir ke toko jamu pinggir jalan dan beli minuman entah apaan yang warnanya item agak keungu - unguan. Minuman itu dituang dari botol ke dalem plastik kiloan yang agak besar, terus plastik itu dimasukin dua sedotan dan ujungnya plastik bagian atasnya di iket biar nggak tumpah - tumpah.
Dari tadi sambil nonton, Sherin sesekali nyedot 'jamu' nya itu dari sedotan.
"Ini namanya amer, anggur merah." ucapnya, padahal aku gak nanya dia itu apaan sama sekali.
Setelah isi plastik itu abis, dia ngambil plastik kresek warna item yang lain, yang juga isinya sama. Amer. Alias Anggur Merah.
"Eh gila. Muka lo merah banget itu." dia nggak nanggepin, malah bahas topik lain.
"Dari dulu... Lo tau gak... Banyak yang mau nyekokin gue sampe tepar pake minuman kuning atau putih... Macem Baccardi, Jekdi, segala macem lah... Cowo - cowo itu kayaknya kepengen banget gue tepar terus bisa mereka entot... Apalagi tujuannya kalo bukan ngentotin gue kalo gue udah tepar... Hahahaha... Mereka gak tau aja lambung gue ada berapa... Hahahaha... Guenya masih seger, dia - dia pada yang tepar duluan..." dia menjeda kalimatnya, menghisap lagi jamu yang baru dia buka dan dia masukin sedotan.
"Tapi kalo sama jamu anjay ini..."
Jamu anjay? Apaan si?
"Jangankan dientot... Gue yang bakal ngentotin mereka."
"Mereka siapa?"
Nada bicara Sherin udah kayak keseret - seret khas orang mabok.
"Ya gak tau. Orang siskamling kali. Tanyain aja..."
Ngaco anying.
"Gue gak kuat kalo sama ini jamu. Gampang banget mabok kalo minum jamu ini. Gatau kenapa. Sialan banget ini. Siapa sih yang nyiptain ini minuman. Kok bisa sih bikin jamu ini? Heran gue. Minta dientot apa gimana sih dia..."
"Dia siapa? Ngelantur ah elo. Udah yak. Tidur sana. Jangan minum lagi."
"Ya dia... Gak tau lupa... Kenek kopaja kali. Iya. Kenek kopaja. Yang jurusan tebet - ragunan..."
Fix. Akupun bangkit dan narik tangannya biar bediri dan nuntun dia ke kamar.
Berat bener ini orang.
"Endoooong..." ucapnya manja. Malah minta gendong. Nyusahin bener...
Setelah sukses terbopong, aku langsung melangkah menuju kamar.
Baru aja selangkah, aku dikagetin sama suara wanita yang adalah Ka Rere.
"Loh, Sakti? Itu siap-SHERIN???"
"RERE???"
Kemudian dengan secepat kilat Sherin turun dari boponganku, dengan agak sempoyongan berjalan menghambur ke Ka Rere.
"Aaaa... Rere apa kabar? Udah berapa taun ya kita nggak ketemu..." ucap Sherin
"Iya, nih, kangen juga sama pecun kesayangan gue ini... Uuhhhh makin lucu aja sih kamu," kemudian Ka Rere mendaratkan kecupan - kecupan di pipi, kening dan bibir Sherin
Seketika gue mandang Sherin agak heran.
Tadi dia bisa dengan ceplas ceplos ngomong ke gue dengan gaya tengilnya. Sekarang, di depan Kak Rere, dia kayak kucing kecil yang minta dipeluk dan dielus - elus induknya.
"Eh... Hm... Mulut kamu bau... Tuhkan, minum - minum kan?!" ucap Ka Rere dengan nada seperti mengomel.
"Dikit doang kokkk, tanya aja Sakti..."
"Kenapa aku gak diajak?!"
Ka Rere ini kenapa aneh banget gini sih? Aku kira dia bakal ngomel dan buang jamu yang dibeli Sherin itu. Taunya malah minta diajak...
"Hihihi itu masih ada jablayku sayanggg... Yukkk..." ajak Sherin
Aku yang emang ga ada niat buat tidur dan lagipula nanti libur, milih buat rebahan di sofa sambil ngeliatin dua bidadari sinting yang lagi asik ngobrol sambil nyedot sedotan di plastik.
Ngedenger kata - kata ngaco nya Sherin seru juga kayaknya.
"Kok bisa sama si Sakti sih kamu," tanya Ka Rere setelah isi plastik itu habis.
"Gak sengaja. Aku dateng ke Bittersweet, eh ketemu dia." jawab Sherin
"Hmm gitu, kamu gak diapa - apain Sakti kan, sayang?" tanya Ka Rere yang duduk di atas karpet dan bersandar di sofa.
"Enggak kok, eh tapi masa aku disuruh meluk dia pas dijalan tadi... Huh..."
Sherin yang aku liat sekarang ini beda banget sama sebelum dia ketemu Rere. Dia yang sekarang bener bener kayak cewek rapuh yang manja, yang seakan - akan harus dilindungi Ka Rere, yang selalu nyoba nampilin wajah gemasnya biar selalu di manjain Ka Rere.
"Eh, Sakti kok nyuruh Sherin meluk - meluk sih? Jangan nakal ya!!" kata Ka Rere seakan - akan dia adalah Ibu yang anak kecilnya baru saja dijahili anak kecil yang lain.
"Sini peluk, sayang. Biar Sakti gak macem - macemin kamu lagi..."
Dan, kalian tau apa yang terjadi selanjutnya?
Mata Ka Rere yang sayu, mukanya yang juga samar - samar memerah dan gigitan di bibirnya sendiri nunjukkin kalo perlahan birahi Ka Rere naik.
"Aku kok jadi horny gini ya, Sher..."
"Aku juga Re, namanya juga anggur merah..."
"Hmmm enaknya ngapain ya..."
"Sakti, Re..." lirih Sherin ke Rere
"Sakti kenapa... Apanya yang sakti, Sher..."
"Gatau, Re... Menurut kamu apa..."
http://www.imagebam.com/image/4a2684946724034
(SHERINETTA FRANSISKA "SHERIN")
Dan pandangan mereka berdua langsung menuju ke arahku.
"Kontolnya." ucap mereka bersamaan
Oh, no...
Muka mereka nunjukkin layaknya dua singa betina yang buas yang mau nerkam mangsanya.
Anjing!
"E-eh... Kak... Sher.... Ngapain... Jangan nakut - nakutin dong..."
Pandangan mata sayu mereka dan senyum misterius mereka seketika bikin bulu kuduk aku merinding.
Kalo ada yang bilang cewek itu serem kalo lagi mens, mereka harus liat dua cewek yang ada di depan gue ini, dan pertimbangkan lagi asumsi soal cewe mens yang nyeremin itu.
"Sakti yang sekarang manis ya, Re... Nggak cupu n' katro kayak dulu..." ucap Sherin yang menarik kaki kananku melenar sementara Ka Rere menarik kakiku yang lain.
Posisiku sekarang duduk dengan mengangkang lebar.
Perasaanku sekarang campur aduk. Takut, merinding, tapi horny juga.
Ya gimana enggak, di depan selangkangan gue sekarang ada dua cewek dengan kecantikan mereka yang khas. Sherin dengan wajahnya yang oriental dan lekuk badan dengan porsi yang pas. Disampingnya, Kak Rere dengan badannya yang semok, payudaranya yang makin keliatan membusung karna gaun tidurnya yang lumayan ketat dan mini itu.
Dengan nafsu yang terlihat menggebu, Ka Rere sama Sherin secepat kilat ngelucutin celana panjang dan celana dalamku dan melemparnya sembarangan.
Sejenak segumpal daging di dalem kepala gue berimajinasi liar. Gimana kalo seandainya Mama sama Nina bangun dan mergokin kita, dan bukannya ngomel, Mama dan Nina malah ikut - ikutan ngebombardir badanku.
Anjritnya, imajinasi itu malah makin bikin gue kerangsang dan sakti jr makin menegak tegang. Kokoh kayak pondasi beton jembatan suramadu.
"Gede..." lirih Sherin dengan matanya yang berbinar setelah Sakti Jr terpampang jelas dihadapannya. Persis anak kecil yang dikasih coklat sama orang tuanya.
Kini mereka berhimpitan diantara dua bayang pahaku, Sherin mengambil alih tuas peluncur rudal balistik ku, dan Ka Rere yang meremasi dan menjilati biji zakarku.
"Ah... Sher... Ka Rere..." desahku.
Jam tiga lewat dini hari, di ruang tamu rumahku sedang terjadi kegiatan cabul, Mama dan Nina yang bisa kapan aja mergokin kita malah bikin aku makin horny.
Beberapa menit kemudian, Ka Rere menyerahkan hak penuh atas kontolku ke Sherin, kemudian dia memposisikan Sherin agak melebarkan selangakngannya yang sedang berlutut di depanku, setelah dirasa pas, Ka Rere langsung menyelipkan kepalanya ke bawah selangkangan Sherin.
HAAANJING.
Kakakku itu bener - bener binal!
"Nggghhhh...." lenguh Sherin sambil tetap menyepongi kontolku.
Kemudian Sherin menarik wajahnya hingga kontolku terlepas dari sepongannya, menyandarkan kepalanya tepat disamping kiri kontolku yang menegak, sementara tangan kanannya semakin liar mengocok Tuan Sakti Jr.
Pinggul Sherin yang ramping itu menggeliat kegelian bercampur nikamt,geliatan pinggulnya bener - bener menggemaskan membuat kedua tanganku menjulur ke bawah dan meremasi pantatnya.
Kemudian Sherin melenguh sambil membenamkan wajah persis di samping Sakti Jr untuk menutup mulutnya sendiri agar nggak nimbulin suara yang besar dan membangunkan seisi rumah. Sherin orgasme.
Ka Rere menyudahi aksinya di selangkangan Sherin, kemudian merayap naik ke atas selangkanganku, aku yang pasrah hanya bisa menyender ke belakang, menanti aksi dua bidadari sinting ini.
Setelah melampirkan bagian bawah celana dalam Ka Rere ke samping, dia langsung menurunkan selangkangannya, membuat Sakti Jr perlahan menyeruak masuk ke dalam organ intimnya yang gak intim - intim banget ini.
Sherin kemudian berdiri dan berlutut di atas sofa menghadap Ka Rere, memeluk tubuh sintal Ka Rere dan mencium bibirnya.
Jemariku bergerak menuju selangkangan Sherin, mengerti tujuan jemariku, Sherin lalu sedikit mengangkangkan kedua pahanya, memberikan akses jari tengahku mengerjai vaginanya.
Sherin sama Ka Rere ngedesah dan ngelenguh bersahut - sahutan, aku selalu memperingati mereka biar nggak bersuara terlalu keras. Tapi emang dasar binal, Ka Rere malah mendesah semakin kenceng,
"Mama... Ahh... Pergi gatau kemana... Nina dirum... ahhh.... Dirumah Lintang." ucap Ka Rere setelah kuperingati.
Kenapa gak bilang daritadi anyiiiiing!
Tapi, wait...
Nina dirumah Lintang? Sesubuh ini?
Bodoamat ah.
Kemudian Ka Rere nyuruh aku baring terlentang di sepanjang sofa.
Lalu Ka Rere kembali nunggangin Sakti Jr.
Ka Rere ngasih isyarat buat Sherin biar ngedeketin dia, dan nyuruh Sherin duduk diatas wajahku dan ngehadep ke Ka Rere.
Wangi. Maksutku, bener - bener wangi. Wangi khas yang baru aku hirup di vaginanya Sherin. Beda sama Ka Rere atau Mama, atau Tante Laras.
Lidahku intens mencolek - colek, menoel - noel, mencuil - cuil vagina cute Sherin sampai kemudian Ka Rere mencapai orgasme. Badannya tersentak - sentak kecil dan bergetaran kemudian melemas ambruk ke badanku.
Ka Rere bergerak bangun dan turun dari sofa panjang dimana aku terlentang dan duduk di sofa lain yang ukurannya lebih kecil.
Sherin, your turn.
Aku bangun, dan memposisikan badan Sherin menungging dengan lutut nya di atas sofa, kedua tangannya bertumpu di ujung atas senderan sofa. Aku memegang pinggulnya menekan pantatnya agar lebih menungging sehingga aku nggak perlu sedikit berjinjit.
Setelah pas di depan lubang mekinya, ku dorong penisku masuk ke dalam lembah anjrit diantara selangkangannya, bukan dubur ya, tapi mekinya.
"Shhh...." desis Sherin ketika perlahan Sakti Jr memasuki rongga vaginannya.
"Stop. Mentok. Jangan didorong lagi..." lirih Sherin
Kenapa sih harus selalu mentok sebelum ini kontol masuk sepenuhnya? Ngeselin bener.
Tapi gak apa - apalah, yang penting ngentot.
"Ssh-ahh..." lengan kanan Sherin bergerak ke belakang, menuju bongkah bokong sebelah kanannya, menguak tabir kenikmatan yang ada di antara celah himpit pantatnya. Anus.
Satu - satunya anus yang menggemaskan yang pernah kulihat.
Lingkar duburnya tidak menggelap, malah terang kemerahan. Namun kulihat lubang anusnya sudah sedikit menganga tanda sudah pernah dimasuki penis sebelumnya.
Kemudian Sherin menarik lagi lengan yang tadi ia pakai untuk menguak anusnya ke depan, meludahi jemarinya, dan kembali menuju ke belakang, meratakan ludahnya di lubang anusnya, dan perlahan memasukan jari tengahnya ke lubang dubur itu.
"Hyaaah... Ahhh... Kencengan dikit, Sak... Ahhh!"
Desahnya makin liar seiring keluar masuk kontolku di vaginannya dan keluar masuk jari tengahnya di duburnya.
Beberapa menit kemudian, Sherin nyuruh aku keluarin penisku dari vaginannya, dan memintaku untuk memasukan penisku di lubangnya yang lain. Anusnya.
"Pelan - pelan. Kontol lu gede... Ahh... Gamuat kayaknya... Gajadi... Jangan... Ahhh... Gamuat, Saktiiii... Ngggghhhhh"
Karna aku paling ga suka orang yang plin - plan, aku nggak mengindahkan pembatalan yang dia mau. Sakti Jr kudorong terus hingga masuk setengahnya. Sempit banget.
"Hah... Tahan... Jangan digerakin... Tahan dulu.. Tah-AAAAH... AHHHH... NGGHHH... GUE BILANG TAHAANHHH..."
Sakit? Ntar juga enak. Kayaknya.
Siapa suruh mancing - mancing.
"Ah... Auw! Aaah... Aduh! Shhh... Awww!" desahnya sambil memekik kaget karna tamparan - tamparanku di pipi pantatnya.
'Plak! Plak! Plak!'
Sejenak aku menolehkan mataku ke samping, ke sofa kecil dimana Ka Rere tadi duduk bersender.
Tidur? Bener - bener enggak jelas. Dari pertama kali aku ML sama Ka Rere, abis orgasme dia langsung tidur dengan pulasnya, malah pernah dia aku entot dalam keadaan dia yang udah tidur dan nggak bangun sama sekali walaupun kusodok keras - keras memeknya itu.
"Ka Rere tidur..." gumamku di samping telinga Sherin.
"Nggak akan ada reinforcement buat lo kayaknya..." lanjutku
"Mak... Ahhh... Maksutnya..." gumam Sherin
"I'll fuck u, till the skies gettin' bright."
"Ha? Ahhh... Rereeeee bangunnnn... Tolongin akuuuu! Ahhh!" pekik manja Sherin menyadari nasibnya menghadapi Sakti Jr yang masih sangat jauh dari tanda - tanda akan mengecrotkan mani tanpa bantuan wanita sinting berbadan semok yang saat ini tidur tanpa sedikitpun terganggu suara gaduh di dekatnya.
Bersambung.
(SHERINETTA FRANSISKA "SHERIN")
*****
Part 18b; The Rebellion and A Heartbreaks
Setelah Mbak Debby pergi, aku langsung fokus sama pekerjaanku, emang bener kata Mbak Rista, kerja sendirian disini walaupun gak terlalu ramai pengunjung, bisa cukup keteteran. Apalagi aku yang masih tergolong baru, masih harus sedikit lebih beradaptasi lagi, mempelajari ritme pekerjaan sebagai barista dan 'koki' di dapur nggak semudah yang aku bayangin
Nggak bisa disebut koki juga sih. Soalnya disini hampir semua menu makanan nya instant. Tinggal goreng aja. Gyoza, Pancake rasa - rasa, Nugget, French Fries. Cuma Browncream yang browniesnya harus dibuat sendiri. Dan itu mutlak tugas Mbak Rista. Karna dia libur, dia bikin Browniesnya dirumahnya, terus di kirim kesini entah pake jasa antar barang online atau dia datang sendiri kesini.
Sorenya, Kenken dateng dan ngisi shift part timenya, aku jadi lega karna sekarang ada yang megang kitchen. Jadi gak harus bolak - balik dari bar ke dapur atau dari dapur ke bar.
Setelah mengenakan celemeknya, Kenken ngehampirin aku dan nanya, ada menu dapur nggak? yang aku jawab dengan gelengan.
"Bikin hot chocolatte aja." pintaku karena aku harus bikin Mocha.
Sekilas penampilan Kenken.
Karna grooming disini nggak begitu ketat, Mbak Rista atau Kenken kadang suka pake celana pendek, yaa nggak terlalu pendek sampe ngeekspos garis bongkahan pantat sih, sepuluh sentian diatas lutut lah kira - kira. Kayak sekarang, Kenken pake baju kemeja lengan panjang warna putih polos yang agak nerawang sama celana pendek jeans dan sepatu converse.
Cantik, dengan kawat gigi berwarna biru. Kakinya yang jenjang ngebuat Kenken keliatan tinggi, tapi kalo dibanding aku ya emang tinggian dia sih, semampai. Nggak kurus, dan nggak terlihat gemuk. Porsi pas buat jadi model - model fotografer lah.
Setelah Kenken selesai bikin hot chocolatte dan semenit kemudian aku juga selesai bikin mocha, Kenken nganter dua pesenan itu ke meja yang berbeda. Lalu balik lagi masuk ke dalem bar dan duduk di satu bangku kecil yang emang khusus barista buat duduk sambil mainin hapenya yang lagi di charge di colokan yang ada di tembok disamping dia duduk.
"Rame ya hari ini?" tanya Kenken setelah naro hapenya di atas meja.
"Nggak begitu sih. Segini aja daritadi." jawabku.
"Ada yang mau order tuh, bentar ya." lanjutku ketika salah satu pengunjung mengangkat tangannya isyarat memanggil pelayan
"Eh, gue aja, Sak. Anteng - anteng aja disini." kata Kenken lalu dia bangkit
"Meja berapa?" tanya Kenken
"Lima, Ken." jawabku.
*****
Malamnya, sekitar pukul sembilan, suasana cafe udah agak ngelonggar, cuma ada beberapa pengunjung, tapi nggak lama ada suara lonceng yang bunyi dan gadis berwajah oriental berjalan masuk dan menuju bangku tanpa sandaran di depan Bar.
Iya, Sherin.
"Hai, Sakti." aku menyapanya balik dengan senyuman lalu kembali menuangkan plain milk ke dalam milk jug untuk kusteam.
"Lemon Tea dong, Sak. Sama Browncream juga boleh." ordernya dan Kenken langsung bangkit dari duduknya di bangku kecil di dalam Bar.
"Browncreamnya mau pakai ice cream rasa apa, Ka?" tanya Kenken yang kembali mengenakan celemek dengan tulisan Bittersweet di depannya.
"Hmm, Vanilla deh, Mbak." ucap Sherin.
"Lagi bikin apaan lu?" tanya Sherin kemudian kepadaku.
"Kopi dong, kan di coffeeshop. Kalo di kamar ya bikin anak namanya. Haha..." candaku
"Garing, elah." balasnya datar namun tak urung senyumnya sedikit mengembang
"Lo balik jam berapa?" tanya Sherin lagi
"Jam sebelasan, kenapa?" ucapku namun tetap fokus pada susu dan foam yang sedang ku pouring ke cangkir berisi espresso.
"Yes, jadi!" sorakku girang karna ukiran dua angsa di atas capuccinoku sukses terukir tanpa cacat.
"Wih keren, kok lo jago sih bikin gambar ayam?" ucap Sherin yang juga melihat hasil latte artku
BANGSAT.
"Ini angsa. Bukan ayam..." kataku setengah jengkel.
"Eh, emang iya? Iya deng, ini angsa. Tapi kok kayak ayam?"
"Haduh. Udalah. Gapapa. Sama - sama unggas ini." balasku makin jengkel.
"Hahahaha, becanda. Iya - iya itu gambar angsa kok. Jangan baper sih, makin katro tau tampang lu kalo baper gitu."
BODOAMAT.
Aku cuma ngedengus kesel nanggepin celotehannya.
"Tumben kesini malem - malem?" tanyaku
"Iya gue nungguin lo balik, mau kerumah lo, mampir aja. Lagian deket juga kan, gue kos di kemang."
"Lo kerja apa gimana? Bukannya lo harusnya di bogor?" tanyaku
"Kepo ah." balasnya singkat.
"Lo bawa kendaraan apa gimana?" tanya nya kemudian
"Tuh, pake Vespa."
"Nah, sip. Soalnya gue gak bawa mobil kesini. Nebeng lo aja kali yak kan sekalian mampir ke rumah lo."
"Emang lo mau nunggu sampe jam sebelasan?" tanyaku
Sherin nggak langsung jawab karna Kenken datang dan menyajikan pesanan Browncreamnya.
"Ya gapapa, gabut juga gue dikos." katanya lalu menyuap brownies yang mengepul setelah sebelumnya dipanaskan, terlihat ice cream yang meleleh diatasnya.
"Yaudah kalo gitu."
Sementara aku yang udah agak melonggar karna pengunjung semakin malam semakin sepi, lebih banyak bertemu pandang dengan Sherin, ngobrol - ngobrol ringan. Kadang Kenken juga ikut nimbrung ngobrol bareng.
***
Jam dua belas kurang sepuluh, aku udah nyelesein pekerjaan terakhirku dan Kenken,
"Duluan ya, Sak." pamit Kenken, tak lama aku pun nyusul keluar, setelah kunci pintu aku lsngsung nyalain vespaku.
Oh ya, karna Mbak Rista libur otomatis kunci cafe ini aku yang pegang. Mbak Rista selalu ingetin biar aku nggak telat dateng besoknya buat ngasih kunci ini ke dia.
****
"Lo kenapa bisa ada di Jakarta, Sher?" tanyaku dengan suara sedikit lebih keras, melawan terpaan angin malam.
"Btw, kalo kedinginan, peluk aja." lanjutku lalu tertawa.
"Pengen banget dipeluk?" sekilas aku ngelihat Sherin memutar bola matanya dengan mimik yang lucu.
"Gak begitu dingin juga lagian. Kan gue pake jaket lo." iya, sebelum berangkat aku ngasih pinjem jaketku tanpa dia minta
Ya sekarang logika aja sih, cowok macem apa gue kalo ngebiarin dia pake kaos ketat sama legging tipis diterpa angin malam yang pasti nusuk banget ke tulang ini.
Walau akhirnya gue yang kedinginan, gue ga keabisan akal. Biar rada anget, gue nyoba bayangin sampe rumah nanti bakal ngentot sama Ka Rere, terus jalan ke kamar Mama dan ngentotin Mama, terus balik lagi ke kamar Ka Rere ngentotin dia lagi, terus ngajak Sherin ke kamar gue, gue entot Sherin. Semaleman cuma ngentot, ngentot dan ngentot.
Sedikit berhasil. Diiringi dengan konaknya kontolku, hangat menjalari badanku. Apalagi tiba - tiba Sherin meluk dari belakang
"Lo kali nih yang kedinginan?" bisiknya lalu terkekeh.
Iya, Sherin. Sakti Jr juga nih kedinginan.
Hehehe.
Gak lama akhirnya kita sampe di rumahku, setelah ngedorong pager kesamping, aku nyuruh Sherin buat masuk duluan kemudian kususul sambil ngedorong Vespaku masuk.
Sayangnya orang rumah tidur semua. Ya iyalah, hampir jam satu malem sekarang. Mau begadang juga ngapain?
"Terus gimana?" tanyaku ke Sherin
"Gue balik kosan ajalah, besok kesini lagi." jawabnya
"Yakin? Udah malem ini."
"Yakin lah, kan dianterin elo baliknya. Hahaha."
Tau gitu mending gausah aku masukin sekalian Vespaku.
"Lagian kalo tidur disini juga mau tidur dimana?" tanya dia.
"Di kamar nyokap? Atau dikamar gue aja deh sana. Gue disofa woles kok." jawabku
"Ya jangan lah, gaenak gue. Begadang aja mending, gimana? Eh tapi lo kerja." ucap Sherin yang langsung nyenderin badannya di sandaran sofa.
"Nggak, gue libur. Paling jam sepuluhan kesana nganter kunci kafe ke senior doang." balasku.
****
Jam dua, setelah tadi beli beberapa cemilan dan soda.
Juga Sherin yang tiba - tiba mampir ke toko jamu pinggir jalan dan beli minuman entah apaan yang warnanya item agak keungu - unguan. Minuman itu dituang dari botol ke dalem plastik kiloan yang agak besar, terus plastik itu dimasukin dua sedotan dan ujungnya plastik bagian atasnya di iket biar nggak tumpah - tumpah.
Dari tadi sambil nonton, Sherin sesekali nyedot 'jamu' nya itu dari sedotan.
"Ini namanya amer, anggur merah." ucapnya, padahal aku gak nanya dia itu apaan sama sekali.
Setelah isi plastik itu abis, dia ngambil plastik kresek warna item yang lain, yang juga isinya sama. Amer. Alias Anggur Merah.
"Eh gila. Muka lo merah banget itu." dia nggak nanggepin, malah bahas topik lain.
"Dari dulu... Lo tau gak... Banyak yang mau nyekokin gue sampe tepar pake minuman kuning atau putih... Macem Baccardi, Jekdi, segala macem lah... Cowo - cowo itu kayaknya kepengen banget gue tepar terus bisa mereka entot... Apalagi tujuannya kalo bukan ngentotin gue kalo gue udah tepar... Hahahaha... Mereka gak tau aja lambung gue ada berapa... Hahahaha... Guenya masih seger, dia - dia pada yang tepar duluan..." dia menjeda kalimatnya, menghisap lagi jamu yang baru dia buka dan dia masukin sedotan.
"Tapi kalo sama jamu anjay ini..."
Jamu anjay? Apaan si?
"Jangankan dientot... Gue yang bakal ngentotin mereka."
"Mereka siapa?"
Nada bicara Sherin udah kayak keseret - seret khas orang mabok.
"Ya gak tau. Orang siskamling kali. Tanyain aja..."
Ngaco anying.
"Gue gak kuat kalo sama ini jamu. Gampang banget mabok kalo minum jamu ini. Gatau kenapa. Sialan banget ini. Siapa sih yang nyiptain ini minuman. Kok bisa sih bikin jamu ini? Heran gue. Minta dientot apa gimana sih dia..."
"Dia siapa? Ngelantur ah elo. Udah yak. Tidur sana. Jangan minum lagi."
"Ya dia... Gak tau lupa... Kenek kopaja kali. Iya. Kenek kopaja. Yang jurusan tebet - ragunan..."
Fix. Akupun bangkit dan narik tangannya biar bediri dan nuntun dia ke kamar.
Berat bener ini orang.
"Endoooong..." ucapnya manja. Malah minta gendong. Nyusahin bener...
Setelah sukses terbopong, aku langsung melangkah menuju kamar.
Baru aja selangkah, aku dikagetin sama suara wanita yang adalah Ka Rere.
"Loh, Sakti? Itu siap-SHERIN???"
"RERE???"
Kemudian dengan secepat kilat Sherin turun dari boponganku, dengan agak sempoyongan berjalan menghambur ke Ka Rere.
"Aaaa... Rere apa kabar? Udah berapa taun ya kita nggak ketemu..." ucap Sherin
"Iya, nih, kangen juga sama pecun kesayangan gue ini... Uuhhhh makin lucu aja sih kamu," kemudian Ka Rere mendaratkan kecupan - kecupan di pipi, kening dan bibir Sherin
Seketika gue mandang Sherin agak heran.
Tadi dia bisa dengan ceplas ceplos ngomong ke gue dengan gaya tengilnya. Sekarang, di depan Kak Rere, dia kayak kucing kecil yang minta dipeluk dan dielus - elus induknya.
"Eh... Hm... Mulut kamu bau... Tuhkan, minum - minum kan?!" ucap Ka Rere dengan nada seperti mengomel.
"Dikit doang kokkk, tanya aja Sakti..."
"Kenapa aku gak diajak?!"
Ka Rere ini kenapa aneh banget gini sih? Aku kira dia bakal ngomel dan buang jamu yang dibeli Sherin itu. Taunya malah minta diajak...
"Hihihi itu masih ada jablayku sayanggg... Yukkk..." ajak Sherin
Aku yang emang ga ada niat buat tidur dan lagipula nanti libur, milih buat rebahan di sofa sambil ngeliatin dua bidadari sinting yang lagi asik ngobrol sambil nyedot sedotan di plastik.
Ngedenger kata - kata ngaco nya Sherin seru juga kayaknya.
"Kok bisa sama si Sakti sih kamu," tanya Ka Rere setelah isi plastik itu habis.
"Gak sengaja. Aku dateng ke Bittersweet, eh ketemu dia." jawab Sherin
"Hmm gitu, kamu gak diapa - apain Sakti kan, sayang?" tanya Ka Rere yang duduk di atas karpet dan bersandar di sofa.
"Enggak kok, eh tapi masa aku disuruh meluk dia pas dijalan tadi... Huh..."
Sherin yang aku liat sekarang ini beda banget sama sebelum dia ketemu Rere. Dia yang sekarang bener bener kayak cewek rapuh yang manja, yang seakan - akan harus dilindungi Ka Rere, yang selalu nyoba nampilin wajah gemasnya biar selalu di manjain Ka Rere.
"Eh, Sakti kok nyuruh Sherin meluk - meluk sih? Jangan nakal ya!!" kata Ka Rere seakan - akan dia adalah Ibu yang anak kecilnya baru saja dijahili anak kecil yang lain.
"Sini peluk, sayang. Biar Sakti gak macem - macemin kamu lagi..."
Dan, kalian tau apa yang terjadi selanjutnya?
Mata Ka Rere yang sayu, mukanya yang juga samar - samar memerah dan gigitan di bibirnya sendiri nunjukkin kalo perlahan birahi Ka Rere naik.
"Aku kok jadi horny gini ya, Sher..."
"Aku juga Re, namanya juga anggur merah..."
"Hmmm enaknya ngapain ya..."
"Sakti, Re..." lirih Sherin ke Rere
"Sakti kenapa... Apanya yang sakti, Sher..."
"Gatau, Re... Menurut kamu apa..."
http://www.imagebam.com/image/4a2684946724034
(SHERINETTA FRANSISKA "SHERIN")
Dan pandangan mereka berdua langsung menuju ke arahku.
"Kontolnya." ucap mereka bersamaan
Oh, no...
Muka mereka nunjukkin layaknya dua singa betina yang buas yang mau nerkam mangsanya.
Anjing!
"E-eh... Kak... Sher.... Ngapain... Jangan nakut - nakutin dong..."
Pandangan mata sayu mereka dan senyum misterius mereka seketika bikin bulu kuduk aku merinding.
Kalo ada yang bilang cewek itu serem kalo lagi mens, mereka harus liat dua cewek yang ada di depan gue ini, dan pertimbangkan lagi asumsi soal cewe mens yang nyeremin itu.
"Sakti yang sekarang manis ya, Re... Nggak cupu n' katro kayak dulu..." ucap Sherin yang menarik kaki kananku melenar sementara Ka Rere menarik kakiku yang lain.
Posisiku sekarang duduk dengan mengangkang lebar.
Perasaanku sekarang campur aduk. Takut, merinding, tapi horny juga.
Ya gimana enggak, di depan selangkangan gue sekarang ada dua cewek dengan kecantikan mereka yang khas. Sherin dengan wajahnya yang oriental dan lekuk badan dengan porsi yang pas. Disampingnya, Kak Rere dengan badannya yang semok, payudaranya yang makin keliatan membusung karna gaun tidurnya yang lumayan ketat dan mini itu.
Dengan nafsu yang terlihat menggebu, Ka Rere sama Sherin secepat kilat ngelucutin celana panjang dan celana dalamku dan melemparnya sembarangan.
Sejenak segumpal daging di dalem kepala gue berimajinasi liar. Gimana kalo seandainya Mama sama Nina bangun dan mergokin kita, dan bukannya ngomel, Mama dan Nina malah ikut - ikutan ngebombardir badanku.
Anjritnya, imajinasi itu malah makin bikin gue kerangsang dan sakti jr makin menegak tegang. Kokoh kayak pondasi beton jembatan suramadu.
"Gede..." lirih Sherin dengan matanya yang berbinar setelah Sakti Jr terpampang jelas dihadapannya. Persis anak kecil yang dikasih coklat sama orang tuanya.
Kini mereka berhimpitan diantara dua bayang pahaku, Sherin mengambil alih tuas peluncur rudal balistik ku, dan Ka Rere yang meremasi dan menjilati biji zakarku.
"Ah... Sher... Ka Rere..." desahku.
Jam tiga lewat dini hari, di ruang tamu rumahku sedang terjadi kegiatan cabul, Mama dan Nina yang bisa kapan aja mergokin kita malah bikin aku makin horny.
Beberapa menit kemudian, Ka Rere menyerahkan hak penuh atas kontolku ke Sherin, kemudian dia memposisikan Sherin agak melebarkan selangakngannya yang sedang berlutut di depanku, setelah dirasa pas, Ka Rere langsung menyelipkan kepalanya ke bawah selangkangan Sherin.
HAAANJING.
Kakakku itu bener - bener binal!
"Nggghhhh...." lenguh Sherin sambil tetap menyepongi kontolku.
Kemudian Sherin menarik wajahnya hingga kontolku terlepas dari sepongannya, menyandarkan kepalanya tepat disamping kiri kontolku yang menegak, sementara tangan kanannya semakin liar mengocok Tuan Sakti Jr.
Pinggul Sherin yang ramping itu menggeliat kegelian bercampur nikamt,geliatan pinggulnya bener - bener menggemaskan membuat kedua tanganku menjulur ke bawah dan meremasi pantatnya.
Kemudian Sherin melenguh sambil membenamkan wajah persis di samping Sakti Jr untuk menutup mulutnya sendiri agar nggak nimbulin suara yang besar dan membangunkan seisi rumah. Sherin orgasme.
Ka Rere menyudahi aksinya di selangkangan Sherin, kemudian merayap naik ke atas selangkanganku, aku yang pasrah hanya bisa menyender ke belakang, menanti aksi dua bidadari sinting ini.
Setelah melampirkan bagian bawah celana dalam Ka Rere ke samping, dia langsung menurunkan selangkangannya, membuat Sakti Jr perlahan menyeruak masuk ke dalam organ intimnya yang gak intim - intim banget ini.
Sherin kemudian berdiri dan berlutut di atas sofa menghadap Ka Rere, memeluk tubuh sintal Ka Rere dan mencium bibirnya.
Jemariku bergerak menuju selangkangan Sherin, mengerti tujuan jemariku, Sherin lalu sedikit mengangkangkan kedua pahanya, memberikan akses jari tengahku mengerjai vaginanya.
Sherin sama Ka Rere ngedesah dan ngelenguh bersahut - sahutan, aku selalu memperingati mereka biar nggak bersuara terlalu keras. Tapi emang dasar binal, Ka Rere malah mendesah semakin kenceng,
"Mama... Ahh... Pergi gatau kemana... Nina dirum... ahhh.... Dirumah Lintang." ucap Ka Rere setelah kuperingati.
Kenapa gak bilang daritadi anyiiiiing!
Tapi, wait...
Nina dirumah Lintang? Sesubuh ini?
Bodoamat ah.
Kemudian Ka Rere nyuruh aku baring terlentang di sepanjang sofa.
Lalu Ka Rere kembali nunggangin Sakti Jr.
Ka Rere ngasih isyarat buat Sherin biar ngedeketin dia, dan nyuruh Sherin duduk diatas wajahku dan ngehadep ke Ka Rere.
Wangi. Maksutku, bener - bener wangi. Wangi khas yang baru aku hirup di vaginanya Sherin. Beda sama Ka Rere atau Mama, atau Tante Laras.
Lidahku intens mencolek - colek, menoel - noel, mencuil - cuil vagina cute Sherin sampai kemudian Ka Rere mencapai orgasme. Badannya tersentak - sentak kecil dan bergetaran kemudian melemas ambruk ke badanku.
Ka Rere bergerak bangun dan turun dari sofa panjang dimana aku terlentang dan duduk di sofa lain yang ukurannya lebih kecil.
Sherin, your turn.
Aku bangun, dan memposisikan badan Sherin menungging dengan lutut nya di atas sofa, kedua tangannya bertumpu di ujung atas senderan sofa. Aku memegang pinggulnya menekan pantatnya agar lebih menungging sehingga aku nggak perlu sedikit berjinjit.
Setelah pas di depan lubang mekinya, ku dorong penisku masuk ke dalam lembah anjrit diantara selangkangannya, bukan dubur ya, tapi mekinya.
"Shhh...." desis Sherin ketika perlahan Sakti Jr memasuki rongga vaginannya.
"Stop. Mentok. Jangan didorong lagi..." lirih Sherin
Kenapa sih harus selalu mentok sebelum ini kontol masuk sepenuhnya? Ngeselin bener.
Tapi gak apa - apalah, yang penting ngentot.
"Ssh-ahh..." lengan kanan Sherin bergerak ke belakang, menuju bongkah bokong sebelah kanannya, menguak tabir kenikmatan yang ada di antara celah himpit pantatnya. Anus.
Satu - satunya anus yang menggemaskan yang pernah kulihat.
Lingkar duburnya tidak menggelap, malah terang kemerahan. Namun kulihat lubang anusnya sudah sedikit menganga tanda sudah pernah dimasuki penis sebelumnya.
Kemudian Sherin menarik lagi lengan yang tadi ia pakai untuk menguak anusnya ke depan, meludahi jemarinya, dan kembali menuju ke belakang, meratakan ludahnya di lubang anusnya, dan perlahan memasukan jari tengahnya ke lubang dubur itu.
"Hyaaah... Ahhh... Kencengan dikit, Sak... Ahhh!"
Desahnya makin liar seiring keluar masuk kontolku di vaginannya dan keluar masuk jari tengahnya di duburnya.
Beberapa menit kemudian, Sherin nyuruh aku keluarin penisku dari vaginannya, dan memintaku untuk memasukan penisku di lubangnya yang lain. Anusnya.
"Pelan - pelan. Kontol lu gede... Ahh... Gamuat kayaknya... Gajadi... Jangan... Ahhh... Gamuat, Saktiiii... Ngggghhhhh"
Karna aku paling ga suka orang yang plin - plan, aku nggak mengindahkan pembatalan yang dia mau. Sakti Jr kudorong terus hingga masuk setengahnya. Sempit banget.
"Hah... Tahan... Jangan digerakin... Tahan dulu.. Tah-AAAAH... AHHHH... NGGHHH... GUE BILANG TAHAANHHH..."
Sakit? Ntar juga enak. Kayaknya.
Siapa suruh mancing - mancing.
"Ah... Auw! Aaah... Aduh! Shhh... Awww!" desahnya sambil memekik kaget karna tamparan - tamparanku di pipi pantatnya.
'Plak! Plak! Plak!'
Sejenak aku menolehkan mataku ke samping, ke sofa kecil dimana Ka Rere tadi duduk bersender.
Tidur? Bener - bener enggak jelas. Dari pertama kali aku ML sama Ka Rere, abis orgasme dia langsung tidur dengan pulasnya, malah pernah dia aku entot dalam keadaan dia yang udah tidur dan nggak bangun sama sekali walaupun kusodok keras - keras memeknya itu.
"Ka Rere tidur..." gumamku di samping telinga Sherin.
"Nggak akan ada reinforcement buat lo kayaknya..." lanjutku
"Mak... Ahhh... Maksutnya..." gumam Sherin
"I'll fuck u, till the skies gettin' bright."
"Ha? Ahhh... Rereeeee bangunnnn... Tolongin akuuuu! Ahhh!" pekik manja Sherin menyadari nasibnya menghadapi Sakti Jr yang masih sangat jauh dari tanda - tanda akan mengecrotkan mani tanpa bantuan wanita sinting berbadan semok yang saat ini tidur tanpa sedikitpun terganggu suara gaduh di dekatnya.
Bersambung.
deddysasa10
Semprot Lover
- Daftar
- 1 Jan 2018
- Post
- 298
- Like diterima
- 303
Kenapa gw dapet"feel" saat baca bagkarin sama ayah doang , yang lain nga dapet.semakin rame nih pemainnya tambah binggung gw.susah banget ngapalin nama nama lawan main sakti saking banyaknya.terus lintang pindah ke bekasi ngapain kok kesannya mendadak banget.mau dong lintang sama ibunya.....btw tetap semangat suhu
Flindskjold
Adik Semprot
- Daftar
- 8 Aug 2014
- Post
- 111
- Like diterima
- 490
Mungkin karena cuma side story, cerita soal Kharin gue bikin sedramatis mungkin, kalo di cerita sakti nya sendiri, gue cuma nyelipin beberapa bagian yang dramatis. Mungkin di 18c nubi bakal bikin cerita penutup soal sherin ini juga lebih dramatis. Beberapa sidestory yg lain yg bakal muncul nanti juga pasti bakal gue bikin sesedih, sedramatis dan sekelam mungkin sih. tapi moga aja nggak sampe bikin sidestory nya lebih menarik daripada cerita intinya.
Semoga kedepannya bakal kerasa deh feelnya. hehehe
Hernandez96
Pertapa Semprot
- Daftar
- 21 May 2016
- Post
- 4.859
- Like diterima
- 1.498
Nah nambah lagi mangsa sakti, tinggal bawa pulang nina nih, biar di nikmati sakti sendiri. Di tunggu next ny gan..
BUjang_Kere
Senpai Semprot
setelah baca maraton dan menerawang sesekali menghisap kopi diselingi menyerupt rokok sembari berfikir.
mungkin penyebab Lintang lbh sakti karena kontolnya melintang kalo sdang ngaceng.
mungkin penyebab Lintang lbh sakti karena kontolnya melintang kalo sdang ngaceng.
ivan_cacing
Pertapa Semprot
- Daftar
- 6 Sep 2011
- Post
- 4.831
- Like diterima
- 4.185
wow, makasi hu lanjutanya
pelisaurus
Pertapa Semprot
- Daftar
- 16 Feb 2016
- Post
- 4.201
- Like diterima
- 17.769
Mantap
Lanjut om,, bikin sherin ga bisa bangun...
Lanjut om,, bikin sherin ga bisa bangun...
Flindskjold
Adik Semprot
- Daftar
- 8 Aug 2014
- Post
- 111
- Like diterima
- 490
http://www.imagebam.com/image/d8aeec947272374
(SHERINETTA FRANSISKA "SHERIN")
*****
Part 18c; The Rebellion and A Heartbreak
Iya, sampe pagi jam enam lewat akhirnya kita berhenti ML, aku dan Sherin, akhrinya tidur kelelahan. Dan entah jam berapa saat ini, aku perlahan terbangun. Mengerjapkan mata dan menyadari terpaan hangat nafas perempuan di dada telanjangku.
Sherin.
Satu - satunya cewek yang selalu bikin nafsuku meledak - ledak. Badannya yang bener - bener seksi dan raut wajah orientalnya itu, ugh.
'Tok! Tok! Tok!'
"Kaaak, makan yok... Udah siang nih!"
Nina.
"Eh, iya! Bentar, nyusul!"
Kemudian aku ngebangunin Sherin, dan ngajak dia keluar buat ikut makan. Setelah dia bangun ternyata bajunya ketinggalan di ruang tamu.
"Cari di lemari, pake baju Sakti aja." suruhku
"Yang mana lemarinya?" tanya nya,
"Yang pintu kayu yang coklat itu," jawabku menunjuk lemari kayu berwarna coklat
Kemudian Sherin membelakangiku, memilah pakaian untuk dikenakan.
Melihat badannya yang masih tanpa busana, nafsuku seketika naik lagi.
Apalagi pantanya yang bergetaran saat berjalan ke lemari.
Juga teringat bagaimana liar dan buas goyangannya yang menunggangiku ketika Sakti Jr ini menancap bergantian di dua lubang di selangkangannya.
Akupun beringsut dari atas kasur dan menghampirinya, dengan Sakti Jr yang perlahan menegang kembali.
"Eh... Ngh... Gila ya... Masa belom puas juga sih..." lirih Sherin ketika aku memeluknya dari belakang dengan Sakti Jr yang menyunduli pantat sekalnya.
*****
Mama dan Nina menatap aku dan Sherin bergantian diatas meja makan.
"Hmmm..." gumam Nina dengan pandangan menyelidik
"Kok Kakak bisa disini?" tanya Nina ke Sherin, yang ditanya cuma nyengir kuda.
"Semalem ke Bittersweet, Ma. Nebeng dia, kosannya deket sini soalnya," jelasku ke Mama yang padahal nggak bicara apa - apa selain natap aku dengan pandangan misteriusnya. Aku mendapat senggolan kecil di lututku, dari lutut Sherin, aku memandang Sherin yang juga memandangku, pandanganku seperti bertanya, "Kenapa?"
Namun akhirnya terjawab ketika Nina bertanya ke Sherin
"Loh, Kakak ngekos?"
"Ngg... Hehehe..." kekeh Sherin dengan wajah kikuknya.
"Nina apa kabar?" tanya Sherin, nyoba buat ngalihin pertanyaan Nina.
"Jawab Nina, Ka." Nina penasaran
Bukannya ngomong, Sherin justru bangkit dari kursi dan pergi ke ruang tamu dengan tergesa.
"Dia kenapa sih?" tanya Nina kepadaku yang kujawab dengan mengedikkan bahu, kemudian aku bangkit menyusul Sherin.
"Nina disini aja, biar Ka Sakti aja." suruhku ketika Nina ikut bangkit dari tempat duduknya.
Aku mencekal satu lengan Sherin ketika cewek itu ingin membuka pagar, namun dia bereaksi meronta, berusaha menampik cekalan tanganku.
"Hei? Sherin kenapa? Tenang!" kataku yang kemudian melihat muka Sherin yang kedua pipinya dibasahi airmata.
"Lepas! Sana, ah! Gue mau kekosan!" bentaknya
"Iya-iya, gue anter. Oke? Tunggu..."
"Gue bisa balik sendiri! Lepasin! Sakit tangan gue! Huhuhu! Lepas!"
Akupun ngelepas cekalanku, bukan berarti ngebiarin dia pergi, karna aku langsung dorong pager rumahku biar dia bener - bener nggak bisa kemana - mana.
Mau manjat? Gih sana.
Perlahan rontaannya melemah, Sherin jatuh terduduk bersandarkan pagar. Akupun ngehampirin dia, jongkok dengan bertumpu satu lutut kananku.
"Gue ga akan nanya apa - apa. Tapi seenggaknya, biar gue anter lo balik. Ok?" ucapku kemudian bangkit dan menjulurkan satu lenganku, membantu Sherin agar dia juga bangkit berdiri.
Nggak lama kemudian, kita berdua udah di dalem All New Civic hitam milik Ka Rere. Dia hari ini nggak ke butik, atau mungkin nanti agak sore. Dan aku pikir mungkin suasana nyaman mobil Ka Rere ini bisa ngeredain emosi Sherin yang entah disebabkan oleh apa. Mood yang buruk dan polusi udara jakarta di siang hari bukan kombinasi yang bagus. Jadi aku lebih memilih menyamankan Sherin di dalam mobil ini.
"Lo kenap-"
"Lo udah janji gak bakal nanya gue." belum selesai aku bertanya, Sherin udah motong kalimatku.
"Oke." balasku pasrah.
"Gue gak iri sama Nina. Gue sayang sama dia, udah kayak adek kandung gue sendiri." ucap Sherin tiba - tiba.
"Selalu Nina yang ada ketika gue butuh pertolongan. Selalu dia yang meluk, kalo gue down dan butuh ketenangan. Gue sayang Nina..."
"Lebih dari rasa sayang gue ke nyokap gue sendiri." lanjut Sherin
"Senakal dan sesalah apapun, gue masih anak kandungnya si Sekar itu kan?" kata Sherin, suaranya bergetar, apalagi ketika dia nyebut nama ibu kandungnya sendiri, Tante Sekar.
****
Pov. Sherin
Wajar nggak sih, kalo anak sekecil aku itu nakal dan selalu diliputi rasa penasaran? Bandel? Sedikit ngebangkang?
Wajar, kan?
Tapi mungkin, untuk perempuan ini, kenakalanku yang sepele ini nggak wajar buat dia. Buat perempuan itu. Ibuku.
Sekar namanya.
Dari aku masih sd, beberapa kali bentakan dan ocehan selalu aku terima walau kenakalanku masih tergolong biasa dilakukan anak seumurku. Makanan yang tidak kuhabiskan, mencoret tembok dengan krayonku, keluar main bersama anak - anak seumurku di siang hari, dan lain sebagainya.
Biasa kan? Aku yakin, kalianpun pernah melakukan kenakalan itu saat masih anak - anak. Dan aku lebih yakin, reaksi orangtua kalian lebih 'manusiawi' dibanding reaksi Ibuku.
Garis - garis kemerahan tak jarang kuterima di punggungku, tanganku, pinggangku. Berkali - kali aku harus mengerang keperihan, sakit. Bukan karna rasa sakit dari pecutan sabuk pinggang yang mendarat di tubuhku, tapi karna kenyataan bahwa Ibuku bisa setega dan sekasar itu kepada anak perempuan semata wayangnya.
Saat aku memasuki jenjang pendidikan yang baru setelah lulus dari sekolah dasar, beberapa kali kuterima cemoohan teman - temanku. Yang tersering adalah karna wajahku yang benar - benar berbeda dari Ibuku. Aku memiliki wajah seperti orang - orang dari etnis Cina, berbeda dengan wajah Ibuku yang ayu khas wanita indonesia.
"Woi, Cina! Pergi lu dari Indonesia!"
"Kalo belajar tuh melek! Malah tidur!"
"Pentil lu pasti merah ya warnanya, kayak pentil - pentil cewek di pilem bokep jepang!"
"Cici, saya beli paku sama martil dong!"
Dan celaan - celaan lain nya.
Aku nggak kuat sama semua itu. Dan capek kalo lagi - lagi harus netesin airmata yang entah udah berapa kubik kalau di tampung semua.
Jadi, aku lebih milih diam.
Iya, diam. Sampe akhirnya aku nemuin seseorang yang bener - bener bisa 'menyelamatkan' aku.
Sasha, namanya. Saat itu aku sudah memasuki ajaran tahun pertama di SMA, tidak ada lagi celaan - celaan mereka, karna saat ini aku bersekolah di sma swasta yang memang di dominasi dengan orang - orang yang penampilan fisik mereka sama denganku.
Sasha, kakak kelasku sekaligus osis yang pernah mengorientasiku saat aku baru masuk ke sekolah ini.
Sasha adalah 'pemimpin' sebuah geng yang berisikan lima orang perempuan yang juga cantik - cantik.
"Glorius Girls."
Kata teman sebangku ku ketika kutanyakan siapa kelima perempuan itu.
Setengah bulan lebih sebagai siswi kelas sepuluh di sebuah sma swasta di jakarta sudah kulewati, dan Sasha, menghampiriku di kantin, sendiri, tanpa keempat perempuan lain.
"Sherin ya?" tanya dia.
"Eh, iya, kenapa Ka?"
"Kesana yuk, bareng yang lain."
Sasha nunjuk sebuah bangku panjang yang berhadapan, dengan dijaraki meja persegi besar. Satu kursi sudah di isi tiga cewek dan kursi yang lain hanya diisi satu cewek dan bisa menampung dua orang lagi.
"Eh, itu kan temen - temen Ka Sasha? Malu ah, Ka..." tolakku
"Hey, kenapa harus malu? Mereka kok yang mau kamu ikut ngumpul bareng..." sejenak aku memandang keempat cewek itu dan mereka senyum ramah ke arahku.
"Hmmm, yaudah deh..."
"Nah, gitu dong... Yuk..." kemudian Ka Sasha menggandeng tanganku, mengajakku ke meja dimana Glorius Girls ngumpul itu.
"Nih, kenalin temen-temen aku, yang bakalan jadi temen kamu juga." ucap Sasha saat kita berdua duduk di sisa bangku yang tadinya hanya di isi satu cewek.
"May." sebut salah satu dari tiga cewek di depanku, yang duduk di ujung kanan. Cewek cantik yang memiliki rambut panjang sepunggung yang dibiarkan tergerai.
"Sherin."
"Feinny, panggil aja Fei." ucap cewek yang berada di tengah, dia bener - bener oriental, nggak cuma dari wajah, dari aksennya juga.
"Sherin."
"Valerie." sebut siswi yang berada di ujung kiri, nah yang ini justru 'Indonesia' banget tampangnya. Malah kayak agak kearab-araban. Atau india, mungkin? Yang jelas dia ini manis, alis mata yang tebel, bibir yang juga agak tebel dan itu bibir paling seksi diantara cewek yang lain yang duduk disini.
"Sherin."
"Valeska." juga cantik, tapi penampilannya yang paling beda. Walau potongan baju seragam mereka semua ketat dan agak mini, tapi Valeska ini yang paling kalem. Kacamata tebal dan poni nya justru malah nambah kesan imut dimuka dia. Kombinasi antara pakaian nya yang ketat dan nunjukin lekuk badannya, dan muka imut khas kutu buku malah jadi kayak marmut lucu dan innocent yang nunggu buat dibelai sama tuannya.
"Sherin."
"Nah, kalo gue, udah tau? Apa belom? Gue Sasha." Sasha, yang paling cantik di Glorius Girls ini. Gak salah kalo banyak siswa atau siswi lain yang mikir kalo Sasha adalah 'ketua' geng ini. Mukanya indo banget. Mix antara eropa atau amerika dan Indonesia. Rambutnya agak pirang alami, postur badannya juga yang paling tinggi diantara yang lain. Meskipun mungkin cuma beda beberapa senti, tapi karna badannya yang langsing, dia jadi kelihatan lebih tinggi. Apalagi tungkai kakinya yang jenjang ditutupin kaus kaki panjang putih selutut. Rok pendek yang gak bisa nutupin sebagian paha super putih dan mulusnya itu.
"Mulai sekarang, kita ini keluarga baru lo disekolah. Jadi, jangan sungkan kalo mau minta tolong atau sekedar cerita sama kita. Oke?" tanya Sasha.
"Hmm... I-iya, Ka. Makasih banyak..." balasku gugup.
Iyalah gugup, cewek - cewek yang semeja denganku ini cantik - cantik semua. Apalah aku ini yang cuma retakan tai dimata kalian...
Sejenak aku mikir, kenapa harus aku? Banyak cewek - cewek cantik anak kelas sepuluh, atau kakak - kakak kelas yang gak kalah cantiknya. Kenapa harus aku?
Aku cantik ya?
Ah masa sih...
"Dandanin, Sha. Katro banget nih si Sherin penampilannya..." ucap Fei tiba - tiba.
"Jelas lah, sayang banget cantik - cantik gini malah cupu dandanannya."
"Pulang sekolah, ikut gue ya?" lanjut Sasha
"Eh, kemana, Ka? Nanti aku diomelin Mami..." Iya, Mami adalah panggilanku untuk si Sekar itu, untuk Ibuku.
Sontak mereka tertawa terpingkal mendengar alasanku.
"Kok... Ketawa... Duh..." ucapku terkejut sekaligus kikuk.
"Anak Mami yaaa... Uuu, cayang - cayang~" malah diledekin May.
"Heh, jangan diledekin dong, nanti dia gak mau main sama kita lagi loh. Dia kan udah jadi bagian Glorius Girls." ucap Sasha
APA?
Wait... Aku bagian dari Glorius Girls? Bagian dari cewek - cewek yang jadi inceran semua cowok di sekolah ini, bahkan cowok dari sekolah lain? Ini asli nggak, sih?
"A-aku... Bagian dari..."
"Iyaaa, welcome, Sherin!" ucap Sasha riang seraya merentangkan tangan dan memelukku.
****
Singkat kata, penampilanku kini berubah drastis, rok yang tak lagi melebihi lutut, baju seragam yang tak lagi gombrong dan terlihat kebesaran, wajah yang dibaluti dempul make up tipis, terkadang tebal kalau mereka mengajakku ke Mall atau nongkrong di cafe - cafe.
Dan seiring perubahanku ini, juga dibarengi dengan urutan angka jumlah cowok - cowok yang berusaha dekat denganku.
Malah ada selentingan kabar, kalo 'anak baru' di Glorius Girls ini yang paling cantik. Dan yang paling seksi. Anak barunya kan cuma aku, kan? Apa ada yang lain? Soalnya aku nggak ngerasa cantik, malah sering minder kalo nongkrong bareng mereka. Seksi? Duh, gak enak sama badan nya Sasha yang langsing, atau Valeri yang 'toge' dan pantatnya yang semok itu.
****
Lambat laun, pergaulanku semakin bebas. Pil - pil terlarang, alkohol, kertas 'perangko', kini sudah berbaur di dalam tubuhku. Aku semakin liar, semakin berani membangkang.
Udah nggak ada lagi Sherin yang diam ketika dipecuti Ibunya, kini Sherin yang sekarang, akan melangkah keluar rumah dan pergi ketika dibentak.
Aku seperti menemukan pelampiasan akan kekasaran demi kekasaran yang dilakukan Ibuku.
Singa yang tadinya tertidur lelap, kini telah terjaga dan siap melawan. Siapapun. Tak ada pengecualian. Bahkan kalau itu Ibuku sendiri.
Setidaknya sebelum kejadian itu.
****
Saat ini aku udah memasuki tingkatan yang kedua, aku udah nggak lagi canggung atau minder kalau nongkrong sama cewek - cewek Glorius Girls.
Sembilan belas Agustus dan esoknya Sasha berulang tahun. Dia mau ngegelar acara di salah satu club malam di jakarta, tempat kita, anak Glorius Girls biasa clubbing.
Pesta ulang tahun yang digelar Sasha, dibiayai Om Adam, Adam Ghifary, 'Om' nya Sasha, entahlah itu benar - benar Om dalam artian paman nya atau 'Om' yang lain. Tapi yang jelas ketika Clubbing, kita selalu pulang dengan mobil terpisah. Aku, Fei, May, Valerie dan Valeska yang berada di Mobil Fei, Sasha yang berada di mobil Om Adam itu, dengan tentu tujuan yang berbeda. Entah kemana mereka. Tapi sekelebat kabar pernah kudengar bahwa Om Adam ini adalah mesin uang nya Sasha, dan uang yang diterima Sasha tentu nggak keluar dari dompet Om Adam dengan cuma - cuma dan harus ada pertukaran yang 'adil' disana.
***
Pesta ulang tahun Sasha dihadiri banyak orang, teman sekolah yang juga populer dan berkehidupan bebas seperti kita ini, ada juga teman - teman yang sering juga berkunjung di club malam ini atau pun club malam lain yang berbeda yang juga sering kita kunjungi.
Pandanganku sudah berbayang dan berkali - kali mengabur, terduduk di salah satu table yang berisi semua anak glorius girls dan beberapa laki - laki yang sepantaran maupun 'tidak sepantaran'. Beberapa kukenal sebagai pacar dari Fei, Valerie dan May, Valeska? Entahlah, dia nggak ditemani siapapun walau ada yang berusaha menemaninya, selalu minggat karna nggak tahan sama sikapnya yang cuek dan pendiam itu.
Disampingku ada Om Adam yang lagi mangku Sasha, berkali - kali Sasha dicekoki minuman keras tapi dia nggak tumbang - tumbang, heran juga, aku yang udah habis beberapa gelas disertai beberapa kali Flamming, udah sempoyongan gini. Apalagi belum lama secarik kertas kecil tertempel di lidahku, membuat pikiranku yang berantakan karna alkohol, makin luluh lanta. Yang aku bisa hanya duduk bersandar dan menggapai - gapai entah apa yang harus kugapai. Imajinasiku semakin liar, seperti memasuki dimensi lain selain di dunia ini.
Gajah yang berterbangan, muka - muka manusia yang berubah menjadi koin, dan imajinasi ngaco lainnya, kapasitas otakku tak lagi bisa menampung imajinasiku, sehingga tanpa sadar aku tergolek lemas dan tertidur dengan gaun mini superseksi.
Tapi sebelum benar - benar tak sadar dan tidur, sekelebat aku melihat Sasha sedang dibisiki sesuatu oleh Om Adam dan seketika Sasha memandangku dengan ekspresi nakal dan misterius. Entah apa maksut pandangan itu, ketidaksadaran menjemputku lebih awal sebelum aku berhasil menerka artian tatapan Sasha kepadaku.
****
Mataku mengerjap lemah, berusaha menyesuaikan mata dan cahaya lampu ruangan ini. Aku dimana?
Badanku serasa rontok semua, kepalaku pening, mataku berusaha memendarkan pandangan ke segala arah, namun masih berbayang. Kuenyahkan selimut yang menutup tubuhku kebawah, seketika udara dingin menyentak seluruh badanku, membuatku bergidik.
Eh?
Kemana gaunku? Loh... Aku kenapa telanjang... Seketika aku menoleh ke samping, dua tubuh manusia teronggok disana. Tertidur pulas mendengkur kurang ajar.
Sasha? Om Adam?
Dan mereka sama sepertiku. Bugil.
Aku buru buru memeriksa selangkanganku dan...
Darah?!
DARAH?!
NGGAK! Ini... Nggak mungkin... Ini mimpi... Iya, ini mimpi. Aku cuma harus tidur lagi, dan berharap bangun di kamarku. Tapi gagal. Ini bukan mimpi...
Ini nyata.
Seseorang telah merenggut selaput daraku...
Dengan isak tangis dan senggukan, perlahan aku menarik selimut yang hanya menutupi pinggang Om Adam.
Seketika tangisku pecah.
***
Beberapa lama setelah kejadian itu, Ibuku menikah dengan laki - laki bernama Anton, pengusaha yang lumayan sukses. Dan selama semenjak kejadian di kamar hotel itupun, aku tak lagi berbaur dengan glorius girls. Keluarga mana yang rela keluarga lainnya dikurang ajari orang lain? Semuanya palsu. Tidak ada yang mencegah Om Adam memerawaniku, tidak ada yang menolongku ketika kesadaranku luntur dan hilang di pesta ulang tahun Sasha itu.
Beberapa bulan setelah pernikahan Ibuku, aku memasuki jenjang tingkat akhir sekolah menengah atas, dan anak Glorius Girls pun sudah lulus dan tak lagi ada di sekolah ini.
Namun ada yang aneh. Pandangan siswa ataupun siswi kepadaku seperti orang yang jijik, atau najis, atau apapun. Aku nggak tahu apa penyebabnya, sampai akhirnya seseorang memberitahuku sesuatu. Sesuatu yang benar - benar menghancurkan hidupku.
Di sebuah forum esek - esek yang cukup terkenal, beberapa fotoku tersebar disana. Fotoku yang sedang teler tak sadar sedang di gagahi seorang laki - laki, ada satu wanita yang juga tertidur disampingku, memelukku, maksutku gadis itu hanya berbaring dengan mata yang terbuka, berbeda dengan aku yang benar - benar tertidur. Sebuah foto menampilkan gambar dimana aku tidur terlentang, di tindih laki - laki itu, dan seorang gadis yang sedang meremas payudaraku. Kedua wajah mereka tersensor, di blur tanpa sedikitpun menampakan raut muka mereka, hanya wajahku, wajahku yang tak tersensor sedikitpun. Wajahku yang dengan jelas terlihat, apalagi salah satu gambar hanya menampilkan wajah sampai payudaraku, menampilkan dua puting mungil berwarna kemerahan di payudaraku.
Ruangan, lekuk tubuh gadis dan gempalnya tubuh laki - laki itu. Aku tau kapan persis foto itu diambil. Disaat keperawananku terenggut. Disaat aku terbangun dan mendapati Sasha dan Om Adam tergolek bugil mendengkur disampingku.
Seketika badanku ambruk ke lantai, terduduk bersandarkan tembok di depan kelas. Aku benar - benar hancur, apalagi tak lama setelah itu, foto - foto itu sampai di depan mata Ibuku. Aku habis sehabis - habisnya hingga sebuah kata terucap oleh Ibuku, kata yang benar - benar meluluh lantakan hati dan pikiranku.
"Kalo aja dulu saya milih untuk ngegugurin kamu, saya nggak akan malu seperti ini. Bodohnya, saya lebih memilih untuk melahirkan kamu, dan mengurusmu sementara laki - laki sialan itu lari dari tanggung jawabnya. Pergi entah kemana, meninggalkan saya dengan anak haram seperti kamu."
Hari itu juga aku pergi ke Jakarta dengan diiringi senggukan dan tangisan pilu. Hidupku hancur. Aku hanya anak yang tidak diinginkan. Tangisku tak berhenti, bahkan ketika kereta ini sampai di stasiun manggarai, tangisku tak kunjung mereda. Sakit ini teramat perih.
Aku merasa seperti ditertawai dunia, aku merasa semua orang disekelilingku menatapku dengan pandangan yang hina, kalau bisa memilih, aku ingin lenyap dari dunia ini. Pergi entah ke dunia bagian mana yang hanya disana orang - orang bisa menerimaku.
Aku meghubungi salah seorang temanku, yang kukenal sebagai bartender di club malam yang dulu sering kudatangi bersama Glorius Girls. Dia mengizinkanku untuk tinggal di kontrakannya sementara aku mencari pekerjaan dengan tanpa ijazah dan surat - surat pendukung lainnya. Akan tetapi akhirnya, Ryan, temanku itu memasukanku ke sebuah karaoke dan menjadi LC disana. Awalnya aku kira jobdesku hanya menemani, tapi itu terlalu sulit, sulit kalau akhirnya aku harus bersaing dengan wanita yang bukan hanya menemani bernyanyi tapi juga menemani laki - laki diatas ranjang.
Awalnya aku nggak bersedia, tapi akhirnya harus juga kulakukan. Sampai akhirnya aku 'ditemukan' seseorang. Laki - laki yang sering mengunjungi tempat karaoke ini dari sebelum aku bekerja disini.
Dia menawariku untuk menjadi asisten nya di kantornya, tentu aku menerimanya. Akupun keluar dari karaoke sialan itu dan bekerja di perusahaan yang cukup terkenal, yang bergerak di bidang alat - alat elektronik. Dan lagi - lagi, aku harus menerima kenyataan bahwa selain harus mengasisteninya di kantor, pun harus siap jika ia minta diasisteni olehku di dalam kamar di sebuah apartemen yang diberikannya kepadaku. Tapi justru ini mungkin lebih baik dari pada harus mengangkang dan dimasuki penis yang berbeda - beda. Kali ini hanya satu. Dan aku harus menerima itu. Tujuanku tentu saja, demi materi yang ia berikan selain menggajiku di perusahaan, juga gaji akan jepitan vaginaku di penisnya.
Aku tak lantas berfoya - foya dan menghabiskan uangku, sedikit demi sedikit kusisihkan dan ketika mencukupi, aku akan berhenti dan mencari pekerjaan yang lain atau membangun usahaku sendiri. Suatu saat nanti.
Nina. Adikku, anak dari suami baru Ibuku. Aku menyayanginya, sangat - sangat menyayanginya. Disaat ibuku sendiri pesimis dan apatis terhadapku, hanya Nina yang senantiasa menghubungiku dan memintaku untuk pulang. Sudah tak terhitung berapa kali isakan nya yang kudengar demi membujukku agar pulang ke rumah namun selalu kutolak dengan halus.
****
Pov. Sakti
Saat ini, aku duduk berdua di mobil yang telah menepi sedari tadi, mendengarkan Sherin berkisah perihal hidupnya yang kacau. Ingin aku merengkuh dan menenangkannya.
Tapi tak kulakukan, aku nggak mau bikin dia malah nggak nyaman.
"Terus siapa yang nyebar foto itu, lo udah tau?" tanyaku, dan Sherin menggeleng.
"Sasha atau Om Adam?" tanyaku
"Nggak mungkin." balasnya singkat
"Foto nya diambil dari luar jangkauan Om Adam atau Sasha. Jadi kayaknya ada orang lain disana. Entah siapa, dan orang itu cabut sebelum gue sadar."
"Kenapa mereka disensor dan elo enggak?" tanyaku lagi
"Nah, itu dia. Kenapa?"
"Anak Glorius Girls itu, mungkin?"
"Nggak mungkin, mereka sama pasangan mereka masing masing, pasti pulang atau ke tempat lain bareng pasangannya dan ngentot."
"Iya, kecuali Valeska, kan? Lo sendiri kok yang bilang kalo dia gak ditemenin siapa - siapa, nggak minum malah." ucapku
"Eh... Iya juga sih... Tapi masa Valeska tega? Tujuannya apa coba?"
"Ya mana gue tau."
"Ya cari tau dong..."
"gak penting nyari tau siapa yang sebar. toh kita tau pun, terus ngapain? Nama penyebarnya di forum itu aja aneh kan? Flinds apa... Flindskjold, nah iya itu. Yang terpenting..."
"Yang terpenting?" tanya Sherin
"Gimana caranya hubungan lo sama Tante Sekar bisa membaik. Karna biar gimanapun, dia nyokap lo."
"Gimana caranya?"
"Ya itu kita pikirin bareng - bareng."
"Kita?" tanya Sherin menyelidik
"Iya, kita. Sakti dan Sherin. Hehe." kekehku lalu melemparkan senyum yang mungkin terlihat tolol dimatanya. Namun entahlah apa ini kesalahan di retina mataku, atau memang aku melihat mukanya yang perlahan merona kemerahan.
Hmmm... Tante Sekar? How r u?
Bersambung ke part 19.
(SHERINETTA FRANSISKA "SHERIN")
*****
Part 18c; The Rebellion and A Heartbreak
Iya, sampe pagi jam enam lewat akhirnya kita berhenti ML, aku dan Sherin, akhrinya tidur kelelahan. Dan entah jam berapa saat ini, aku perlahan terbangun. Mengerjapkan mata dan menyadari terpaan hangat nafas perempuan di dada telanjangku.
Sherin.
Satu - satunya cewek yang selalu bikin nafsuku meledak - ledak. Badannya yang bener - bener seksi dan raut wajah orientalnya itu, ugh.
'Tok! Tok! Tok!'
"Kaaak, makan yok... Udah siang nih!"
Nina.
"Eh, iya! Bentar, nyusul!"
Kemudian aku ngebangunin Sherin, dan ngajak dia keluar buat ikut makan. Setelah dia bangun ternyata bajunya ketinggalan di ruang tamu.
"Cari di lemari, pake baju Sakti aja." suruhku
"Yang mana lemarinya?" tanya nya,
"Yang pintu kayu yang coklat itu," jawabku menunjuk lemari kayu berwarna coklat
Kemudian Sherin membelakangiku, memilah pakaian untuk dikenakan.
Melihat badannya yang masih tanpa busana, nafsuku seketika naik lagi.
Apalagi pantanya yang bergetaran saat berjalan ke lemari.
Juga teringat bagaimana liar dan buas goyangannya yang menunggangiku ketika Sakti Jr ini menancap bergantian di dua lubang di selangkangannya.
Akupun beringsut dari atas kasur dan menghampirinya, dengan Sakti Jr yang perlahan menegang kembali.
"Eh... Ngh... Gila ya... Masa belom puas juga sih..." lirih Sherin ketika aku memeluknya dari belakang dengan Sakti Jr yang menyunduli pantat sekalnya.
*****
Mama dan Nina menatap aku dan Sherin bergantian diatas meja makan.
"Hmmm..." gumam Nina dengan pandangan menyelidik
"Kok Kakak bisa disini?" tanya Nina ke Sherin, yang ditanya cuma nyengir kuda.
"Semalem ke Bittersweet, Ma. Nebeng dia, kosannya deket sini soalnya," jelasku ke Mama yang padahal nggak bicara apa - apa selain natap aku dengan pandangan misteriusnya. Aku mendapat senggolan kecil di lututku, dari lutut Sherin, aku memandang Sherin yang juga memandangku, pandanganku seperti bertanya, "Kenapa?"
Namun akhirnya terjawab ketika Nina bertanya ke Sherin
"Loh, Kakak ngekos?"
"Ngg... Hehehe..." kekeh Sherin dengan wajah kikuknya.
"Nina apa kabar?" tanya Sherin, nyoba buat ngalihin pertanyaan Nina.
"Jawab Nina, Ka." Nina penasaran
Bukannya ngomong, Sherin justru bangkit dari kursi dan pergi ke ruang tamu dengan tergesa.
"Dia kenapa sih?" tanya Nina kepadaku yang kujawab dengan mengedikkan bahu, kemudian aku bangkit menyusul Sherin.
"Nina disini aja, biar Ka Sakti aja." suruhku ketika Nina ikut bangkit dari tempat duduknya.
Aku mencekal satu lengan Sherin ketika cewek itu ingin membuka pagar, namun dia bereaksi meronta, berusaha menampik cekalan tanganku.
"Hei? Sherin kenapa? Tenang!" kataku yang kemudian melihat muka Sherin yang kedua pipinya dibasahi airmata.
"Lepas! Sana, ah! Gue mau kekosan!" bentaknya
"Iya-iya, gue anter. Oke? Tunggu..."
"Gue bisa balik sendiri! Lepasin! Sakit tangan gue! Huhuhu! Lepas!"
Akupun ngelepas cekalanku, bukan berarti ngebiarin dia pergi, karna aku langsung dorong pager rumahku biar dia bener - bener nggak bisa kemana - mana.
Mau manjat? Gih sana.
Perlahan rontaannya melemah, Sherin jatuh terduduk bersandarkan pagar. Akupun ngehampirin dia, jongkok dengan bertumpu satu lutut kananku.
"Gue ga akan nanya apa - apa. Tapi seenggaknya, biar gue anter lo balik. Ok?" ucapku kemudian bangkit dan menjulurkan satu lenganku, membantu Sherin agar dia juga bangkit berdiri.
Nggak lama kemudian, kita berdua udah di dalem All New Civic hitam milik Ka Rere. Dia hari ini nggak ke butik, atau mungkin nanti agak sore. Dan aku pikir mungkin suasana nyaman mobil Ka Rere ini bisa ngeredain emosi Sherin yang entah disebabkan oleh apa. Mood yang buruk dan polusi udara jakarta di siang hari bukan kombinasi yang bagus. Jadi aku lebih memilih menyamankan Sherin di dalam mobil ini.
"Lo kenap-"
"Lo udah janji gak bakal nanya gue." belum selesai aku bertanya, Sherin udah motong kalimatku.
"Oke." balasku pasrah.
"Gue gak iri sama Nina. Gue sayang sama dia, udah kayak adek kandung gue sendiri." ucap Sherin tiba - tiba.
"Selalu Nina yang ada ketika gue butuh pertolongan. Selalu dia yang meluk, kalo gue down dan butuh ketenangan. Gue sayang Nina..."
"Lebih dari rasa sayang gue ke nyokap gue sendiri." lanjut Sherin
"Senakal dan sesalah apapun, gue masih anak kandungnya si Sekar itu kan?" kata Sherin, suaranya bergetar, apalagi ketika dia nyebut nama ibu kandungnya sendiri, Tante Sekar.
****
Pov. Sherin
Wajar nggak sih, kalo anak sekecil aku itu nakal dan selalu diliputi rasa penasaran? Bandel? Sedikit ngebangkang?
Wajar, kan?
Tapi mungkin, untuk perempuan ini, kenakalanku yang sepele ini nggak wajar buat dia. Buat perempuan itu. Ibuku.
Sekar namanya.
Dari aku masih sd, beberapa kali bentakan dan ocehan selalu aku terima walau kenakalanku masih tergolong biasa dilakukan anak seumurku. Makanan yang tidak kuhabiskan, mencoret tembok dengan krayonku, keluar main bersama anak - anak seumurku di siang hari, dan lain sebagainya.
Biasa kan? Aku yakin, kalianpun pernah melakukan kenakalan itu saat masih anak - anak. Dan aku lebih yakin, reaksi orangtua kalian lebih 'manusiawi' dibanding reaksi Ibuku.
Garis - garis kemerahan tak jarang kuterima di punggungku, tanganku, pinggangku. Berkali - kali aku harus mengerang keperihan, sakit. Bukan karna rasa sakit dari pecutan sabuk pinggang yang mendarat di tubuhku, tapi karna kenyataan bahwa Ibuku bisa setega dan sekasar itu kepada anak perempuan semata wayangnya.
Saat aku memasuki jenjang pendidikan yang baru setelah lulus dari sekolah dasar, beberapa kali kuterima cemoohan teman - temanku. Yang tersering adalah karna wajahku yang benar - benar berbeda dari Ibuku. Aku memiliki wajah seperti orang - orang dari etnis Cina, berbeda dengan wajah Ibuku yang ayu khas wanita indonesia.
"Woi, Cina! Pergi lu dari Indonesia!"
"Kalo belajar tuh melek! Malah tidur!"
"Pentil lu pasti merah ya warnanya, kayak pentil - pentil cewek di pilem bokep jepang!"
"Cici, saya beli paku sama martil dong!"
Dan celaan - celaan lain nya.
Aku nggak kuat sama semua itu. Dan capek kalo lagi - lagi harus netesin airmata yang entah udah berapa kubik kalau di tampung semua.
Jadi, aku lebih milih diam.
Iya, diam. Sampe akhirnya aku nemuin seseorang yang bener - bener bisa 'menyelamatkan' aku.
Sasha, namanya. Saat itu aku sudah memasuki ajaran tahun pertama di SMA, tidak ada lagi celaan - celaan mereka, karna saat ini aku bersekolah di sma swasta yang memang di dominasi dengan orang - orang yang penampilan fisik mereka sama denganku.
Sasha, kakak kelasku sekaligus osis yang pernah mengorientasiku saat aku baru masuk ke sekolah ini.
Sasha adalah 'pemimpin' sebuah geng yang berisikan lima orang perempuan yang juga cantik - cantik.
"Glorius Girls."
Kata teman sebangku ku ketika kutanyakan siapa kelima perempuan itu.
Setengah bulan lebih sebagai siswi kelas sepuluh di sebuah sma swasta di jakarta sudah kulewati, dan Sasha, menghampiriku di kantin, sendiri, tanpa keempat perempuan lain.
"Sherin ya?" tanya dia.
"Eh, iya, kenapa Ka?"
"Kesana yuk, bareng yang lain."
Sasha nunjuk sebuah bangku panjang yang berhadapan, dengan dijaraki meja persegi besar. Satu kursi sudah di isi tiga cewek dan kursi yang lain hanya diisi satu cewek dan bisa menampung dua orang lagi.
"Eh, itu kan temen - temen Ka Sasha? Malu ah, Ka..." tolakku
"Hey, kenapa harus malu? Mereka kok yang mau kamu ikut ngumpul bareng..." sejenak aku memandang keempat cewek itu dan mereka senyum ramah ke arahku.
"Hmmm, yaudah deh..."
"Nah, gitu dong... Yuk..." kemudian Ka Sasha menggandeng tanganku, mengajakku ke meja dimana Glorius Girls ngumpul itu.
"Nih, kenalin temen-temen aku, yang bakalan jadi temen kamu juga." ucap Sasha saat kita berdua duduk di sisa bangku yang tadinya hanya di isi satu cewek.
"May." sebut salah satu dari tiga cewek di depanku, yang duduk di ujung kanan. Cewek cantik yang memiliki rambut panjang sepunggung yang dibiarkan tergerai.
"Sherin."
"Feinny, panggil aja Fei." ucap cewek yang berada di tengah, dia bener - bener oriental, nggak cuma dari wajah, dari aksennya juga.
"Sherin."
"Valerie." sebut siswi yang berada di ujung kiri, nah yang ini justru 'Indonesia' banget tampangnya. Malah kayak agak kearab-araban. Atau india, mungkin? Yang jelas dia ini manis, alis mata yang tebel, bibir yang juga agak tebel dan itu bibir paling seksi diantara cewek yang lain yang duduk disini.
"Sherin."
"Valeska." juga cantik, tapi penampilannya yang paling beda. Walau potongan baju seragam mereka semua ketat dan agak mini, tapi Valeska ini yang paling kalem. Kacamata tebal dan poni nya justru malah nambah kesan imut dimuka dia. Kombinasi antara pakaian nya yang ketat dan nunjukin lekuk badannya, dan muka imut khas kutu buku malah jadi kayak marmut lucu dan innocent yang nunggu buat dibelai sama tuannya.
"Sherin."
"Nah, kalo gue, udah tau? Apa belom? Gue Sasha." Sasha, yang paling cantik di Glorius Girls ini. Gak salah kalo banyak siswa atau siswi lain yang mikir kalo Sasha adalah 'ketua' geng ini. Mukanya indo banget. Mix antara eropa atau amerika dan Indonesia. Rambutnya agak pirang alami, postur badannya juga yang paling tinggi diantara yang lain. Meskipun mungkin cuma beda beberapa senti, tapi karna badannya yang langsing, dia jadi kelihatan lebih tinggi. Apalagi tungkai kakinya yang jenjang ditutupin kaus kaki panjang putih selutut. Rok pendek yang gak bisa nutupin sebagian paha super putih dan mulusnya itu.
"Mulai sekarang, kita ini keluarga baru lo disekolah. Jadi, jangan sungkan kalo mau minta tolong atau sekedar cerita sama kita. Oke?" tanya Sasha.
"Hmm... I-iya, Ka. Makasih banyak..." balasku gugup.
Iyalah gugup, cewek - cewek yang semeja denganku ini cantik - cantik semua. Apalah aku ini yang cuma retakan tai dimata kalian...
Sejenak aku mikir, kenapa harus aku? Banyak cewek - cewek cantik anak kelas sepuluh, atau kakak - kakak kelas yang gak kalah cantiknya. Kenapa harus aku?
Aku cantik ya?
Ah masa sih...
"Dandanin, Sha. Katro banget nih si Sherin penampilannya..." ucap Fei tiba - tiba.
"Jelas lah, sayang banget cantik - cantik gini malah cupu dandanannya."
"Pulang sekolah, ikut gue ya?" lanjut Sasha
"Eh, kemana, Ka? Nanti aku diomelin Mami..." Iya, Mami adalah panggilanku untuk si Sekar itu, untuk Ibuku.
Sontak mereka tertawa terpingkal mendengar alasanku.
"Kok... Ketawa... Duh..." ucapku terkejut sekaligus kikuk.
"Anak Mami yaaa... Uuu, cayang - cayang~" malah diledekin May.
"Heh, jangan diledekin dong, nanti dia gak mau main sama kita lagi loh. Dia kan udah jadi bagian Glorius Girls." ucap Sasha
APA?
Wait... Aku bagian dari Glorius Girls? Bagian dari cewek - cewek yang jadi inceran semua cowok di sekolah ini, bahkan cowok dari sekolah lain? Ini asli nggak, sih?
"A-aku... Bagian dari..."
"Iyaaa, welcome, Sherin!" ucap Sasha riang seraya merentangkan tangan dan memelukku.
****
Singkat kata, penampilanku kini berubah drastis, rok yang tak lagi melebihi lutut, baju seragam yang tak lagi gombrong dan terlihat kebesaran, wajah yang dibaluti dempul make up tipis, terkadang tebal kalau mereka mengajakku ke Mall atau nongkrong di cafe - cafe.
Dan seiring perubahanku ini, juga dibarengi dengan urutan angka jumlah cowok - cowok yang berusaha dekat denganku.
Malah ada selentingan kabar, kalo 'anak baru' di Glorius Girls ini yang paling cantik. Dan yang paling seksi. Anak barunya kan cuma aku, kan? Apa ada yang lain? Soalnya aku nggak ngerasa cantik, malah sering minder kalo nongkrong bareng mereka. Seksi? Duh, gak enak sama badan nya Sasha yang langsing, atau Valeri yang 'toge' dan pantatnya yang semok itu.
****
Lambat laun, pergaulanku semakin bebas. Pil - pil terlarang, alkohol, kertas 'perangko', kini sudah berbaur di dalam tubuhku. Aku semakin liar, semakin berani membangkang.
Udah nggak ada lagi Sherin yang diam ketika dipecuti Ibunya, kini Sherin yang sekarang, akan melangkah keluar rumah dan pergi ketika dibentak.
Aku seperti menemukan pelampiasan akan kekasaran demi kekasaran yang dilakukan Ibuku.
Singa yang tadinya tertidur lelap, kini telah terjaga dan siap melawan. Siapapun. Tak ada pengecualian. Bahkan kalau itu Ibuku sendiri.
Setidaknya sebelum kejadian itu.
****
Saat ini aku udah memasuki tingkatan yang kedua, aku udah nggak lagi canggung atau minder kalau nongkrong sama cewek - cewek Glorius Girls.
Sembilan belas Agustus dan esoknya Sasha berulang tahun. Dia mau ngegelar acara di salah satu club malam di jakarta, tempat kita, anak Glorius Girls biasa clubbing.
Pesta ulang tahun yang digelar Sasha, dibiayai Om Adam, Adam Ghifary, 'Om' nya Sasha, entahlah itu benar - benar Om dalam artian paman nya atau 'Om' yang lain. Tapi yang jelas ketika Clubbing, kita selalu pulang dengan mobil terpisah. Aku, Fei, May, Valerie dan Valeska yang berada di Mobil Fei, Sasha yang berada di mobil Om Adam itu, dengan tentu tujuan yang berbeda. Entah kemana mereka. Tapi sekelebat kabar pernah kudengar bahwa Om Adam ini adalah mesin uang nya Sasha, dan uang yang diterima Sasha tentu nggak keluar dari dompet Om Adam dengan cuma - cuma dan harus ada pertukaran yang 'adil' disana.
***
Pesta ulang tahun Sasha dihadiri banyak orang, teman sekolah yang juga populer dan berkehidupan bebas seperti kita ini, ada juga teman - teman yang sering juga berkunjung di club malam ini atau pun club malam lain yang berbeda yang juga sering kita kunjungi.
Pandanganku sudah berbayang dan berkali - kali mengabur, terduduk di salah satu table yang berisi semua anak glorius girls dan beberapa laki - laki yang sepantaran maupun 'tidak sepantaran'. Beberapa kukenal sebagai pacar dari Fei, Valerie dan May, Valeska? Entahlah, dia nggak ditemani siapapun walau ada yang berusaha menemaninya, selalu minggat karna nggak tahan sama sikapnya yang cuek dan pendiam itu.
Disampingku ada Om Adam yang lagi mangku Sasha, berkali - kali Sasha dicekoki minuman keras tapi dia nggak tumbang - tumbang, heran juga, aku yang udah habis beberapa gelas disertai beberapa kali Flamming, udah sempoyongan gini. Apalagi belum lama secarik kertas kecil tertempel di lidahku, membuat pikiranku yang berantakan karna alkohol, makin luluh lanta. Yang aku bisa hanya duduk bersandar dan menggapai - gapai entah apa yang harus kugapai. Imajinasiku semakin liar, seperti memasuki dimensi lain selain di dunia ini.
Gajah yang berterbangan, muka - muka manusia yang berubah menjadi koin, dan imajinasi ngaco lainnya, kapasitas otakku tak lagi bisa menampung imajinasiku, sehingga tanpa sadar aku tergolek lemas dan tertidur dengan gaun mini superseksi.
Tapi sebelum benar - benar tak sadar dan tidur, sekelebat aku melihat Sasha sedang dibisiki sesuatu oleh Om Adam dan seketika Sasha memandangku dengan ekspresi nakal dan misterius. Entah apa maksut pandangan itu, ketidaksadaran menjemputku lebih awal sebelum aku berhasil menerka artian tatapan Sasha kepadaku.
****
Mataku mengerjap lemah, berusaha menyesuaikan mata dan cahaya lampu ruangan ini. Aku dimana?
Badanku serasa rontok semua, kepalaku pening, mataku berusaha memendarkan pandangan ke segala arah, namun masih berbayang. Kuenyahkan selimut yang menutup tubuhku kebawah, seketika udara dingin menyentak seluruh badanku, membuatku bergidik.
Eh?
Kemana gaunku? Loh... Aku kenapa telanjang... Seketika aku menoleh ke samping, dua tubuh manusia teronggok disana. Tertidur pulas mendengkur kurang ajar.
Sasha? Om Adam?
Dan mereka sama sepertiku. Bugil.
Aku buru buru memeriksa selangkanganku dan...
Darah?!
DARAH?!
NGGAK! Ini... Nggak mungkin... Ini mimpi... Iya, ini mimpi. Aku cuma harus tidur lagi, dan berharap bangun di kamarku. Tapi gagal. Ini bukan mimpi...
Ini nyata.
Seseorang telah merenggut selaput daraku...
Dengan isak tangis dan senggukan, perlahan aku menarik selimut yang hanya menutupi pinggang Om Adam.
Seketika tangisku pecah.
***
Beberapa lama setelah kejadian itu, Ibuku menikah dengan laki - laki bernama Anton, pengusaha yang lumayan sukses. Dan selama semenjak kejadian di kamar hotel itupun, aku tak lagi berbaur dengan glorius girls. Keluarga mana yang rela keluarga lainnya dikurang ajari orang lain? Semuanya palsu. Tidak ada yang mencegah Om Adam memerawaniku, tidak ada yang menolongku ketika kesadaranku luntur dan hilang di pesta ulang tahun Sasha itu.
Beberapa bulan setelah pernikahan Ibuku, aku memasuki jenjang tingkat akhir sekolah menengah atas, dan anak Glorius Girls pun sudah lulus dan tak lagi ada di sekolah ini.
Namun ada yang aneh. Pandangan siswa ataupun siswi kepadaku seperti orang yang jijik, atau najis, atau apapun. Aku nggak tahu apa penyebabnya, sampai akhirnya seseorang memberitahuku sesuatu. Sesuatu yang benar - benar menghancurkan hidupku.
Di sebuah forum esek - esek yang cukup terkenal, beberapa fotoku tersebar disana. Fotoku yang sedang teler tak sadar sedang di gagahi seorang laki - laki, ada satu wanita yang juga tertidur disampingku, memelukku, maksutku gadis itu hanya berbaring dengan mata yang terbuka, berbeda dengan aku yang benar - benar tertidur. Sebuah foto menampilkan gambar dimana aku tidur terlentang, di tindih laki - laki itu, dan seorang gadis yang sedang meremas payudaraku. Kedua wajah mereka tersensor, di blur tanpa sedikitpun menampakan raut muka mereka, hanya wajahku, wajahku yang tak tersensor sedikitpun. Wajahku yang dengan jelas terlihat, apalagi salah satu gambar hanya menampilkan wajah sampai payudaraku, menampilkan dua puting mungil berwarna kemerahan di payudaraku.
Ruangan, lekuk tubuh gadis dan gempalnya tubuh laki - laki itu. Aku tau kapan persis foto itu diambil. Disaat keperawananku terenggut. Disaat aku terbangun dan mendapati Sasha dan Om Adam tergolek bugil mendengkur disampingku.
Seketika badanku ambruk ke lantai, terduduk bersandarkan tembok di depan kelas. Aku benar - benar hancur, apalagi tak lama setelah itu, foto - foto itu sampai di depan mata Ibuku. Aku habis sehabis - habisnya hingga sebuah kata terucap oleh Ibuku, kata yang benar - benar meluluh lantakan hati dan pikiranku.
"Kalo aja dulu saya milih untuk ngegugurin kamu, saya nggak akan malu seperti ini. Bodohnya, saya lebih memilih untuk melahirkan kamu, dan mengurusmu sementara laki - laki sialan itu lari dari tanggung jawabnya. Pergi entah kemana, meninggalkan saya dengan anak haram seperti kamu."
Hari itu juga aku pergi ke Jakarta dengan diiringi senggukan dan tangisan pilu. Hidupku hancur. Aku hanya anak yang tidak diinginkan. Tangisku tak berhenti, bahkan ketika kereta ini sampai di stasiun manggarai, tangisku tak kunjung mereda. Sakit ini teramat perih.
Aku merasa seperti ditertawai dunia, aku merasa semua orang disekelilingku menatapku dengan pandangan yang hina, kalau bisa memilih, aku ingin lenyap dari dunia ini. Pergi entah ke dunia bagian mana yang hanya disana orang - orang bisa menerimaku.
Aku meghubungi salah seorang temanku, yang kukenal sebagai bartender di club malam yang dulu sering kudatangi bersama Glorius Girls. Dia mengizinkanku untuk tinggal di kontrakannya sementara aku mencari pekerjaan dengan tanpa ijazah dan surat - surat pendukung lainnya. Akan tetapi akhirnya, Ryan, temanku itu memasukanku ke sebuah karaoke dan menjadi LC disana. Awalnya aku kira jobdesku hanya menemani, tapi itu terlalu sulit, sulit kalau akhirnya aku harus bersaing dengan wanita yang bukan hanya menemani bernyanyi tapi juga menemani laki - laki diatas ranjang.
Awalnya aku nggak bersedia, tapi akhirnya harus juga kulakukan. Sampai akhirnya aku 'ditemukan' seseorang. Laki - laki yang sering mengunjungi tempat karaoke ini dari sebelum aku bekerja disini.
Dia menawariku untuk menjadi asisten nya di kantornya, tentu aku menerimanya. Akupun keluar dari karaoke sialan itu dan bekerja di perusahaan yang cukup terkenal, yang bergerak di bidang alat - alat elektronik. Dan lagi - lagi, aku harus menerima kenyataan bahwa selain harus mengasisteninya di kantor, pun harus siap jika ia minta diasisteni olehku di dalam kamar di sebuah apartemen yang diberikannya kepadaku. Tapi justru ini mungkin lebih baik dari pada harus mengangkang dan dimasuki penis yang berbeda - beda. Kali ini hanya satu. Dan aku harus menerima itu. Tujuanku tentu saja, demi materi yang ia berikan selain menggajiku di perusahaan, juga gaji akan jepitan vaginaku di penisnya.
Aku tak lantas berfoya - foya dan menghabiskan uangku, sedikit demi sedikit kusisihkan dan ketika mencukupi, aku akan berhenti dan mencari pekerjaan yang lain atau membangun usahaku sendiri. Suatu saat nanti.
Nina. Adikku, anak dari suami baru Ibuku. Aku menyayanginya, sangat - sangat menyayanginya. Disaat ibuku sendiri pesimis dan apatis terhadapku, hanya Nina yang senantiasa menghubungiku dan memintaku untuk pulang. Sudah tak terhitung berapa kali isakan nya yang kudengar demi membujukku agar pulang ke rumah namun selalu kutolak dengan halus.
****
Pov. Sakti
Saat ini, aku duduk berdua di mobil yang telah menepi sedari tadi, mendengarkan Sherin berkisah perihal hidupnya yang kacau. Ingin aku merengkuh dan menenangkannya.
Tapi tak kulakukan, aku nggak mau bikin dia malah nggak nyaman.
"Terus siapa yang nyebar foto itu, lo udah tau?" tanyaku, dan Sherin menggeleng.
"Sasha atau Om Adam?" tanyaku
"Nggak mungkin." balasnya singkat
"Foto nya diambil dari luar jangkauan Om Adam atau Sasha. Jadi kayaknya ada orang lain disana. Entah siapa, dan orang itu cabut sebelum gue sadar."
"Kenapa mereka disensor dan elo enggak?" tanyaku lagi
"Nah, itu dia. Kenapa?"
"Anak Glorius Girls itu, mungkin?"
"Nggak mungkin, mereka sama pasangan mereka masing masing, pasti pulang atau ke tempat lain bareng pasangannya dan ngentot."
"Iya, kecuali Valeska, kan? Lo sendiri kok yang bilang kalo dia gak ditemenin siapa - siapa, nggak minum malah." ucapku
"Eh... Iya juga sih... Tapi masa Valeska tega? Tujuannya apa coba?"
"Ya mana gue tau."
"Ya cari tau dong..."
"gak penting nyari tau siapa yang sebar. toh kita tau pun, terus ngapain? Nama penyebarnya di forum itu aja aneh kan? Flinds apa... Flindskjold, nah iya itu. Yang terpenting..."
"Yang terpenting?" tanya Sherin
"Gimana caranya hubungan lo sama Tante Sekar bisa membaik. Karna biar gimanapun, dia nyokap lo."
"Gimana caranya?"
"Ya itu kita pikirin bareng - bareng."
"Kita?" tanya Sherin menyelidik
"Iya, kita. Sakti dan Sherin. Hehe." kekehku lalu melemparkan senyum yang mungkin terlihat tolol dimatanya. Namun entahlah apa ini kesalahan di retina mataku, atau memang aku melihat mukanya yang perlahan merona kemerahan.
Hmmm... Tante Sekar? How r u?
Bersambung ke part 19.
Similar threads
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
