Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Cinta Yang Tak Biasa

AjatSurajati2

Semprot Lover
Daftar
15 Aug 2021
Post
201
Like diterima
4.505
Bimabet


Disclaimer
Beberapa bagian dari cerita fiksi ini akan dianggap tidak layak dikonsumsi kalangan dengan usia dibawah 21 tahun, serta melanggar standar adat sopan santun dan budaya di tempat anda. Harap diingat bahwa karya fiksi non ilmiah ini hanya sebagai hiburan belaka. Kesamaan nama, tempat, atau alur dengan kehidupan nyata anda hanyalah kebetulan semata.


Daftar Isi :

SEASON 1

1. Prolog
2. Kesembuhan Fadil
3. Beberapa Usaha Alternatif
4. Migrain
5. Obat Terbaik
6. Sebuah Tawaran
7. Suatu Keputusan
8. Tigapuluh Tujuh
9. Ke Jakarta Aku Kan Kembali

SEASON 2

1. Dilematika Seorang Ibu
2. Layangan Putus Benang
3. Diary of a Psychiatrist
4. Tepat Tiga Minggu
5. Mempertanyakan Integritas
6. Pusing 7 Keliling
7. Takdir & Epilog


Prolog

Dalam hening malam kupanjatkan sebuah do'a

"Tuhanku, Engkau segalanya bagiku. Seluruh hidupku telah kucurahkan untuk menyembahMu dan mengagungkan namaMu. Telah kuterima segala ujianMu dengan penuh kesabaran. Tetapi kali ini aku akan lancang untuk meminta kepadaMu. Jangan Kau ambil dulu anakku. Akan kulakukan apapun demi kesembuhan anakku"

Dalam sujud, aku terisak dan memohon dengan sangat. Bagaimana tidak, bahwa saat ini yang tersisa dari kehidupanku hanyalah anak bungsuku. Suami dan anak pertamaku telah pulang ke sisiNya. Seluruh harta peninggalan suami telah habis demi merawat Fadil yang telah setahun mengalami koma di rumah sakit. Bayangkan betapa hancurnya hidupku ketika kami mengalami kecelakaan yang merenggut nyawa suami dan anak pertamaku, dan menyisakan Fadil yang berusia 17 tahun yang tak pernah sadar sedikitpun sejak dirawat di rumah sakit. Sementara aku tak terluka sedikitpun. Lebih baik aku yang terbaring disana, atau nyawaku diambil sebagai pengganti nyawa anakku.

Aku seperti orang gila yang pontang panting mengejar harapan yang sia-sia. Tetapi aku tetap percaya, bahwa ujian ini akan ada akhirnya. Bukankah malam selalu lebih kelam sesaat sebelum fajar menyingsing ? Bukankan Tuhan akan memberikan ujian sesuai dengan kemampuan hambaNya ?

Sebelum kecelakaan itu, aku adalah wanita paling bahagia di muka bumi. Suami penuh tanggung jawab, dilimpahi rezeki yang cukup, dua anak yang pintar, dan kami mengisi keseharian kami dengan mengagungkan namaNya, menuruti segala perintahNya, menjauhi segala laranganNya. Dan kini, aku seorang diri dibebani segala kesulitan yang tak terbayangkan sebelumnya. Namun aku tetap berserah diri padaNya dan percaya bahwa ujian ini akan berakhir.

Setahun berlalu, dunia berputar, orang-orang datang memberikan dukungan, memberikan materi, menyampaikan do'a, lalu perlahan mereka menghilang satu per-satu dan akhirnya melupakan kami, seolah kami hanyalah sebuah bayangan semu yang hanya ada dalam album foto kusam dalam masa lalu. Bahkan ulang tahun Fadil ke 18 kurayakan sendiri di samping ranjang rumah sakit. Sementara yang berulang tahun tak juga membuka mata. Dan aku pun terkadang lupa bahwa ulang tahunku hanya berselang sehari dengan Fadil. Ulang tahun ke 37 ku tak seorangpun mengingatnya.

Jangankan orang lain, aku pun hampir-hampir tak mengingat lagi bahwa aku bertambah tua. Dan juga jangankan hari ulang tahun, waktu untuk makanpun sering aku lupakan sehingga aku semakin kurus. Dengan tinggi badan hanya 158, berat 45 kg rasanya sudah tak lagi termasuk sehat. Tetapi untunglah kulitku terang dan wajahku masih bersih oleh air wudlu yang tak pernah terlupakan. Orang lain pun tak akan mengomentari bahwa aku semakin kurus, karena mereka tak mungkin melihat ke balik hijab syar'i yang selalu kukenakan.

Kami terlupakan perlahan, terhapus pelan pelan dari memori kolektif saudara dan sahabat. Seperti tulisan "Fadil Kusumadinata" pada papan nama di ranjang rumah sakit yang semakin pudar tanpa seorang perawatpun berkeinginan untuk menebalkan tulisan pudar itu. Seperti para perawat dan dokter yang tak lagi mengingat nama "Sri Hayatun Nufus" yang merupakan nama lengkapku. Mereka kini hanya mengenalku sebagai Mama Fadil yang nyaris tiap hari mereka temui di rumah sakit.

Betapa sakitnya terlupakan. Tapi aku tak pernah melupakan Tuhanku, seberapa beratpun ujian yang telah ditimpakanNya padaku. Walaupun terkadang muncul bisikan syetan itu :

Inikah yang Dia timpakan untukmu? padahal telah kau lakukan semua keinginanNya !

Suara syetan terkutuk itu begitu jelas terdengar di hatiku. Tetapi segera aku tersadar.

Ahhhh..... ampunilah aku ya Tuhanku. Telah berburuk sangka padaMu.

Dan sejadah tempatku bersujud menjadi basah oleh air mata. Fikiranku melayang jauh ke awang-awang, lalu tertidur dalam sujud.
 
Terakhir diubah:
Kesembuhan Fadil

Entahlah, apakah Tuhan telah selesai memberikan ujian padaku ? ataukah do'aku telah dikabulkan ? atau ini adalah suatu ujian dalam bentuk lain ? Kenyataannya setelah doaku tersebut, maka Fadil tersadar dari koma-nya dan berangsur pulih. Tanda-tanda kehidupan telah kembali normal. Kecuali satu hal : tak ada yang sanggup berkomunikasi dengannya, seolah dunia di sekelilingnya tak berarti lagi buatnya. Fadil berbicara sendiri, menyanyikan berbagai lagu anak, bermain-main dengan segala hal yang ada di sekelilingnya. Dokter menyimpulkan bahwa benturan di kepala Fadil, dan koma selama setahun telah merusak sebagian dari jaringan neural di otaknya, dan hanya menyisakan memori masa kecil : sebuah Global Amnesia !

Apa yang harus aku lakukan ? tentu sebagai wanita yang pernah dibimbing oleh almarhum suami dalam kesalehan, aku mensyukuri kesembuhan fisik Fadil. Dan untuk itu aku tenggelam dalam sujud di tengah malam, menghaturkan segala syukur kepadaNya dan berjanji akan selalu merawat Fadil untuk kesembuhannya.

Sebagaimana telah kusadari bahwa kesembuhan fisik fadil tidak serta merta menandakan bahwa ujian hidupku telah selesai, karena sebulan setelah Fadil pulang ke rumah kami di daerah Bekasi kurasakan ujian itu telah memasuki babak berikutnya. Misalnya yang ringan saja adalah gunjingan tetangga yang menganggap Fadil sebagai ODGJ. Tak ada seorangpun ibu di dunia yang tak panas hati mendengar bahwa pada anaknya disematkan predikat ODGJ. Jika tidak ingat akan dosa, ingin hati aku melabrak ibu-ibu yang sering menggunjingkan anakku ketika mereka berkumpul di abang sayur.

Gunjingan ibu-ibu tetangga adalah satu hal ringan, hal lain yang yang merepotkan adalah aku harus merawat Fadil yang berusia 18 tahun seperti seorang anak kecil. Segala isi rumah habis diobrak abrik dibuat mainan, jika makan harus disuapi sampai dikejar-kejar. Lelah rasanya merawat seorang anak kecil yang hidup didalam tubuh seorang remaja. Aku tak bisa memaksanya dengan kekuatan fisik untuk menuruti nasihatku jika ia nakal, tenaganya begitu besar melebihi tenagaku. Dan kalau ia menginginkan sesuatu, sebelum dituruti keinginannya atau dibujuk-bujuk, maka dia akan menangis disertai teriakan yang begitu kuat. Aku begitu lelah, dan kelelahanku berakibat buruk pada kesehatanku yang akhir-akhir ini seringkali terganggu.

Yang kuceritakan tadi adalah hal yang merepotkan, sedangkan hal yang mengkhawatirkan adalah bahwa Fadil tak mampu lagi mengerjakan hal-hal mendasar seperti mengenakan baju sendiri. Walau bagaimanapun, tubuh Fadil sudah beranjak remaja dan bahkan sebenarnya bisa disebut usia dewasa. Aku selalu memalingkan pandanganku jika sedang memandikan ataupun mengganti pakaiannya.

Pernah terlintas untuk meminta salah satu kerabat lelaki untuk membantuku merawat Fadil dalam hal-hal yang tidak nyaman aku lakukan. Tetapi aku ternyata lebih tidak nyaman lagi ketika seorang lelaki dari kerabat jauhku tinggal serumah bersama kami. Dan pada akhirnya aku memutuskan bahwa aku lebih nyaman merawat Fadil sendirian saja. Paling tidak, Fadil adalah anakku sendiri. Tak akan ada masalah lain yang lebih berat dibandingkan jika ada seorang lelaki lain di rumahku.

Dan mengenai rumah peninggalan suami, pada akhirnya aku harus merelakan untuk menjualnya demi melanjutkan hidup. Rumah seluas 200m diatas tanah 290m persegi itu terjual dengan harga hanya 3 Milyar Rupiah saja. Aku terima, karena aku sangat butuh uang itu. Sebagian dari uang itu kubelikan rumah mungil tipe 21 di tempat yang semakin jauh dari Jakarta. Orang sering menyebutnya BSD alias Bekasi Sonoan Dikit. Kamar hanya satu dan aku tidur satu ranjang dengan Fadil.

Masalah-masalah itu belum seberapa, karena berikutnya masalahku bertambah berat. Suatu hari, subuh ketika aku bangun tidur kulihat suatu hal yang membingungkan. Fadil tidur dengan posisi terlentang di sampingku. Di bagian depan celana pendeknya terlihat basah namun bukan basah seperti pipis biasa, dari baunya pun sudah bisa ditebak itu cairan apa. Tubuh Fadil yang sehat secara fisik masih mengalami hal yang normal untuk anak lelaki seusianya yaitu mimpi basah. Sayangnya, mental Fadil yang terganggu membuatnya berlaku seperti anak kecil. Mau tidak mau harus aku yang membersihkannya.

Ya Tuhan.... aku harus bagaimana ?

Hatiku menjerit. Dengan air mata di pelupuk, aku menegarkan hati membuka celana pendek Fadil yang masih tertidur. Selintas kulihat sesuatu tegang disana. Kuhindari pandangan dari bagian itu, dan dengan celana yang basah itu kubersihkan cairan yang lengket di bagian depan tubuhnya. Kukenakan celana pendek bersih ke tubuhnya lalu kubawa celana pendek Fadil yang kotor ke kamar mandi untuk sekalian kucuci sebelum mengambil air sembahyang.

Dengan langkah serasa diserang vertigo, kumasuki kamar mandi dan kututup pintunya. Kupandangi celana pendek Fadil di tangan sambil berfikir.

Ayaaah.... ini bunda harus bagaimana ?

Kupanggil suamiku di alam sana. Dia tak menjawab.

Ya sudah, tinggal dicuci aja kenapa repot ?

Itu barusan suara hatiku.

Benar juga.... kenapa harus bingung ? yang kotor harus dicuci. Jadi kunyalakan kran air dan kubasahi celana pendek beraroma sesuatu yang pernah kukenal dulu. Beraroma merek pemutih terkenal : Bayclean.

Lalu nyucinya pakai tangan atau kaki ?

Yang menjawab kemudian adalah kembali suara hatiku sendiri.

Ya pakai tanganlah, kalau pakai kaki nanti tidak mungkin bersih.

Perlahan kukucek celana itu. Terasa lengket licin di telapak tangan dan jemariku yang halus. Ingatanku melayang pada masa ketika suamiku masih ada. Sering kucuci cairan lengket semacam ini, tapi punya suamiku, bukan punya anakku.

Ayah..... ini bunda kangen ayah....bunda ngga kuat sendiri yah....

Batinku.

Jawaban yang terdengar hanya gemericik air dari kran yang mengalir menjatuhi celana yang sedang kukucek dan perlahan membawa hanyut cairan licin itu ke lantai dan hilang di lubang pembuangan.

Kububuhkan sabun colek pada celana itu dan kukucek lagi sampai bersih untuk selanjutnya dibilas. Kuusap air mata yang mulai mengalir perlahan di pipi.

Selesai sudah tugas terberatku pagi ini. Aku menghela nafas dan kulanjutkan mengambil air sembahyang. Beberapa menit kemudian kupenuhi tugasku menyembahNya, lalu aku bersimpuh diatas sejadah sambil memohon ampun.

[bersambung]
 
Beberapa Usaha Alternatif


"Bundaa........"

Aku tersentak dari sujudku ketika mendengar Fadil berteriak memanggilku. Dan itu adalah panggilan pertamanya padaku. Fadil memang tidak punya kesulitan untuk berbicara, terbukti bahwa ia seringkali bernyanyi. Tetapi segala hal yang diucapkannya hanya berupa nyanyian atau kalimat-kalimat pendek yang tidak ditujukan untuk siapapun kecuali dirinya. Dan panggilan "Bunda" itu adalah bentuk komunikasi verbal pertamanya padaku. Tak terbayangkan betapa senangnya hatiku.

Komentar psikiater yang menangani Fadil hanya mengindikasikan bahwa sesuatu yang positif telah terjadi. Bisa jadi dari obat yang diminum, melihat sesuatu yang berkesan dari masa lalu, mencium aroma yang amat disukai, atau bahkan mungkin benturan kecil di kepala. Tidak bisa menyimpulkan sesuatu, yang jelas aku disarankan mencari tahu dan mengingat hal-hal yang terjadi lalu berusaha juga memperlihatkan berbagai benda yang mungkin bisa mengingatkan Fadil akan sesuatu.

Aku mencoba memperlihatkan berbagai benda, misalnya saja baju seragam sekolahnya dulu. Lalu ada lagi kuperlihatkan sepatu bola nya karena dia dulu suka sekali main futsal. Bahkan misalnya foto teman-temannya di sekolah, semua tidak berhasil membawa pulang memori Fadil. Kalau aroma ? tentu sudah dicoba dari aroma sabun, minyak rambut, makanan, minuman, bau terasi (yang dulu sangat dibencinya). Tak membuahkan apapun.

Aku mulai terfikir untuk membawa anakku ke 'orang pintar' namun karena meragukan apakah diperbolehkan oleh agamaku atau tidak, maka aku mencari pengobatan dengan hal yang lebih bisa dipertanggung jawabkan seperti ruqyah. Jadi akhirnya kusempatkan untuk pergi ke suatu kota kecil yang terkenal banyak praktek ruqyah.

Dengan sebuah bis AKAP yang berangkat dari terminal Bekasi aku menuju kota tersebut. Fadil sangat senang dengan perjalanan itu. Sepanjang perjalanan ia menggumamkan lagu anak-anak sambil memandang keluar jendela bis. Pohon pohon seperti berlarian ketika bis melaju di jalan tol, hijau gunung perlahan terlewati silih berganti dengan lembah, bis terus melaju. Sebersit rasa khawatir terlintas di fikiran. Teringat kecelakaan yang merenggut nyawa suami dan anak sulungku, serta menimbulkan amnesia pada anak bungsuku ini. Dibalik kekhawatiran itu, tentusaja aku merasa sedikit terhibur dengan perjalanan itu. Perlahan mataku terasa berat, suara dengung mesin bus AKAP yang monoton mengantarku tidur nyenyak diatas jok bus.

*****

Tidak perlu kuceritakan secara detail apa yang terjadi pada saat Fadil di-ruqyah. Entahlah mungkin aku salah memilih, tetapi cukup kuutarakan bahwa Fadil hanya berteriak-teriak kesakitan sewaktu sang Kyai melakukan sesuatu terhadap tubuhnya. Sang Kyai beralasan bahwa yang berteriak-teriak adalah jin yang harus dia usir dari tubuh anakku, tapi aku berpendapat bahwa Fadil berteriak karena kakinya sakit digencet oleh sang Kyai. Tidak ingin kuingat atau kuulangi lagi melihat anakku yang begitu kusayangi itu disakiti lagi oleh siapapun.

Kami menginap di sebuah penginapan sederhana. Uang memang ada dari hasil penjualan rumah, tapi perjalanan hidup kami masih panjang dan aku harus berhemat semampuku. Jadilah hotel melati "Layung" sebagai tempat beristirahat kami di kota kecil itu. Rencananya baru keesokan harinya kami kembali ke Bekasi.

Pilihan hotel melati ternyata bukanlah pilihan terbaik. Kamarnya tidak terlalu bersih, terutama kamar mandinya. Terlebih lagi pada saat malam rupanya hotel "Layung" adalah tempat maksiat. Pantas saja resepsionis memandangku ragu ketika aku datang. Pandangannya naik turun dari hijab yang kukenakan, dan gamis panjang yang menutupi seluruh tubuhku. Risih aku dibuatnya.

Dan tempat tidurnya tidak cukup besar untuk kami berdua. Hanya sebuah spring bed tua berukuran lebar 120cm. Terpaksalah aku tidur berhimpitan dengan anakku diatasnya. Mungkin karena lelah maka tempat yang tidak nyaman itu pada akhirnya tidak terlalu menjadi masalah. Aku langsung tidur lelap setelah menunaikan kewajiban ibadah.

Yang menjadi masalah justru pada subuh ketika aku bangun. Pantatku terasa hangat oleh sesuatu sampai membuat aku terperanjat.

ADUH !

Batinku berteriak dengan kencang.

GAWAT !

Aku terlompat berdiri di pinggir tempat tidur sambil membeberkan bagian belakang gamisku yang dipenuhi cairan putih kental membentuk pulau di kain yang menutupi pantatku.

Aduh gimana ini ?

Fadil ternyata sepanjang malam tidur sambil memelukku dari belakang. Kami tidur menyamping untuk menghemat tempat agar cukup untuk kami berdua. Kebetulan pula subuh itu Fadil mimpi basah hingga membasahi bagian belakang gamisku.

Aduh nak.... bisa-bisanya kamu mimpi basah pada saat kita jauh dari rumah.

Wajar kalau aku sedikit ngedumel di hati, bukan di mulut.

Bunda sedang capek nak.... cepat sembuhlah nak, setidaknya kamu bisa ganti celana sendiri

Perlahan kuambil tissue diatas meja nakas untuk kuusapkan di gamisku. Aroma sensual merebak ke seluruh ruangan.

Ayah... masih ingatkah ayah waktu dulu setiap pagi memberiku cairan kental seperti ini ?

Ingatanku kembali melayang ke masa lalu.

Lima gumpal tissue telah habis, tapi cairan lengket ini masih terasa.

Aku beringsut ke kamar mandi dan mencuci bagian gamisku yang lengket dengan air yang terasa dingin, sedikit sabun mandi, lalu dibilas lagi dengan air.

Sepertinya sudah bersih tapi kok masih berasa lengket ya ?

Masalahnya ternyata bukan hanya dengan gamis, karena cairan lengkeet itu sudah menembus ke pakaian dalamku.

Aduh Fadil.... cairan kamu sampai nembus ngebasahin celana dalam bunda !

Hatiku terus ngedumel tak henti-henti.

Celana dalam putih itu kuloloskan dari tubuhku. Diterangi sinar lampu temaram kamar mandi kudekatkan ke wajahku agar terlihat lebih jelas. Benar saja, pada bagian belakang celana dalamku itu terlihat basah mengkilat. Jari telunjuk dan tengahku merabanya, memang lengket terasa.

Coba cium, bau ngga ?

Suara hatiku memerintah. Aku menurut. Iya betul... bau sperma.

Terasa sepet di lidah ngga ?

Suara hati mendesakku. Mataku mengerling, Ih masa harus dijilat ?

Iyalah, siapa tau itu air kencing biasa ?

Betul juga. Jadi celana dalam yang basah itu kudekatkan ke lidahku yang menjulur dan... ih sepet.

Nah benar kan, itu beneran sperma bukan air kencing.

Aku marah pada suara hatiku sendiri. Kesal aku dibuatnya.

Segera kucuci celana dalamku sampai bersih lalau kubentangkan bersebelahan dengan gamisku di gantungan pintu kamar mandi. Tak lama kemudian aku mengambil air sembahyang dan hanya dengan mengenakan mukenah tanpa pakaian apapun lagi dibaliknya, aku menunaikan kewajiban beribadah. Lama sekali kumohonkan doa padaNya agar anakku segera sehat fisik, mental, dan ingatan.

"Bunda...... aku mau ganti celana....."

Tercenung aku mendengarnya. Benarkah itu suara anakku ?

Kepalaku berpaling ke tempat tidur yang sedang kupunggungi. Fadil duduk sambil melihat celananya yang basah. Tapi bukan itu yang membuat aku terpana, melainkan Fadil mengucapkan satu kalimat penuh untukku. Mengutarakan keinginannya, dan berkomunikasi dengan aku. Tidakkah itu menurut kalian sangat menggembirakan ? Ini suatu kemajuan yang sangat positif. Aku bukan hanya tersenyum, aku melompat kegirangan ke tempat tidur dan memeluk Fadil. Aku tidak perduli mukenah yang kukenakan menjadi basah dan lengket, aku tidak perduli apapun lagi kecuali kondisi Fadil yang semakin membaik.

Doa dan harapan kembali kupanjatkan tak henti-henti. Air mata bahagia mengalir deras di pipi. Aku memeluk Fadil dengan erat sampai bergulingan diatas tempat tidur. Cairan lengket menempel di banyak bagian mukenah, dan juga di beberapa bagian kulit tubuhku. Hahahaha..... anakku membaikkkk !!!

Sepanjang perjalanan pulang menuju Bekasi, senyumku terus tergambar di wajahku. Anakku tidur di bahuku sambil jemarinya erat memegang mobil-mobilan plastik yang tadi sempat dibeli di terminal.

Fadil.... cepatlah sembuh, temani bunda dalam hidup yang penuh cobaan ini.

[bersambung]
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd