Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siapa karakter cewek yang mau dibuat menjadi binal ?


  • Total voters
    16
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Berangkat Kita

JULIA



POV Julia

Adikku ini memang terkenal manja. Maklum semua keinginannya selalu diturutin papiku. Bahkan ketika kuliah, dia sudah diizinkan membawa mobil. Sedangkan aku, memilih hanya menggunakan sepeda motor. Bukan aku tidak bisa menggunakan mobil. Tapi malas bawa mobil, apalagi aku hanya kos.

Meski manja, urusan pekerjaan tetap fokus. Nilai kuliah, tidak jelek. Dia memang lebih dekat dengan aku, ketimbang kakakku yang sulung. Mungkin karena umur kami hanya beda 3 tahun. Sedangkan dengan kakak tertua kami, beda usianya 6 tahun. Apalagi kakak kami mempunyai sifat cuek terhadap adik-adiknya.

Dalam perjalanan pulang dari butik, adikku kembali mengingatkan rencana liburan keluarga. Tentunya tanpa anak-anak. Hari libur yang dipilih. Kebetulan ada tanggal merah di akhir bulan. Tapi aku sendiri, belum membicarakannya dengan suami. Rencananya baru bercerita, kalau suamiku punya waktu lengang.

“Ok adikku sayang, terima kasih sudah mengantar cici,” kataku ketika sudah berada di depan pagar rumah. Sebelumnya adikku sudah mengatakan tidak mampir ke rumah. Ia harus segera pulang, karena pengasuh anaknya tidak menginap malam ini.

“Iya ciciku sayang. Jangan lupa loh, diobrolin sama koko,” adikku kembali mengingatkan.

“Hehehehehehe, iya. Nanti cici kabarin lagi,” jawabku singkat kepada adikku.

Tawaran adikku untuk liburan bersama, cukup menarik. Tetapi aku masih ragu. Apalagi setelah obrolan kami di mall ibu kota. Adikku cukup vulgar soal bagaimana menambah gairah seks suami isteri. Apalagi ia menawarkan saling memperlihatkan hubungan seks ketika liburan. Keraguanku, lebih pada malunya bugil dihadapan mereka.

Malu memang, karena belum pernah aku bugil di hadapan orang lain. Apalagi sampai harus berhubungan seks, meski dengan suami sendiri. Tetapi ada tantangan untuk melakukannya. Apalagi suamiku memiliki fantasi seks dengan adik kandungku itu. Jika melihat langsung tubuh adikku, mungkin gairah seks suamiku bisa semakin buas.

Mobil suamiku sudah berada di garasi. Artinya dia sudah berada di rumah. Aku pulang memang agak terlambat. Pelanggan di butik lumayan banyak. Bahkan aku dan adikku harus turun tangan untuk melayani beberapa pelanggan. Kedua anakku menyambut kedatanganku. Suamiku duduk di ruang keluarga sambil menikmati kopinya.

“Baru pulang sayang. Tadi dianter atau pakai ojek,” ucap suamiku menyambut kedatanganku.

“Dianter sama Esti. Tapi langsung pulang. Pengasuh anaknya ga nginap malam ini,” jelasku kepada suamiku.

“Bentar yah, mami mandi dulu. Udah gerah banget,” timpalku lagi. Kecupan aku berikan ke dahi suamiku, sebagai tanda kangen kepadanya. Kemudian langsung menuju kamar tidur kami. Aku memilih langsung mandi untuk menghilangkan rasa gerah seharian beraktivitas di butik.

Daster tanpa lengan sepaha warna biru menjadi pilihanku. Aku terbiasa menggunakannya, karena memang di rumahku tidak ada laki-laki lain. Pengasuh anak-anak merupakan perempuan. Suamiku satu-satunya pria di rumah. Apalagi pengasuh anakku jarang menginap di rumah. Tempat tinggalnya terbilang cukup dekat dari rumahku.

“Lagi santai pi. Gimana pekerjaan hari ini,” aku membuka obrolan ketika sudah duduk di sebelah suamiku.

“Lumayan sibuk sih. Harus kejar proyek. Semua harus selesai pertengahan November,” jawab suamiku.

“Bisa gawat nih. Artinya ga ada waktu untuk liburan akhir bulan ini,” pikirku dalam hati. Aku pun mulai merancang kata-kata, untuk membawa suasana hati suamiku.

Percakapan santai tentang masalah pekerjaannya. Aku berusaha menjadi pendengar yang baik untuk suamiku. Terkadang, suamiku menjadi pendengar yang baik untuk semua aktivitasku di butik. Kami saling bercerita apa yang dialami. Bahkan sebisa mungkin setiap permasalahan dibicarakan bersama.

“Teman-teman di kantor sudah mulai jalan ke lokasi tanggal 20an nanti. Setelah itu papi tinggal kontrol. Kalau sekarang sih, tahap evaluasi progress,” kata suamiku.

“Hmmm…. Kesempatan nih. Kalau staf di kantor pada jalan ke proyek, artinya pekerjaan suamiku mulai lengang,” gumamku dalam hati.

“Akhir bulan ada libur tanggal merah loh pi,” kataku memberikan informasi kepada suamiku.

“Mami pengen liburan lagi,” tanya suamiku singkat.

“Pengen sih. Tapi ke luar kota yah,” ajakku.

“Emang rencananya kemana,” suamiku kembali bertanya.

“Ga tau deh. Tapi pegunungan menarik,” aku memberi ide sekenanya.

“Papi lihat dulu deh. Kalau proyek ga ada masalah, harusnya sih bisa,” timpalnya sambil menatap wajahku.

“Tapi rencana Esti mau gabung loh pi. Kali ini tanpa anak-anak,” tanyaku lagi.

Suamiku tidak langsung memberikan jawaban. Ia hanya menatap wajahku dengan sedikit keheranan. Masih menerka maksud dari liburan yang aku rencanakan bersama Esti. Apalagi ajakan liburan ke luar kota.

“Mami sudah diskusi sama Esti soal fantasi seks papi,” kali ini suamiku balik bertanya.

“Bicara langsung sih belum sayang. Tapi kalau mendengar ceritanya, Esti sama suaminya mempunyai pemikiran terbuka soal seks,” ujarku menjelaskan.

“Papi tau ga. Liburan nanti, itu idenya Esti,” lanjutku singkat, sambil menunggu respon suamiku.

“Esti memberikan Ide,” kata suamiku sedikit heran.



***

Malam itu aku memberikan penjelasan hasil pertemuanku dengan Esti. Memang aku yang memancing pembicaraan kearah seks. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana hubungan seks Esti dengan suaminya. Itu untuk membantu suamiku mewujudkan fantasi seksnya. Tetapi justru, aku harus mengakui, Esti lebih berpengalaman.

Bahkan dalam liburan nanti, ia yang memberikan ide. Semua aku ceritakan, bagaimana tawarannya untuk membuat fantasi seks untuk menambah kualitas hubungan suami isteri. Jika fantasi seks sudah tumbuh, tentu perlu diwujudkan. Tinggal memilih pasangan yang tepat untuk mewujudkannya.

“Esti dan suaminya mau ngajak kita seks bareng. Saling melihat satu sama lain,” ucap suamiku sedikit heran.

“Begitu idenya Esti. Katanya bisa menambah gairah,” jawabku singkat.

“Memang Esti ga malu mi,” masih dengan keheranannya suamiku melanjutkan pertanyaan.

“Mami sih tidak tanya. Mami hanya mendengar saran dia. Kalau cerita Esti sih, dia sama suami memang punya fantasi seks. Tapi belum berani mewujudkan, takut salah pilih orang. Tapi dia tidak cerita fantasi seks yang bagaimana,” jelasku lagi.

“Menarik sepertinya. Coba mami tanya lagi. Bagaimana kita melakukan seks bersama, tapi tidak malu dilihat orang di sebelahnya,” suamiku mulai tertarik dengan tawaran adikku.

“Coba nanti mami tanya. Siapa tahu Esti punya solusi,” kataku lagi.

“Tapi sebentar. Emang papi bisa tanggal itu ikut liburan,” lanjutku bertanya.

“Soal itu, nanti papah kasih kepastian sekitar tanggal 20,” ucap suamiku.

Suamiku dengan Esti sepertinya memiliki kesamaan. Punya fantasi seks yang memang perlu diwujdukan. Aku sendiri tidak mengetahui fantasi seks Esti dan suaminya. Apa Esti dan suaminya punya fantasi seks yang tidak lazim. Ingin dilihat orang lain ketika berhubungan seks. Aku sendiri jujur pastinya sangat malu, kalau harus bugil di depan mereka.

Malu memang, tapi merasa tertantang. Apakah aku sudah mulai ketularan suamiku. Memiliki fantasi seks yang sama. Tertantang untuk berhubungan seks dengan suamiku dihadapan adik kandungku sendiri. entah lah, nampaknya aku sudah mulai terbawa keinginan suamiku dan adikku sendiri.

Aku memang mempunyai nafus seks yang besar. Bukan hyper. Tapi sedikit dapat rangsangan, bisa langsung naik birahi. Tapi sekarang berbeda. Mendengar cerita Esti, aku justru mendapatkan tantangan baru. Dalam hati memang bertanya. Apakah ini yang dinamakan fantasi seks seperti yang dialami suamiku, dan Esti.

Malam itu nampaknya suamiku memilih untuk tidur. Mungkin suntuk dengan pekerjaannya. Sedangkan aku masih terbawa pikiran. Obrolan suamiku dan Esti, membuat aku membayangkan sesuatu yang diluar nalar. Membayangkan harus bugil, berhubungan seks dengan suamiku, dilihat oleh Esti dan suaminya.

***

Suasana butik sedikit lengan. Jumat memang waktunya terasa pendek. Aku mengajak adikku ke sebuah restoran favorit keluarga. Semasa remaja, kami sering berkunjung ke restoran itu. Sekedar mengingat masa lalu tentunya. Tapi ada tujuan utama. Merancang liburan bersama. Pastinya ingin mengorek tujuan Esti sebenarnya.

Obrolan kami seputar masa remaja. Sering papi dan mamiku mengajak kami makan di restoran itu. Semua anggota keluarga wajib ikut. Cara orang tua kami untuk mengumpulkan anaknya setiap akhir pekan. Itu cara orang tua zaman dulu, agar anaknya tidak keluyuran pada malam minggu, atau liburan.

Cerita kenangan masa lalu mengalir begitu saja. Tanpa terasa obrolan kami mengalir pada hubungan Esti dengan pacarnya. Bagaimana adikku mengenal oral seks, dan petting. Aku sendiri serius mendengar ceritanya. Seperti mendapatkan pelajaran baru dari adikku tentang pemikiran yang terbuka soal seks.

Dari cerita Esti, aku mengetahui ternyata dia dengan suaminya sering berfantasi ketika berhubungan badan. Fantasinya menceritakan Esti digumuli pria lain, sedangkan suaminya berusaha memuaskan perempuan lain. Aneh memang, tapi menurut Esti mereka bisa mendapatkan kepuasan maksimal dalam berhubungan seks.

“Cici sudah ngomong ke koko belum soal rencana liburan,” tetiba Esti bertanya kepadaku.

“Koko setuju. Tapi masih melihat kondisi kantor,” jawabku singkat. Tentu aku tidak menceritakan ketertarikan suamiku, soal hubungan seks yang dipertontonkan. Aku mencoba tetap menyimpan hasrat suamiku terhadap Esti.

“Bagus lah kalau begitu. Nanti biar aku yang mengatur lokasinya. Soal yang lain, urusan suamiku,” kata Esti meyakinkanku.

“Urusan lain maksudnya,” pertanyaanku kepada Esti.

“Udah, cici pokoknya tenang. Nanti nikmati aja liburannya,” ucap Esti.

“Kalau cici ingin mengembangkan fantasi seks, nanti suamiku bisa urus,” bisik Esti memelankan ucapannya.

Pikiranku melayang. Tawaran Esti sebetulnya menantangku. Fantasi seks suamiku sebetulnya ingin bersetubuh dengan Esti. Sedangkan aku, tertantang melakukan hubungan seks dihadapan Esti dan suaminya. Tapi bagaimana caranya aku membuang rasa malu, kalau harus bugil dihadapan Esti dan suaminya.

“Ya elah cici pakai bengong. Pasti lagi membayangkan liburan nanti,” tebak adik kandungku itu.

“Kepo ah. Orang lagi mikir. Koko bisa atau ga,” jawabku sekenanya, berusaha menyembunyikan lamunanku.

“Cici coba tanya. Apa koko punya fantasi seks atau ga. Kalau punya, tawarin aja, nanti mau diwujudkan pas liburan. Pasti koko mau,” ucap Esti pelan diiringi dengan tawannya.

Kelakuan adikku memang keterlaluan. Tapi aku sendiri merasa mendapatkan tantangan. Memang salahku sendiri membuka pembicaraan soal hubungan seks. Esti yang punya pengalaman lebih dari aku, tentunya semakin ceplas ceplos. Kebingunanku ditangkap oleh Esti. Ia menganggap aku sudah setuju.

“Pokoknya dealnya. Cici sama koko tinggal nikmati liburan. Soal pesta saat liburan, biar suamiku yang urus,” perkataan Esti justru membuat aku semakin bingung. Padahal aku yang ingin mewujudkan fantasi seks suamiku. Justru dia yang bersemangat. Kebingunganku justru bertambah, ketika aku sendiri terseret ke dalam fantasi seks mereka.

Tidak ada yang bisa aku katakan, selain pasrah mengikuti rencana adikku. Suamiku sendiri, pastinya sedang berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor. Itu agar pada tanggal yang ditentukan, bisa meninggalkan kantor. Cuti tentu pilihannya, agar tidak terganggu urusan kantor ketika masa liburan.

Pikiran terus melayang. Tidak meyangka, ternyata Esti dan suaminya memiliki fantasi seks juga. Sama seperti suamiku. Tetapi, aku belum bisa menebak fantasi seks mereka apa. Justru sekarang aku yang merasakan kegalauan. Terseret dengan ide-ide gila yang disampaikan suamiku, maupun adik kandungku.

“Sudah lah. Mungkin aku pasrah saja nanti. Biarkan Esti dan suaminya yang mengatur semuanya,” pikirku.


ESTI

POV Esti

“Yes….akhirnya cici bisa masuk perangkap kami. Selanjutnya tinggal tugas suamiku yang mengurus persiapan pesta,” gumam Esti ketika pulang dari restoran tempat dia bertemu dengan Julia. Ia mulai membayangkan, bagaimana pesta yang akan dipersiapkan suaminya. Tentu pasti sangat meriah.

Apalagi selama ini, ia sangat tergoda dengan suami dari kakak kandungnya itu. Bahkan hampir setiap berhubungan seks dengan suaminya, Esti membayangkan sedang bergumul dengan suami Julia. Pastinya hasil diskusi dengan Julia, akan membuat suaminya senang. Karena memang Rully sendiri sudah dari dulu sangat nafsu ketika melihat Julia.

“Hhmmmm…. Hehehehehe. Mudahan nanti berjalan lancar. Sekarang tinggal memastikan, apakah cici tidak berhalangan saat liburan nanti. Kalau urusan koko, pasti cici berusaha membujuknya,” pikiran Esti terus melayang membayangkan pada masa liburan nanti.

Esti memilih untuk langsung pulang ke rumah. Ia tidak sabar mendiskusikan rencana selanjutnya dengan suaminya. Urusan butik diserahkan kepada karyawan yang memang teman lama Esti. Apalagi sebelum pulang dari restoran tadi, cicinya memastikan mampir ke butik untuk mengecek sebelum pulang ke rumah.

Ia mengambil telepon selulernya. Mencari nomer seseorang untuk dihubungi. Tentunya untuk meluapkan kegembiraan.

Tuuuutttt…… ttuuuuuuttt…… ttuuuuuuuttt………….

“Hai sayang, lagi ada di mana,” ucap Esti ketika mengawali pembicaraan di ujung telepon.

“Masih di kantor mah,” jawab pria lawan bicaranya.

“Pengen ngobrol sama papah. Bisa pulang cepat ga nanti,” Esti meminta kepastian dari suaminya.

“Soal apa nih. Mamah sepertinya gembira sekali. Baru dapat rezeki yah,” tanya pria yang tidak lain suaminya Esti.

“Pokoknya tenang aja sayang. Mamah pengen ngobrol soal rencana liburan selanjutnya,” kata Esti diselengi tawa kecil.

“Papah usahain. Mudahan tidak ada persoalan di kantor,” jawab suaminya.

“Ok sayang. Mamah tunggu di rumah. Jangan pakai lama,” tutup Esti yang langsung mematikan saluran teleponnya.



***

Suara jangkrik mulai menghiasi suasana malam. Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 9 malam. Sudah waktunya untuk semua orang beristirahat. Namun suasana di dalam kamarku, sangat berisik. Tidak terlalu kencang, cukup mengundang birahi. Suara lenguhan dan desahanku bersahutan dengan suamiku.

Slruuuuup…… sluuppppp….. Slruuuuup……

Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Sststststsss….. ehehememe……

Aku sedang mengulum kontol suaminya. Sedangkan suamiku menjilati memek. Kami berusaha saling memberikan kepuasan. Nafsu birahi bangkit. Dorongan hasrat ingin saling memuaskan.

Sststststsss….. ehehememe…… Ooouwwhhhhh… Sststststsss….. Sststststsss…..

Slruuuuup…… sluuppppp….. Slruuuuup…… sluuppppp…..

eehhhememem…… aaaachhhhh……

“Mamah….. papah sudah ga tahan. Nanti bisa crooot…..,” kata suamiku.

Aku berinisatif membalikkan badan. Langsung mengambil posisi jongkok di atas kontol suamiku. Blllleeeeeesshhhh……. Kontol suamiku langsung tenggelam ke dalam lubang memekku. Perlahan kontol suamiku dengan panjang 16 cm diameter 4 cm, langsung tenggelam ke dalam memekku.

Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Sststststsss….. ehehememe……

Lenguhanku keluar dari mulut tipis pertanda kontol suamiku sudah menyatu dengan memekku. Aku mendiamkan sementara kontol suamiku di dalam memekku. Aku merasakan kontolnya yang keras memenuhi lubang yang telah melahirkan satu orang anak. Setelah merasa cairanku semakin membanyak, perlahan aku mulai menaikturunkan pantatku.

Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Sststststsss….. ehehememe……

Sststststsss….. ehehememe…… Ooouwwhhhhh… Sststststsss….. Sststststsss….. Ooouwwhhhhh…

Sststststsss….. ehehememe…… Ooouwwhhhhh… Sststststsss….. Sststststsss…..

Sekitar lima menitan aku menaikturunkan pantat, suamiku berinisiatif bangun. Ia kemudian memposisikan aku untuk menungging. Perlahan kontol besar suamiku mulai masuk kembali ke dalam memekku. Sodokannya dari belakang cukup terasa memenuhi memekku. Suamiku mulai bergerak maju mundur secara perlahan.

Sststststsss….. ehehememe…… Ooouwwhhhhh… Sststststsss….. Sststststsss….. Ooouwwhhhhh… oouuwwhhhhhhhhhhoouwwwhhhhhh……………

Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Sststststsss….. ehehememe……

Desahan kami terus bersahutan. Suamiku semakin kencang menggenjotku dari belakang. Aku sendiri tidak kuasa menahan sensasi nikmat yang diberikan sodokan kontolnya di memekku. Erangan dan desahan terus bersahutan.

“Papah…. Ooouwwhhhhh… Sststststsss ehehememe…… mamah sudah ga kuat….terus sayang…..,” rengek Julia seperti memohon.

“Ooouwwhhhhh….. Sststststsss ehehememe….enak banget pah…..terus sayang….,” desahanku tertahan.

“Sayang…. Ooouwwhhhhh… Sststststsss ehehememe…… mamah sudah ga kuat…..,” rengekku.

“Tahan sebentar sayang. Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… kita barengan,” sahut suamiku.

“Sayang…. Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… ,” mendesahanku semakin menjadi.

“Sayang…. Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… Ooouwwhhhhh… mamah mau sampai…..,” desahanku semakin panjang.

Crrooooottttttt……… crreeeettttttttt…….. creeeeetttttt…….. memekku mengeluarkan cairan kenikmatan berulang kali. Membahasi batang kontol suamiku. Aku menjatuhkan tubuhku ke kasur tempat pepraduan kami malam ini. Nafas mulai tersenggal. Menahan nikmat yang luar biasa. Sungguh kenikmatan yang hampir jarang aku dapatkan dengan suamiku.

“Ooouwwhhhhh…………….” Lenguhan panjang suamiku mulai terdengar diiringi dengan semprotan peju dari kontolnya. Crrooooottttttt……… crreeeettttttttt…….. creeeeetttttt…….. crrooooottttttt… crrooooottttttt... crreeeettttttttt…….. creeeeetttttt……..

Setelah mencapai kenikmatan bersama, suamiku merebahkan dirinya ke samping. Posisiku masih menungging menikmati sisa orgasme yang baru dicapai. Deru nafas memburu kami saling bersahutan. Perlahan nafas kami mulai normal. Aku pun membalikkan badan untuk rebahan di dada suamiku.

“Enak banget sayang. Membayangkan tubuh cici enaknya sudah seperti ini. Apalagi nanti kalau rencana kita berhasil. Papah bisa benar-benar menyetubuhi cici, pasti lebih nikmat sayang,” bisik suamiku pelan, ketika nafasnya sudah mulai berarturan.

Aku sendiri hanya menatap wajahnya. Tidak terbayangkan nikmatnya bersetubuh dengan imajinasi liar. Membayangkan berhubungan badan dengan seseorang yang ada dalam fantasi seks. Nafsu birahi langsung naik, begitu pula dengan suamiku. Kami membayangkan suasana pesta yang diatur suamiku pada saat liburan nanti.

Nafsu birahi kami berdua membara, setelah berdiskusi rencana liburan nanti. Suamiku sudah menyiapkan rencananya. Persiapan sudah matang. Tinggal menunggu kepastian koko dan cici. Selain kepastian waktu liburan, tentunya kondisi tubuh cici perlu mendapatkan perhatian.

“Kalau rencana kita berhasil, pasti seru sayang. Bisa mencapai kepuasan setiap saat,” kataku kembali mengawali pembicaraan kami.

“Boleh sayang. Tapi ingat yah. Tidak boleh berbohong,” jawab suamiku.

“Papah juga ga boleh main di belakang mamah,” sahutku lagi.

“Paling penting menyukseskan pesta saat liburan. Mamah harus bantu papah sesuai rencana,” suamiku mengingatkan kembali.

“Beres sayang. Papah percaya mamah deh,” aku menimpalinya lagi.



***

JULIA



POV Julia

Suamiku sudah memberikan persetujuan untuk liburan akhir bulan. Ia merekomendasikan kota B di Pulau Jawa sebagai lokasi. Wilayah pegunungan, cuaca sejuk, dan tentunya menjadikan suasana romantis. Aku pun segera menghubungi adikku untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Soal dana, tentunya patungan yang diambil dari keuntungan butik.

Tuuuutttt…… ttuuuuuuttt…… ttuuuuuuuttt………….

“Hallo ciciku sayang,” suara adikku menyahut panggilan telepon.

“Iya sayang. Kamu di mana,” aku bertanya keberadaannya.

“Masih di butik ci. Udah sehat,” timpalnya lagi.

“Lumayan, tidak seperti kemarin,” jawabku singkat.

“Syukur lah. Berarti tamunya sudah mau pulang donk,” ledek adik kandung itu.

“Kamu yah kepo banget. Kaya ga pernah aja,” kataku menjawab ledekannya dengan tegas.

“Hehehehehe….. ga kepo cici. Hanya prihatin sama kondisi cici,” sahutnya lagi.

“Butik gimana,” kataku mencoba mengajaknya bicara lebih serius. Aku memang tidak langsung ke pokok persoalan yang dituju. Itu untuk membawa obrolan yang lebih nyaman dengan adik kandungku.

“Aman ci. Ini sudah siap-siap mau pulang. Apa cici mau aku ke rumah dulu,” ucap adikku menanyakannya.

Pikiranku benar juga. Dari pada bicara lewat telepon nanti malah jadi salah pengertian, ada baiknya ketemu langsung. Esti aku minta ke rumah setelah pulang dari butik. Aku memberikan informasi untuk membahas rencana liburan nanti. Ia langsung menyanggupi untuk ke rumah. Panggilan telepon aku akhiri setelah mendapat kepastian Esti akan ke rumah.

Sore itu aku duduk di ruang tamu menunggu kedatangan adik kandungku. Rencananya sore ini, akan menyusun rencana liburan. Sekalian menyampaikan ide suamiku untuk memilih kota M di Pulau Jawa. Mencari spot yang bagus untuk menikmati liburan pasangan suami isteri, tanpa gangguan anak-anak.

Pukul 4 sore, Esti sudah berada di rumahku. Suamiku masih berada di kantor. Ia berpesan akan pulang agak malam, karena harus menyelesaikan pekerjaan. Seluruh pekerjaan dicicil, agar saat liburan tidak ada beban.

“Koko sudah setuju kita liburan bareng. Tapi rekomendasinya kota M di Pulau Jawa,” ungkapku kepada Esti.

“Boleh juga idenya. Suamiku pasti setuju,” jawab Esti.

“Kita nanti cari hotel di daerah bukit yah. Suamiku ingin merasakan sejuknya udara,” kataku lagi.

“Siap cici. Nanti aku carikan beberapa rekomendasi hotel. Setelah dapat cici aku kabarin,” sahut Esti.

Kami menyepakati keberangkatan pada hari Kamis minggu depan dan pulang Minggu. Pesawat pagi yang dipilih. Esti mengambil hotel di atas perbukitan. Sebuah hotel bintang lima di bawah managemen GT. Suasananya nyaman. Setiap kamar mepunyai balcon. Kami memilih yang menghadap ke kolam renang.

Soal biaya sudah dibicarakan. Keuntungan butik kami sisihkan untuk membiayai liburan. Butik itu milik kami berdua, sehingga berapa pun biaya yang diambil terbebani merata. Esti memilih segera pulang setelah selesai membahas rencana liburan. Urusan anak-anak, kami serahkan ke mami dan papi.

Anak-anak diantar ke rumah orang tua kami pada hari Rabu sebelum keberangkatan. Sekaligus kami berkunjung ke rumah orang tua. Kami ceritakan rencana liburan bersama. Orang tua tentunya sangat setuju. Bahkan terlihat senang, karena cucu-cucunya berada di rumah dalam beberapa hari kedepan.



***

“Perhatian-perhatian. Para penumpang ****** ********* dengan nomor penerbangan GA *** tujuan kota S dipersilahkan untuk segera naik ke pesawat udara melalui pintu 5,” suara speaker di ruang tunggu bandara menandakan panggilan untuk para penumpang. Kami pun bergegas untuk mengikuti arahan dari suara tersebut.

Penerbangan kami memakan waktu satu jam 30 menit. Semuanya berjalan lancar. Sengaja Esti mengambil penerbangan paling pagi. Ketika tiba di kota S, kami tidak kesiangan. Karena kami harus melanjutkan perjalanan ke kota B. Butuh waktu 2 jam menuju kota B, jika tidak ada kemacetan.

Pukul 1 siang kami sudah tiba di kota B. Sebelum cek in hotel, tentunya kami makan siang terlebih dahulu. Tepat pukul 2.15 siang, kami sudah berada di lobbi hotel. Esti segera mengurus segala sesuatunya di reception hotel. Kami di arahkan untuk turun tangga, kemudian naik lift menuju lantai 5.

Hotel bintang lima berkelas. Suasananya tenang, dan tentunya jauh dari kebisingan. Tentu saja, letaknya berada di perbukitan jauh dari keramain. Kalau ingin menuju kota, tentunya harus keluar area hotel hingga 1 kilometer. Suara gemericik air dari kolam renang terdengar nyaring di area hotel.

Ketika memasuki kamar hotel, aku dan suamiku tersentak kaget. Ternyata Esti memesan satu kamar junior suite, dan deluxe. Interior hotel cukup bagus menambah nuansa romantis. Kamar junior suite diberikan Esti untukku. Sedangkan Esti dan suaminya memilih kamar deluxe yang ada di sampingnya.

Kamar junior suite yang diberikan Esti mempunyai ruang tamu tersendiri, meja makan, dan kerja. Masuk lebih ke dalam, ada kamar tidur yang luas. Spring bed ukuran king berada di dalam tempat tidur, tentunya dilengkapi dengan kamar mandi. Fasilitas dalam kamar cukup lengkap disertai sebuah kimono handuk.

Tok….tok…tok…… suara pintu diketuk. Aku dan suamiku segera melihat ke arah suara tersebut. Ternyata di ruang tamu, ada sebuah pintu penghubung ke kamar Esti. Segeraku buka pintu penghubung tersebut. Esti sudah berada di depan pintu, dan membiarkan kamarnya terlihat dari ruang tamu kamarku.

“Pintunya jangan ditutup yah ci. Biar kami bisa masuk ke ruang tamu cici,” kata Esti berlalu meninggalkan pintu penghubung itu.

Tidak ada kata yang aku keluarkan. Hanya anggukan kepala pertanda setuju. Membiarkan pintu penghubung terbuka, artinya aktivitas kami akan terlihat. Begitu pula sebaliknya. Suamiku sendiri masih tertegun mendengar ucapan Esti.

“Tidak usah bingung ci. Itu untuk memudahkan kita berkumpul,’ ucap Esti dari dalam kamarnya.

“Betul juga kata Esti. Kalau aku atau suamiku butuh teman ngobrol, tinggal panggil. Paling nanti kumpul di ruang tamu hotel sambil nonton televisi bersama. Toh kamar kami juga punya pintu sendiri yang bisa ditutup,” gumamku dalam hati.

Setelah merapikan barang-barang, kami berencana untuk berenang. Maksudnya untuk merenggangkan otot, setelah perjalan panjang. Kami belum punya niat untuk jalan ke lokasi wisata. Apalagi sekarang sudah pukul setengah 4 sore. Berenang mungkin menjadi aktivitas ringan hingga menjelang malam nanti.

“Esti, cici sama koko mau berenang. Kamu mau ikut ga,” suaraku sedikit kencang, agar dia mendengar.

“Iya ci. Kami siap-siap dulu yah. Kita barengan aja ke bawah,” sahut Esti dari dalam kamarnya.

Suamiku melapisi celana renangnya dengan kimono handuk yang tersedia di hotel. Begitu juga dengan diriku, pakaian renang sudah menempel di tubuhku, di balik kimono handuk. Tidak lama Esti dan suaminya berada di ruang tamu kamar junior suite. Ia dan suaminya sama berpenampilan seperti kami.

Kami keluar dari kamarku langsung menuju lift. Tombol lift dipencet menuju akses kolam renang. Ada dua kolam renang yang terdapat di hotel tersebut. Kolam renang out door dan in door. Suamiku memutuskan untuk menuju kolam renang in door. Sebelah kolam renang, nampaknya ada pemandian air panas yang terhubung ke spa.



Bersambung….
 
Kebetulan Dean sendiri mendapatkan tugas sebagai manager regional di kota kelahiran Julia di pulau terbesar di Indonesia. Itu membuat Julia senang, karena bisa semakin dekat dengan keluarga. Tidak heran, orang tua Julia sering berkunjung ke rumah mereka. Bahkan anak-anaknya sering diajak untuk menginap di rumah kedua orang tua Julia.

Julia sendiri memilih menjadi ibu rumah tangga, dan tidak ingin bekerja di kantoran. Padahal ia sudah meraih gelar S1. Ia ingin melayani suami, dan menjaga anak-anak. Meski begitu, perempuan sarjana ekonomi itu, tidak ingin berpangku tangan. Atas ajakan dari adik kandungnya, ia memulai usaha kecil-kecilan. Julia membuka sebuah butik yang tidak jauh dari komplek perumahannya.
Hmmmmmmmm kayanya seru nih
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd