Setelah dibuat menunggu selama tiga puluh delapan menit, akhirnya ada meja kosong untuk mereka bertiga. Ini semua murni kesalahan Mamet, ia mengusulkan tempat makan yang yang sedang viral tetapi lupa untuk reservasi. Jarak kantor menuju The Queen
burger and grill memang cukup dekat, hanya 2 km atau sekitar 3 menit waktu tempuh. Tetapi pemuda bule itu telat menyadari lokasi
public parking menuju restoran itu membutuhkan 5 menit jalan kaki. Sehingga mereka baru tiba ditempat itu tepat pukul 19.00, waktu dimana pengunjung sedang ramai-ramainya.
Tetapi ini bukan waktunya saling menyalahkan, mereka ingin makan. Terutama Josie yang sedari tadi saja sudah menghabiskan berpotong-potong
garlic beard yang disediakan untuk tamu yang menunggu. Restoran ini memiliki dua menu
signaturnya, sesuai dengan nama yang terpampang didepan. Tetapi semua orang di sini tentu datang bukan karena burgernya. Tanpa melirik daftar menu yang disuguhkan seorang
waiters, Josie sudah menyebutkan apa yang ingin dia makan saat ini. Daging sapi, wagyu,
beef, tenderloin, sirloin, brisket dan, seandainya Joe tidak menangkup bibir Josie yang terus menyebutkan jenis-jenis daging sapi, mungkin gadis energik itu akan sampai pada bagian torpedo
Tak lama beberapa potongan daging mentah siap bakar tersaji diatas meja. Semua tertata rapi disekeliling pembakaran yang berada ditengahnya.
Ceeeesss, Tanpa menunggu tugas sang pramusaji selesai, Josie sudah lebih dulu meletakan potong demi potong daging diatas
grill.
“Yeeeeee” Dengan sumpit ditangannya, Josie terlihat girang menjingkrak-jingkrakan tubuh kurusnya.
Ruangan dengan interior bebatuan alam ini cukup sejuk sebenarnya. Hanya saja duduk tepat didepan kompor yang menyala tetap membuat tubuh merasakan hawa panas dari sana. Sehingga Mamet memutuskan membuka kemeja abu-nya dan menyisakan
t-shirt putih tubuh atletisnya. Josie juga melakukan hal demikian, ia melepas
blazer kuning beraksen kotak dan membiarkan tubuh cerahnya tetap mengenakan
crop top polo, yang memperlihatkan perutnya yang datar, serta imutnya lubang pusar.
Jangan hiraukan Joe, yang duduk tepat dihadapan Josie. Ia adalah calon penghuni neraka, sehingga panas api pembakaran daging tidak akan membuatnya merasa gerah meski tubuhnya barbalut
long t-shirt hitam berbahan tebal. Bahkan Rambut gondrongnya dibiarkan tergerai, tidak seperti Josie yang entah dari mana kepalanya sudah tersemat sebuah topi berlogo lakers, agar rambutnya tidak berjatuhan keatas piring berbumbu. Joe melirik kearah mas-mas berbadan kekar yang memiliki tampang pemain basket.
Sejak kapan ni cewek menggeser pantatnya dan meminjam topi dari cowok itu, padahal dari tadi ia sibuk dengan daging-daging itu.
“Yeeee dah mateng.” Jemari lentik itu dengan lincahnya menggapit daging dengan sumpit lalu lekas memaksukannya kedalam mulut. Sesuai tebakan Joe.”Accchhhh… panasss.. hmmmmm tapi. Hmmmm enaaaaaaaak…”
What the mbut.
Sepertinya toleransi lidah Josie akan panas dari makanan sangatlah tinggi.potongan daging yang asih mengepul itu tak hentinya ia jejalkan daialam mulutnya. Padahal pipinya masih menggembung lantaran potongan sebelumnya belum selesai ia kunyah.
“Heeeehhh kwok pwada dwiem swih, ahyo mahkan yhang bahnyak, bihat gwemuk” Pinta Josie sembari mengambilkan daging diatas piring Joe dan Mamet, masing-masing ia beri sepotong.
Makan yang banyak yah? Yah yah… Joe mengangguk
Sambil meneguk bir dari gelas panjang, Joe teringat sebuah adegan dari drama korea yang pernah ia tonton secara diam-diam saat suasana tempat kostnya sedang sepi total. Sebagai pemuda yang memiliki
image anak metal, tentu ia malu mengatakan kalau ia pernah tergila gila pada serial negeri gingseng berjudul ‘my girl friend is a gumiho’.
Joe terkekeh lirih, melihat tingkah temannya itu. Kurang lebih sama persis seperti yang dilakukan Shin Min-a, sipemeran siluman rubah ekor sembilan. Berjingkrak usai melahap sepotong demi sepotong kecil daging sapi, terkadang disusul juga dengan gerakan meninju keudara. Entah Josie memang sedang sedang sangat kelaparan atau memang dia penggemar berat daging sapi. Tetapi Joe membatin mencari jawaban lain
dia benar-benar Gumiho, aku yakin kalau tubuhnya terkena sinar bula, dari pantatnya akan keluar 9 ekor berwarna putih. Shit aku harus menjaga jarak darinya.
“o mas-issda !!”
Tuh kan, bahkan yang diucapkannya sama persis.
“Aduuuh gila enak banget, dah lama aku pengen makan disini, tapi gak kesampean. Makasih yah Met dah traktir Josie.”
“Iyah, Sama-sama” Jawab Mamet singkat sambil mengingat jumlah uang di dompetnya cukup atau tidak.
Tingkah laku Josie yang lebih mirip aksi lomba makan tampaknya menjadi perhatian banyak orang dilantai dua The Queen ini. Mamet segera menyadari bahwa berpasang-pasang mata gadis dan wanita itu melirik kearah Josie. Semuanya menampakan reaksi wajah yang nyaris sama, terheran melihat seorang gadis makan segitu banyaknya tetapi perut tetap datar dan langsing.
“Loh, Met, Joe, koq kalian makannya cuma dikit sih?”
What nde mbut…kalau bukan siluman, udah kubakar tuh bibir diatas panggangan. Hiiih. Gemes, “loh”
~~~ JOE ~~~
Dibelakang
railing balkon lantai dua The Queen, Joe berdiri sekedar menghirup aroma malam, sembari menyesap asap tembakau. Dari posisinya berdiri, Joe dapat melihat betapa megah J Tower tempat dia magang saat ini. Ia teringat bagaimana semaraknya warga Dahlia
city saat gedung itu diresmikan. Gedung tertinggi sekaligus gedung terindah dengan ornament
hexagon serta aktaksi lampu LED diluarannya.
“Joe, lihat deh.”
Joe melirik kekanan dimana Josei barus saja berdiri disampingnya.”Kenapa”
“Aku hamil Joe” Jelasnya mengelus perutnya yang terekspos
“
What?” Joe tersentak,
Njembut, kenapa juga aku harus panik, dia kan cuma begah gara-gara kekenyangan makan daging. What the mbut going on whit me. Lanjutnya membatin.
“Ihhh. Joe mah nyebelin deh.” Josie nampak kesal lantaran
jokes-gagal dimakan oleh Joe.
“Salah sendiri, makan segitu banyak, begah kan perutnya.”
“Hihihi….”
Setelah menyelesaikan tawanya, Josie menyenderkan kepalanya dibahu Joe.” Gak kerasa loh, Joe. Aku dah hamper 4 tahun tinggal dikota ini. Tapi tetep aja aku takjub dengan Dahlia.”
“Kenapa? Bukannya Dahlia hanya kota kecil? Yah, kalau dibanding dengan kota tempat kamu berasal.”
“Iya sih, kota ini kecil, gedung bertingkatnya, bisa diitung dengan jari. Tapi coba deh lihat jalanan dikota ini, tenang dan gak buru-buru, orang-orang bisa santai berjalan kaki ditrotoar.”
Suasana malam Dahlia
Ciy tidak seperti kebanyakan kota yang selalu penuh hingar bingar deru kendaraan dan bisingnya suara klakson. Jalanan di kota ini memang terlihat lengang, karena penduduknya memilih untuk menggunakan taxi, bis, sepeda, dan lebih banyak yang memilih jalan kaki. Pajak kendaraan yang tinggi serta biaya parker yang mahal, menjadi penyebab utama kenapa jumlah motor dan mobil di jalanan kota ini sangat sedikit.
Setidaknya ada tiga golongan orang yang memiliki kendaraan pribadi dikota ini. Pertama orang yang benar-benar kaya raya, kedua pendatang dari daerah lain terutama dari ibu kota, terakhir, adalah orang-orang yang nekat. Mereka yang dengan gaji pas-pasan tapi nekat membeli mobil hanya demi memenuhi tuntutan sosial, dan ingin dipandang lebih kaya dari tetangga.
“Aku jadi inget, waktu SMA aku sering janjian makan malem sama temen-temen. Tapi lebih sering kita batalin tiba-tiba, gara-gara kita dah keduluan kenyang oleh kemacetan, hihih”
“Gak tahu lah Jo, aku bukan politikus, atau ahli dalam tata kota.”
“Iya, kamu mah bego, mana mungkin bisa jadi kedua itu. Weee.” Ledeknya menjulur lidah.
Josie mengambil batang rokok di jari Joe, menghisapnya, lalu menghembuskan kabutnya keudara.” Kamu tahu gak Joe, alasan kenapa aku ngambil kuliah disini?”
“Apa?”
“Tadinya, mama meminta aku kuliah di Inggris,Oxford atau dimanapun asal diluar negeri. Tapi aku gak sedikitpun setuju dengan gagasan mama. Memang terlihat keren tapi, buat apa? Akhirnya bersikukuh untuk tetap kuliah di Indonseia. Dari sekian banyak pilihan, entah kenapa aku memilih kuliah disini?”
Joe menyenderkan siku lengan kirinya diatas
railing mengikuti Josie yang terlebih dulu melakukan.” Ada alasan spesifik, kenapa pilihan itu jatuh pada Dahlia?”
“Gak ada, gk tahu kenapa, aku mendengar bisikan semesta kalau masa depanku berada dikota ini.”
Damn, semesta, kenapa sama seperti yang sering aku ungkap diberbagai kesempatan dan kesadaran. Apakah ini salah satu rencana besar semesta?
Shit, no, big no, What the mbut, aku yakin ini hanyalah kebetulan semesta saja.
Yah…. Tapi kok ya tetep deg degan yah..
“Oh ya Joe, si Mamet lama amat, tadi katanya habis bayar di kasir langsung naik lagi kesini.”
“Gak usah khawatir”Joe menghisap telunjuk kanannya sampai sedikit basah lalu diangkatnya keudara. Seolah dengan itu Joe bisa tahu dimana keberadaan Mamet saat ini serta dalam keadaan apa.” Dia baik-baik saja, masih ada dibawah.”
“Oh ya?”
“Ya, saat ini mas Slamet sedang dikerumuni banyak wanita yang sedang bernafsu menggerayanginya.”
“Ahhh ngarang aja kamu mah,, dasar otak mesum.”
“Ya, otakku memang berada didengkul, dekat dengan selangkangan, jadi wajar dong kalau mikirnya kesana” Ujar Joe dengan nada becanda, menowel pipi gemas Josie yang menggembung karena kesal.”Kalau gak percaya, ayo kita turun!” Imbuhnya mengusulkan.
Setelah membuang puntung rokok diatas asbak. Joe menggandeng Josie dan mengajaknya turun. Ia ingin membuktikan tebakannya tidak salah. Belum habis anak tangga mereka turuni, terdengar suara riuh dari arah meja kasir. Suara yang terdengar seperti pemuja yang barusan berjumpa dengan sang idola
Reynard Reynard.
Slamet Alexander Johnson, memang memiliki wajah yang sangat mirip dengan salah seorang artis ibu kota, Reynard. Bahkan dikantor saja, Mamet sempat disangka seorang artis yang sedang menyamar.
Joe dan Josie hanya ketawa dan nyengir melihat sahabatnya itu dikerubungi gadis-gadis itu. Mamet begitu tidak berdaya, ia tidak kuasa untuk menolak ajakan berfoto selfie dari semuanya. Bahkan ia seperti tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan kalau dia itu bukan Reynard, melainkan Slamet.
Josie mengambil
handphone dari dalam tas, meminta Joe memegangi
blazernya, lalu melangkah menuju kerumunan.
“Reynard, ihhh kamu ganteng banget sihhh.” Seru Josie dengan ajaibnya menembus kerumunan cewek cewek yang sudah dibutakan fanatisme sampai tidak bisa membedakan wajah seseorang.”Heeeh. ini cowo gue, ngapain loh pegang-pegang.. dasar pecun!!!”
Dengan lantang Josie menyebut sejumlah gadis yang ia yakini baru lulus SMA dengan kata pecun. Kata yang telalu frontal sebenarnya, entah apa yang terjadi pada Reynard yang asli. Mungkin ia akan terkejut ketika tiba-tiba laman facebooknya dibanjiri hujatan fans yang mengarah pada pacar sang idola yang bermulut kasar.
Josie tidak mau tahu, ia tidak peduli, kenal juga nggak. Yang penting ia sudah berhasil menyeret Mamet dari dalam sana.
HAHAHAHAHA.
“Reynard minta foto bareng dooong, Reynard suuun dong” Ujar Josie dengan nada meledek sambil berusaha mencium pipi Mamet.
Pemuda bermata biru itu menepis bibir Josie lantaran geli,”Apaaan sihh sana aaah….”
“Tapi kamu emang beneran mirip sih, jangan-jangan kamu emang Raynard yang asli yah, Met?”
Sambil tertawa ketiganya berjalan meuju
public parking dimana mobil Mamet bersandar.Namun ditengah jalan, Josie nampak kepayahan, efek makan terlalu banyak dan tawa terlalu bahak membuat perutnya keram, kebas dan lemas.
“Woy, udah ditraktir, sekarang minta digendong pula! Dasar Siluman”
“Apaan sih, Joe” Balas Josie yang melekat nyaman dipundak lebar Mamet,”orangnya aja gak keberatan, yaah gak Mamet…”Jelasnya mencubit pipi kanan Mamtet yang mulai keberatan menggendong Josie.
“Josie, kamu tuh kurus tapi kok yo, badannya berat yo?.”
“Ihhhh. Gak boleh
body shaming”
“Sopo sing
body shaming.Nyatane emang berat kok”
“Tau ah sebel” gadis itu kini terlihat kesal, wajahnya sedikit masam dengan bibir manyun 5 centi, tapi sepersekian detik kemudia.”Meeet, kita gak usah balik kekantor yah, aku kayaknya males nyetir deh, jadi anterin Josie pulang sekalian yaaah.”
“Huuuft.. iyah iya, tak anterin kok.”
“Aku juga yah Met?” Joe menimbrung.
“Baik, tuan dan nonya Jo, Slamet akan anter tuan dan nyuonya pulang ketempat masing-masing.”
Dari sini, Mamet memahami satu hal. Tampaknya ia yang akan lebih sering berkorban didalam pertemanan ini.
~~~ JOE ~~~
Didalam lantai 15 yang sudah temaram, seorang wanita baru saja menyelesaikan pekerjaanya. Ia bergegas memasukan barang bawaannya kedalam tas jinjing, mengganti sandal dengan
heels terakhir menyemprotkan parfum dileher agar sedikit terasa segar. Setelah ini ia bisa merebahkan tubuh lelahnya diatas kasur dan bersiap menyambut akhir pekan keesokan hari.
Wanita yang mengenakan rok ketat itu melangkah menyusuri lorong koridor yang temaram. Namun ketika hamper sampai didepan
lift, langkah kakinya terjegal oleh seseorang lelaki yang memeluk tubuhnya dari belakang.
“Sudah berani pulang tanpa pamitan yah!?”
Tidak banyak kata terucap dari bibir sang lelaki begitu pula dengan sang wanita yang tampak menurut ketika lelaki itu mengarahkannya masuk kedala sebuah ruang.
Ruangan itu hanya dipenuhi deretan rak berisi salinan dokumen. Diujung terdapat dua buah meja lengkap dengan unit komputernya. Dengan sedikit memaksa sang lelaki mendorong sang wanita hingga tubuh moleknya telungkup diatas meja.
Dengan cekatan dan kasar, sang lelaki menarik rok ketat itu keatas, hingga sebuah celana dalam hitam berenda tampak berhasil menciptakan kontras dari putihnya bokong sang wanita.
PLAAAAAK.
Ditamparnya bulatan pantat itu hingga nyarinya meenggema ruangan redup ini.
PLLLAAAAAK
PLAAK
PLAk
“ACHHHH”
Tamparan itu kian memelan ketika terdngar suara rintih kesakitan dari sang wanita.
“
Good girl, itu baru wanitaku yang pintar. Kalau ditampar memang harus berteriak.”
PLAAAAAAAK
“AAACHHHHHH” aaah “STTTTT” Jemari sang lelaki dengan teliti memilin dalaman hitam sang wanita hingga sebatas lutut. Kemudian dengan jari yang sama, oleh lelaki bernafas tenang dimasukan kedalam lubang kemaluan gundul sang wanita. 4 dari 5 jari jemari itu merangkak masuk kedalam goa yang becek dan berlendir.
Cukup lama membuat tangannya membasah, sang lelaki memutar tubuh si wanita, kemudian membuatnya berjongkok seksi dengan
heels tingginya.
Tangan penuh lender kental dan putih itu diarahkan masuk sepenuhnya kedalam mulut sang wanita. Ia menolak perlawanan sang wanita engan terus mendorong jarinya hingga sang telunjuk berhasil menggelitik batang tenggorokan.
Wanita berambut lurus sebahu itu hanya bisa pasrah menangis hingga air matanya mengalir bertemu dengan lendiran ludah yang beleber dari celah bibir.
ORRRRRGOOOOOOOKKKKK
Ruangan sunyi itu seketika berubah menjadi seram dan bengis. Sang lelaki benar-benar kejam, bahkan tidak membiarkan sang wanita untuk sekedar menarik nafas. Tanpa berusaha mengeluarkan tangannya dari dalam mulut sang wanita, sang lelaki justru meminta wanita tak berdaya itu melepas penutup tubuhnya.
“
Good” jawab singkat sang lelaki usai sang wanita menelanjangi tubuh atasnya.
Dengan tangan lainya, sang lelaki berusaha mengais sebuah kota. Diambilnya dua buah
binder clip besar berwarna hitam. Digunakannya benda itu untuk menjepit putting lucu dari payudara mungil sang wanita. Merasakan itu membuat sang wanita ingin menjerit kalau perlu hingga menangis.
Sayangnya mulutnya masih tersumpal tangan jahat sang lelaki.
Matanya memerah, hidungnya pedih, dan putingnya perih.
Dengan mata sayu sang wanita memohon ampun pada sang lelaki. Mencoba mengemis secuil ampun dari sang lelaki. Beruntung, usahanya itu dikabulkan, tangan sanga lelaki ditarik mundur, hingga menciptakan jejaring lender bening yang mengilukan.
ACHHHH
Sang wanita terbatuk, mengeluarkan dahak dan sisa lender yang ikut tertaik.
Setelah megusap tangan kotor pada wajah sang wanita, Sang lelaki berjongkok diahadapan dengan wajah payahnya.
“Untungnya hari ini, adalah hari special kamu, jadi aku bisa membiarkan kamu pulang lebih cepat dari biasanya.”
“…..” Dengan takut, wanita hanya bisa mengangguk.
Sang lelaki melangkah kemeja yang satunya. Diambilnya sebuah kotak dan diberikan kepada sang wanita. “Aaaahh… apaaaaaa uhuuukkk a-apa ini?”
“Bukalah!!”
Sang wanita terheran melihat isi dari kotak besar itu. Terdapat dua buah kotak cincin, dan sebuah kotak berbahan serupa yang lebih besar.
“Bulan ini adalah ulang tahunmu, jadi aku pikir kam layak mendapat hadiah. Ambil dua kotak kecil itu.!! Jelas sang lelaki seraya membelai lembut rambut yang kian basah memeluh
Sambil melihat sang wanita membuka kotak, sang lelaki lanjut berkata”Seharusnya sebuah cincin, tapi itu lebih berarti buatmu saat ini..” Ujarnya saat sang wanita tahu isi dari kotak cincin itu adalah
hose clamp.
Lelaki itu mengambil alat yang biasa digunakan untuk mengencangkan selang gas LPG dari tangan sang wanita, lalu diambilnya lagi sebuah dari kotak yang belum sempat buka.
Sang wanita hanya terduduk pasrah dengan lutut menekuk. Menatap wajah sang lelaki tanpa tahu apa yang dia kehendaki.
“ “ Wanita itu menjerit tanpa suara saat tangan sang lelaki melepas
binder clip dengan sebuah tarikan.
Membiarkan sang wanita bertanya dalam diamnya, sang lelaki, mengarahkan
hose clamp pada putting susu kiri sang wanita. Dengan sebuah obeng minus serba guna dari sakunya, sang lelaki memutar penjepit selang itu sampai benar-benar kencang. Ia lakukan juga hal yang sama pada puting disisi satunya.
“Gimana suka hadiah dari aku?” Tanya sang lelaki sembari berdiri.
“Shukha” Jawab sang wanita terdengar susah karena kedua bibirnya terjepit oleh
binder clip
“Senang deh, kalau kamu suka”Ujar sang lelaki, mengarahkan sang wanita agar menungging.”Sekarang kamu berhak menerima hadiah kedua dari aku.”
Tlak
Terdengar suara renyah saat kancing penutup kotak itu terbuka. Kotak hitam berisi sebuah
butt plug dan sebuah
wireless controlled vibrator.”Aku sudah menyiapkan ini jauh-jauh hari, aku yakin kamu pasti suka.”
Masih tercium aroma
silicone yang khas dari buttplug ukuran XL, yang bercorak ungu dengan guratas spiral sebagai aksennya. Dengan lelehan lender di vagina sang wanita, sang lelaki membasahi lubang anus sang wanita hingga basah, licin dan siap membuka.
Butt Plug dengan pelan didorong masuk kedalam anus, hingga sang pemilik hanya bisa merintih tanpa ada pilihan untuk meronta.
Butt plug besar itu tenggelam hingga menyisakap hisasan berwarna serupa yang membuat lubang anus sang wanita terlihat indah, layaknya bunga lavender.
“Tampaknya, pelumasmu sudah habis kupakai untuk seluruhnya untuk lubang pantatmu.” Sahut sang lelaki didekat wajah sang wanita yang masih saja menungging seperti anjing.
“So, tolong kamu basahi ini yah!!” Ujarnya lagi yang tanpa menunggu jawaban atau respon dari sang wanita, vibrator dengan bentuk standar dimasukan kedalam mulut sang wanita. Hanya sebentar sekedar membuat permukaannya basah dan licin. Namun panjangnya tetap saja membuat sang wanita tersiksa, tersedak namun tidak bisa mengelak.
SLEEEEEPPP
Dengan dorongan pasti, vibrator sepanjang 16 cm itu, hilang didalam vagina sang wanita, menyisakan ujung berkabel, yang berfungsi sebagai
reciver.
“Wooow, belum saja aku nyalakan, lubangmu sudah berair, sungguh luar biasa.”
Dibantunya sang wanita berdiri, dan dilepas juga penjepit kertas dari bibir sang wanita. Membuat kedua belah bibir itu terlihat membengkak.
“Haaaaah..”
Berkali-kali sang wanita mengatur nafas. Mencoba menenangkan diri.
“Berpakaianlah, aku tidak akan membiarkan kamu pulang dalam tubuh telanjangmu itu.”
Sesuai permintaan, sang wanita menarik sendiri celana dalamnya, mengenakan kemeja putih berbahan viscose, diakhiri dengan rok ketat berwana cream. Untuk bra, oleh sang lelaki diletakan secara rapi didalam tas milik sang wanita.
“Baiklah, kamu boleh pulang sekarang, Luna”
~~~ JOE ~~~
Sebuah BMW
silver melaju pelan kearah distirk utara. Tidak sampai keujungnya karena Joe meminta sang pengemudi disampingnya untuk berbelok kesebuah area pertokoan. Tempat kost Joe memang tidak seberapa jauh dari pusat kota. Hanya butuh 20 menit dengan Metro Bus, atau kurang dari 15 menit bila menggunakan kendaraan pribadi. Terletak di distrik utara, yang meruapakan dataran ditinggi di kota Dahlia.
Tempat kost Joe berada diujung jalan Ambrosia. Bentuk kostnya terbilang unik, karena menyerupai
cottages. Dia kamar terhubung menjadi satu dengan dua kamar mandi menjadi sekatnya. Sekitaran unit kamar itu terlihat seperti taman, tetapi karena sudah jarang dirawat, menjadikannya terkesan rimbun dan sedikit menyeramkan.
Tidak ada penduduk disekitar tempat kost Joe, hanya ada satu rumah yang berpenghuni du mulut jalan. Selebihnya hanyalah rumah kosong yang disewakan untuk gudang dan beberapa adalah rumah
Air bnb.
“Asik juga Joe, tempat kost kamu.” Sahut Mamet yang duduk diatas anak tangga, memandang kearah pohon mangga besar.
“Yah, sepi dan yah tenang,”
“Kamu sendiri kost didaerah mana sih?
“Aku ndak kost, dua bulan ini aku tinggal bareng simbah.”
“Mbah?”
“Yah orangnya kepengen dipanggil mbah ketimbang oma.”
Ya, Mamet memang berdarah Inggris dari kedua orang tuanya. Namun logat jawa kentalnya membuat semua orang bertanya seperti apa latar belakang keluarga pemuda itu.
Saat awal kenal, Joe dan Josie sempat terkejut, karena tiba-tiba, Joe engan fasihnya berbicara dalam bahasa jawa karma inggil.Joe sampai terheran bahkan memendam malu dalam dirinya. Ia memiliki darah Jawa dari sang ayah. Tetapi jangankan mengerti berbicara bahasa Jawa saja dia jarang. Kadang bila mendengar Mamet sedang menerima telpon dari Ibu atau Ayahnya, hanya dua kata yang Joe mengerti,
Inggih dan
Mboten
Selebihnya, Joe akan merasa sedang berada dipetunjukan wayang orang.
Joe sempat mengungkap rasa hormatnya pada Mamet. Disaat semua orang selalu membangga-banggakan bahasa inggris. Mamet yang justru berasal dari sana justu tidak sungkan
njowo bila ada satu kesempatan.
"Udah Pupupnya?" Tanya Joe, saat melihat Josie keluar dari dalam kamarnya.
“hehehe. Apaan sih?! emangnya gak boleh numpang pupup. Huuuuh!!! ... Eh, Joe, diluar dugaan aku, kamar kamu ternyata rapih dan wangi yah, aku pikir kamarnya anak metal bakal berantakan penuh poster-poster gak jelas.” Ungkap Josie yang baru saja keluar dari dalam kamar Joe terletak paling belakang dekat dengan sungai kecil dibalik tembok.
“Memangnya anak metal harus terkesan urakan terus yah? Yah kan enggak.”
Mamet beranjak dari duduknya” Josie, aku muter mobil dulu yo.” Ucap lelaki bule itu lalu pergi meninggalkan Joe yang juga ikut berdiri.
“Heh..”
Bisa gak sih, manggil orang gak hah he hah heh. Mengingatkan aku pada seseorang yang sangat kukenal. Yah, aku sendiri. Mbut lah…
“Apa?” Jawab Joe malas, meulai langkah bersama Josie menuju gerbang depan.
“Ternyata kamu suka polaroid yah?”
“Yah, dulu diajarin photography sama papaku, terus kenal sama polaroid jadi suka deh sampai sekarang.
Dibagian dinding kamar Joe yang berukuran 3x3 meter itu terdapat sebuah papan kayu besar, dimana ia menempelkan hasil-hasil jepretannya menggunakan kamera polaroid. Meski akhir-akhir ini ia tidak pernah menambahkannya lagi mengingat film polaroid cukup mahal.
“Memang kenapa Jo?”
“Sama, aku juga hoby sama polaroid, sejak SMP.”
Mbut, ternyata banyak kesamaan juga antara aku dan siluman rubah ini. Tadi sore ia mengungkap kalau orang tua kita sama-sama bercerai dengan penyebab ibu yang berselingkuh. Tadi dia juga bilang sering mendegar perkataan semesta seperti yang yang sering aku katakana diberbagai kesempatan dan kesadaran.Sedangkan barusan, Polaroid.what nde mbut.
Jangan, aku gak boleh suka sama dia, aku belum boleh bercinta. Setidaknya jangan sekarang, jangan secepat ini.
Oh semesta, kamu sudah tidak menganggapku lagi sebagai prince of universe?
Josie mengitari bagian depan mobil milik Mamet, memaksa sang empunya untuk turun,”Met aku yang nyetir ah, kamu nyetirnya lelet..”
“Iya Nyonya Jo” Seru Josie sesaat sebelum membanting pintu mobil.
“Y owes Jo, aku balik juga yah,
see u monday” Susul Mamet yang juga menyebut Jo
Weit Jo and Jo. Ohh
Accchhhh bodo amat laaah…
Joe masuk kedalam area kostannya setelah mobil yang dikendarai Josei terlihat menjauh. Dengan perasan aneh ia berjalan meniti krikil-krikil yang dijadikan
walk path oleh sang pemilik tempat ini. Namun saat ia seduah berada didepan kamarnya. Ia menyadari ada dua sosok orang mengikutinya.
Hari ini jumat malam. Penghuni kostan lain sedang berada didistrik selatan. Dugem sampai pagi atau hanya sekedar muter-muter mencari matik. Tapi dua aura ini jauh berbeda dari yang biasa Joe rasakan disini.
Joe membalikan badannya dengan kepalan tangan telah siaga.
"Joko Eko Poernomo"