CHAPTER 44: REKRUTAN BARU
“Pur! Ngana bikin salah apa lagi nih? Ngaku!”
“Enak aja! Elu kalik yang bikin salah! Kemaren aja dapat Surat Teguran! Kantor udah ga enak gitu masih bisa lu ketiduran yak!”
“Sekali lagi ngana ngomong surat teguran aku sikat ngana pu kepala pake ni sandal! Sok-sok logat Jakarta pula!”
“Hadoohh udah-udah kalian ini bisa diem ga sih?! Ini kita dibawa ke hotel malam-malam gini mau diapain?? Kalian berdua malah ribut ga jelas!”
Pak Pur dan Pak John kini diam. Mereka bertiga memandangi ruangan dengan cahaya yang sedikit remang namun tetap dapat memperlihatkan keanggunannya. Di sisi kiri, mereka dengan jelas dapat melihat antero Jakarta yang dihiasi gemerlap lampu-lampu gedung. Mereka hanya bisa menurut saat Birowo, salah satu tenaga sekuriti mengatakan bahwa Ibu Saktia ingin bertemu dengan mereka untuk ‘hal yang serius’. Mereka merasa ini bukan hal yang baik. Makanya mereka tidak bisa tenang dari tadi. Pak Toni berkali-kali mengubah posisi duduknya.
Namun akhirnya yang ditunggu datang. Pintu di depan mereka terbuka dan Saktia dengan busana serba hitamnya langsung duduk di depan mereka dan tersenyum, “Halo Pak Toni, Pak John dan Pak Pur. Udah lama nunggunya? Maaf ya saya telat.”
Melihat ekspresi Saktia mereka sedikit tenang. Kali ini sepertinya bukan tentang kecerobohan mereka. Tiga bapak-bapak tersebut menjawab, “Tidak, Nona. Tidak kok.”
Saktia memandangi mereka satu persatu dan mulai mengutarakan maksudnya membawa tiga orang desa ini ke salah satu hotel ternama. Saktia berbicara dengan jelas dan tertata, membuat ketiga orang itu seperti terhipnotis dan mendengar dengan tekun. Saat memahami maksud dan tujuan Saktia, mereka tertegun.
“Ma-maksud Nona, kami… mengkhianati Bos Titan?”
“Mengkhianati? Hahaha!” Saktia terkekeh. “Pak John ini terlalu banyak nonton TV ya. Pak John, Pak Toni, Pak Pur, tidak ada yang mengkhianati dan dikhianati disini. Ini hanyalah tentang kekuatan. Dan uang. Bapak-bapak tidak tahu, di ibu kota ini, hukumnya jelas: yang kuat, sekali menjadi lemah, akan mati dalam pertarungan. Kekuatannya tidak akan diingat lagi. Valkyrie sekarang di ambang kehancuran. Dan saat ini dan seterusnya, Detourne lah yang akan menguasai dunia hiburan di Indonesia.”
“Saya tahu apa yang menjadi kebutuhan Bapak-bapak sekalian. Saya tahu Bapak-bapak ini jauh-jauh ke Ibukota untuk mencari apa. Jangan takut. Saat semuanya tuntas, Bapak-bapak sekalian pasti akan ikut dalam gerbong Detourne. Saya juga akan mengatur agar Simon tidak mencurigai kalian. Itu janji saya.”
Ketiga pria berumur itu saling berpandangan. Mereka bingung. Ini adalah pekerjaan dengan tawaran yang menggiurkan dan mereka yakin tidak akan datang dua kali. Sementara, meninggalkan Valkyrie yang sudah memberi mereka makan bukanlah yang mudah. Melihat mereka bingung, Saktia tersenyum. Dia merasa kini saatnya melancarkan strategi kedua. Tiba-tiba tangannya bertepuk dua kali.
Birowo masuk ke ruangan dengan membawa satu koper berwarna perak, kemudian meletakkannya di meja. Saktia menekan katup kuncinya, membuka koper itu dan memutarnya ke depan tiga pegawai baru itu. Pak Pur, Pak Toni dan Pak John benar-benar tidak berkedip melihat apa yang dibawa ke hadapan mereka.
“Kalau Bapak-bapak sekalian setuju bergabung dengan kami dan bersedia menandatangani surat perjanjian yang saya buat, uang segini akan bapak-bapak anggap sebagai receh dalam beberapa bulan ke depan. Rumah, baju, mobil,” Saktia mendekati mereka, “wanita, semua bisa kalian dapatkan.”
Pandangan mereka masih tidak pindah dari tumpukan uang tersebut. Saktia yakin mereka sudah goyah dan pasti akan menyetujui tawarannya. Orang desa yang tidak punya apa-apa, pastilah tidak akan sanggup menolak ini, tawanya dalam hati. Kini waktunya untuk strategi ketiga.
Saktia kembali bertepuk dua kali. Kali ini bukan Birowo yang masuk. Melainkan barisan wanita-wanita cantik dengan pakaian yang hanya menutupi bagian penting tubuhnya saja. Kaos ketat, rok mini, dengan berbagai tipe wanita yang bisa mereka imajinasikan. Mulai yang bertubuh kecil, tinggi semampai bak model, berambut panjang dan pendek, sampai gadis bule dengan kulit putih bersih.
“Saya paham, saya benar-benar paham, Bapak-bapak sekalian sudah berbulan-bulan tidak menikmati istri kalian bukan? Maka sekarang ini, saya sediakan pemuas nafsu kalian. Wanita-wanita yang akan menuruti apapun keinginan kalian. Dan kalian,” Kini Saktia berjalan memutar meja untuk mendekati tiga orang itu, “bisa pakai mereka, kapan saja.” Saktia menggesek selangkangan Pak John dengan tangannya.
“…kapan saja.” Bisiknya di telinga Pak John.
“Bagaimana?” Saktia menagih jawaban mereka.
“Kalau begitu saya mau! Gila ini John, kapan lagi bisa begini. Kaya kita! Mana surat yang saya harus tanda tangan?” Pak Toni langsung bersemangat.
“Kalo kamu ayo saya juga ayo lah! Gila ini cewek-cewek napsuin gila!”
“Ya saya juga mau, Nona!”
Saktia terbahak mendengar jawaban mereka. Tiga orang baru sudah berhasil direkrut. Tiga orang yang akan membantunya menjalankan misi.
***
Setelah Saktia memasukkan surat perjanjian ke dalam tasnya, dia kembali memandang Pak Toni, Pak John dan Pak Pur.
“Sesuai janji, karena surat sudah ditandatangani, Pak Toni, Pak John, Pak Pur, silahkan bawa wanita yang daritadi membuat penis kalian tegang. Kamar sudah saya sediakan. Saya yakin kalian sudah tidak sabar lagi. Silahkan.”
Pak John langsung menarik tangan seorang gadis yang dirasanya masih muda di bawah 20 tahun. Namun sesaat pikiran liciknya berjalan. Tanpa sungkan dia bertanya ke Saktia, “Nona maaf, apa saya boleh bawa lebih dari satu kah?”
Saktia tanpa menoleh berkata, “Emangnya saya ada bilang cuma boleh bawa satu?”
Pak John terbahak dan langsung menarik lagi tangan gadis yang berdiri paling ujung. Tinggi semampai, rambut panjang, bibir merah merekah. Dari awal gadis ini masuk, Pak John sudah terpana dengan kemolekannya.
Pak Pur tidak mau kalah. Mendengar Saktia memperbolehkan mereka mengambil lebih dari satu wanita, Pak Pur dengan sigap meraih lengan wanita bule dan wanita berambut pendek. Mereka langsung hilang dari pandangan.
Kini tinggal Pak Toni. Saktia menunggu, namun Pak Toni belum juga beranjak. Saktia jadi sedikit bingung.
“Kenapa Pak Toni? Apa mereka ga cukup menggairahkan untuk Bapak?”
“Ng-iya-eh-ng-ga, maksudnya gini Nona…” Saktia menyimak.
“Dari saya masuk Valkyrie, saya paling ga bisa lama-lama memandangi wanita-wanita di kantor. Semuanya cantik-cantik, semuanya menggairahkan. Tapi yang paling bikin nafsu saya melunjak…” Omongan Pak Toni menggantung.
“Hmm..? Ya..?”
“Itu Nona Saktia sendiri.”
Saktia tertegun. Aku?
Namun sesaat kemudian Saktia langsung terbahak. Tertawa sangat lebar. Saktia kagum dengan keberanian dan kelancangan rekrutan baru yang satu ini.
“Eh-ngg Nona, Nona, maafkan saya, saya tidak ada maksud.. Aduh! Maksud saya, wanita-wanita itu disuruh pulang saja. Saya juga pulang saja Nona. Uang ini sudah lebih dari cukup! Biar saya cari saja di luar Nona! Yang sesuai selera saya. Maafkan saya Nona! Selera saya memang tidak normal. Aduh..” Pak Toni benar-benar menyesal atas kelancangan mulutnya sendiri.
“Oh Pak Toni mau mereka keluar? Oke. Kalian! Keluar dari ruangan ini!”
“Baik, Bu.” Para wanita itu pun keluar ruangan.
“Nah iya Nona, saya juga pul-“
“Tapi Pak Toni tidak. Tetap disini.”
Segera setelah para wanita panggilan meninggalkan ruangan, Saktia beranjak menuju tempat duduk Pak Toni. Pak Toni jadi salah tingkah. Waduh mampus aku dimarahi ini, batinnya khawatir. Namun bukan kemarahan yang didapatnya, melainkan buntalan payudara yang dipampangkan pas di depan wajahnya.
“Kalau memang Pak Toni mau saya, oke. Saya puaskan kontolmu, Pak.”
Bongkahan buah dada Saktia langsung membenam wajah Pak Toni yang tidak siap. Pak Toni megap-megap. Hidungnya menarik nafas panjang pendek. Tangannya reflek meremas tetek Saktia. Saktia mendesah saat Pak Toni akhirnya mau memulai permainannya, sembari tangannya mulai sibuk melucuti rok hitamnya.
“Yah, Pak! Ayo! Sedot! Hisap sesukamu! Puaskan aku Ton!”
Pak Toni yang ditantang seperti itu, semakin berani melumat puting payudara Saktia. Setelah meremas, Pak Toni bangkit berdiri serta mendudukkan Saktia di meja. Saktia yang sudah telanjang, kini mengangkang, membuka pahanya lebar-lebar untuk memamerkan keindahan selangkangannya. Jari-jarinya kini memelintir putingnya sendiri.
“Ayo Pak cepat! Masukkan kontolmu itu!”
“Sebentar Nona! Yes! Yeah!” Ternyata penis Pak John belum terlalu tegang. Sembari mengocok cepat dia menatap payudara dan vagina Saktia dengan penuh nafsu. Penisku ini mesti cepat tegang, kocoknya buru-buru. Namun Saktia berkehendak lain.
“Kalau ngentot samaku, harus aku yang negangin kontolnya. Ngerti, Ton?”
“Hah-eh maksudny-“ Pertanyaan Pak Toni tidak tuntas saat dia mendapati Saktia turun dari meja dan berlutut di bawahnya. Saktia dengan kasar menolak tangan yang mengocok penis Pak Toni dan mulai memasukkan penis itu ke mulutnya.
“Aduh Nona saya belum mandi ngghhh-“ Saktia merasakan sedikit aroma tidak enak di selangkangan Pak Toni. Namun hal itu justru membuatnya makin bernafsu membuat penis itu ereksi. Orang ini benar-benar harus dimanjakan untuk mau melayaniku, pikir Saktia. Pak Toni, bersama dua temanya, harus benar-benar jatuh ke tangannya. Malam itu, hidup dan kesetiaan mereka akan menjadi milik Saktia.
Saktia merasa penis Pak Toni cukup besar. Mulutnya semakin membuka kala penis Pak Toni semakin tegang. Merasa sudah ereksi maksimal, Saktia mengeluarkan penis itu dari mulutnya sambil mengocok.
“Ton! Cepet! Aku udah ga sabar ngerasain kontolmu itu!”
“Baik, Nona!” Segera saja Pak Toni menunggingkan Saktia dan membenamkan batang penisnya dalam-dalam. Nggghh, Saktia mengaduh. Brengsek, kontol orang kampung ini gede juga. Pak Toni menggenjot selangkangan Saktia sambil menampar-nampar pantatnya. Wajahnya memerah menahan nikmat yang sudah lama tidak dia rasakan. Sesekali rintihan keluar dari mulutnya, bergantian dengan lenguhan Saktia.
“Nggh, iya Ton! Cepat! Genjot memekku, sayang. Ayo sayang! Iyah! Iyah!” racau Saktia.
Permainan kata yang sensual dari Saktia membuat Pak Toni makin bernafsu. Pak Toni mencabut penisnya dan memutar tubuh Saktia terlentang di meja. Wahh pemandangan yang indah. Tubuh Saktia yang sedari awal saat masuk Valkyrie ingin Pak Toni nikmati. Lekukan tubuh langsing yang dihiasi kulit yang putih bersih.
“Aduh Nona ini bikin saya nafsu saja!” Pak Toni lanjut memasukkan penisnya dalam-dalam ke lubang kenikmatan di selangkangan Saktia. Labia Majora vagina Saktia memerah, sementara klitorisnya terbuka lebar. Saktia tak berhenti merintih. Memang penis Pak Toni tidak sebesar Bos Titan, namun penetrasinya yang dalam dan goyangannya yang stabil menghentak, membuat Saktia menikmati dan sebentar lagi mencapai orgasme pertamanya.
“Yess, Bebih! Yah! Yah! Ngggghhh!” Saktia mendapat puncak perdananya.
“Ayo! Lanjut! Jangan stop! Eh-ehnak bangeett Toonn!” paha Saktia bergetar. Kedua kaki Saktia menjuntai bersandar di dada Pak Toni.Pak Toni dan Saktia mulai berkeringat. Namun tidak ada tanda-tanda Pak Toni mengendurkan goyangannya.
“Ton! Kamu mau rasain duburku gak?!”
“Hah? Emang boleh Non-“
“Bolah boleh! Ya boleh lah!” Saktia mendorong Pak Toni memakai kakinya, kemudian kembali mengambil posisi menungging. Pak Toni benar-benar terpana. Saktia yang dia lihat di kantor sebagai wanita yang manis, berwibawa, ramah, dan feminim, saat ini berubah menjadi sosok yang nafsuan, kasar dan energik.
“Cepet siniin kontolmu! Ngghhh! Yeeaahh enjot, Ton! Enjot! Brengsek! Kamu harus b-bikin akuh ngecrot berkali-kali! Ngerti kamu?!”
“B-baik, Nona!” Kini kondisi berbalik. Saktia menagih kepuasan. Namun ini menjadi tantangan yang menyenangkan bagi Pak Toni. Dia semakin bersemangat menggenjot pantat Saktia yang kini merah akibat ditampar dan diterjang. Pak Toni menarik tangan Saktia ke belakang untuk menambah hentakan di pantatnya. Saktia mengaduh, sementara dia merasa orgasme keduanya mulai terlihat. Tangannya menyergah dari cengkraman dan mulai menggesek klitorisnya sendiri.
“Ngghhahaha! Yah, Ton! Ini yang kedua! Utang kamu masih banyak! Ayo! Ayo-nghh!”
Kini Pak Toni ingin menggenjot sambil menikmati ranum tubuhnya. Pak Toni menarik tubuh Saktia dan menidurkannya di karpet bawah meja. Di samping Saktia Pak Toni mengambil posisi tidur menghadap Saktia. Bles! Dengan sekali gerakan, penis Pak Toni kembali memenuhi liang vagina Saktia. Kali ini wajah mereka berhadapan. Sambil menggenjot Pak Toni memberanikan memagut bibir Saktia. Gayung bersambut. Saktia membalas lumatan bibir Pak Toni. Sesekali dia menggigit bibir pria yang berumur jauh di atasnya itu.
Karena gerayangan di selangkangan dan bibir serta tubuhnya yang dielus Pak Toni, Saktia kini akan merengkuh puncak kenikmatan ketiganya. Saktia dengan cepat merangkul leher Pak Toni sehingga posisi mereka makin menempel.
“Iyeehhhahahaha! Hebat kamu Ton! Kamu pantas jadi peliharaanku hahaha! Bangsat! Kontolmu ini terbuat dari apa sihhahaha! Anjing! Cepet puasin gue lagi! Puasin!” Saktia berteriak meracau. Jarinya kembali memutar dan menggesek tonjolan klitorisnya. Sementara Pak Toni tetap diam fokus menggenjot, menikmati setiap detik nikmat yang mengalir ke batang penisnya. Matanya menatap wajah Saktia penuh nafsu. Anjing ini enak banget, pikirnya. Mimpi apa aku semalam. Wanita yang aku pandangin dari jauh selama ini, kini aku nikmati semua lubangnya. Rezeki besar.
Dengan posisi yang menggairahkan itu, serta libido yang makin menyala akibat tubuh Saktia, Pak Toni mulai merasakan spermanya bergerak. Ah sebentar lagi Nona. Sebentar lagi. Aku akan penuhi memekmu itu dengan pejuku. Hah. Hah. Enak sekali. Untunglah aku tidak mau onani saat teman-teman SMP ku sering begitu. Penisku benar-benar sensitif. Ah tuhan. Enaknya.
“No-nona, saya mau keluar…”
“Apa?! Ngga boleh! Kamu masih utang banyak ke aku! Brengsek! Ga bisa gitu!” Saktia mulai marah. Namun orgasme memang tidak bisa dibohongi.
“M-maaf, Nona. Ma-af. Ngh- Saya mau keluar..”
Saktia yang sebenarnya sudah puas, ingin menantang kemampuan penis Pak Toni. Saktia melotot tajam ke wajah Pak Toni yang pasrah.
“Yaudah! Kamu keluarin di dalem! Abis keluarin lanjut genjot gue ga mau tau! Kontolmu jangan dikeluarin!”
“Hah?? Aduh mana bis-“
“Brengsek lo denger ga perintah gue?!!”
“I-iya Nona Iya.”
Pak Toni mulai mengatur tempo goyangannya. Saat sperma mendekati kepala penisnya, Pak Toni merasakan sensasi kenikmatan puncak yang hampir dilupakannya. Tak mau menyia-nyiakan kenikmatan itu, Pak Toni kembali mempercepat gerakan pinggulnya. Dan akhirnya,
“Nggh! Nggh! Argh! ArghhH! Nona memekmu enak sekali! Ah! Argh!!”
Cairan kental berkali-kali menerjang dinding rahim Saktia. Saktia tersenyum saat merasakan denyut urat nadi penis Pak Toni menggelitiki liang vaginanya. Saktia memandang Pak Toni penuh arti. Pak Toni mengerti.
“I-iya Nona.” Pak Toni kembali menggoyang selangkangan Saktia dengan tempo yang stabil, sambil giginya menggertak menahan geli yang terlalu hebat. Nikmat orgasme memudar, yang tertinggal hanya rasa geli yang ngilu. Namun dia tidak berani melawan Bos barunya. Matanya tertutup rapat, sementara cengkramannya menguat. Saktia terkekeh melihatnya. Sampai kapan lo bisa ngerjain tantangan gue Ton?
Tanpa diduga, ternyata genjotannya bertahan lebih lama dari dugaan Saktia. Sampai Saktia bisa merasakan kembali jalan puncak orgasmenya. Kembali dia tertawa menikmati permainan Pak Toni. Dan Pak Toni, mungkin akibat sudah lama tidak berhubungan seks, dengan cepat kembali merasakan nikmat senggamanya. Kembali dia bersemangat menghentak lubang vagina Saktia.
Tak perlu waktu lama, Saktia hampir menggapai orgasmenya. Dan ternyata, dibarengi dengan orgasme Pak Toni.
“Nonaa! Saya udah mau ngecrot lagiii rgghh!”
“Ayo keluar bareng Ton ngghh!!”
Kalau Pak Toni merasa tadi kenikmatan puncaknya, ternyata dia salah. Kedutan cepat vagina Saktia yang menjepit, ditambah lagi semprotan sperma Pak Toni yang kini tinggal sedikit, menghasilkan kenikmatan yang menggelegar. Tubuh mereka sama-sama mengejang. Tanpa sadar Pak Toni melumat bibir Saktia, sambil tangannya erat memeluk tubuh Saktia.
Mereka diam dalam nikmat selama lebih dari lima menit. Nafas sama-sama memburu. Sama-sama terengah-engah. Permainan gila yang penuh kenikmatan.
“Hah. Hah. Nona. Ini. Hah. Gila. Terima kasih. Nona. Untuk kebaikanmu.” Di tengah engahan nafas, Pak Toni berusaha berkata. Namun Saktia tidak peduli. Matanya mengatup, mencoba mereguk sisa kenikmatan senggamanya. Setelah tidak ada sisa lagi, Saktia bangkit melepaskan dirinya dari rangkulan Pak Toni, dan mencabut penis yang kini lemas dari dalam vaginanya. Segera saja lelehan air mani menetes-netes dari lubang vaginanya, membasahi klitoris dan jatuh ke karpet.
“Kalau aku sampai hamil, ini tanggung jawabmu Ton. Aku ga mau tau. Kamu bener-bener utang banyak sama aku! Ini adalah bukti kalo kamu mesti nurut apapun kataku. Kamu harus berkontribusi di tim ini, misi ini. Paham kamu?”
“Pa-ham, Nona. Saya bersedia melakukan apapun kata Nona.”
Pikiran nakal Saktia bermain. “Apapun?”
“Ya, Nona. Apapun.”
“Bagus. Kalo gitu.” Kembali, tangan Saktia bertepuk dua kali. Deretan wanita yang tadi disuruh keluar, ternyata hanya menunggu di luar dekat pintu. Mereka masuk kembali ke ruangan yang kini sedikit berantakan.
“Hmm.. yang mana ya- Nah, kamu Jihan. Bantu Bapak ini ke kamar. Tugas lo layani dia. Empat kali. Ingat, empat kali orgasme. Lo harus bisa dibikin empat kali orgasme. Laporan besok pagi ke gue. Gue tau kalo lo lagi bohong, jadi kalo lo coba-coba bohong, lo gue lempar ke penjara. Biar habis lo dientot sipir dan napi disana. Ngerti lo, lonte kampung?”
“Ngerti, Bu.” Jawab Jihan takut-takut.
Entah karena senggama yang hebat barusan, jiwa beringas Saktia benar-benar keluar. Tidak puas memaki, Saktia dengan cepat menyergap Jihan dan menjambak rambutnya. Jihan mengaduh.
“Rekan gue kemaren komplain karena service lo ga bagus, memek lo katanya ga enak. Lo denger kan dari tadi suara kami gimana kuatnya. Itu bukti kontol Pak Toni ini hebat. Kalo memek lo ini,’ Saktia mencubit selangkangan Jihan, “ga bisa ngimbangin. Mending lo mati aja deh. Ada yang lo ga ngerti??! Anjing!”
Jihan hanya bisa menahan sakit sambil menjawab, “Tidak ada, Bu. Saya ngerti, Bu.”
Pak Toni bengong. Setelah dia dipaksa untuk tetap menggenjot setelah ejakulasi, bahkan sampai ke ejakulasi berikutnya, sekarang dia harus membuat satu wanita berkulit sawo matang harus orgasme empat kali. Em-pat-ka-li. Pak Toni hanya bisa menepuk jidat. Melihat itu Saktia terkekeh sambil mengejek,
“Itu akibatnya kalo berani ngentotin bosmu.”
Akhirnya Saktia beberes dan meninggalkan mereka semua.
***