Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT KISAH PETUALANGAN SURADI

Bimabet
Suradi adalah seorang pengusaha kecil yang sedang menggeliat menjadi pengusaha menengah. Lahir di Garut, besar di Bandung dan kini tinggal di Cimahi. Secara umum dia adalah lelaki biasa yang sederhana, memiliki seorang istri dan satu orang anak laki-laki.

Semua kisah yang ada dalam cerita ini sepenuhnya fiktif. Kesamaan nama, tempat dan kejadian bukan tidak disengaja. Tetapi anda harus yakin bahwa itu hanyalah rekaan penulis semata.

Indeks Cerita:
1. OM, MINTA PULSA DONG (end)
2. MAAFKAN SAYA BOS (end)
3. MANG KONTOL MANG PLIS (end)
4. WINDA (end)
5. UGI ( 1 s/d 41)
PENUTUP (end)
6. HATI SEORANG TEMAN LAMA (end)
CATATAN TAMBAHAN TENTANG SISKA DAN LANI
7. MELANI DAN SISKA 1 s/d 3, 4, 5-6, 7-8-9-10, 11 , 12 , 13-14 , 15-16 (end)
8. HATI SEORANG BIDUAN 1 , 2 , 3 , 4 , 5-6 , 7-8-9-10 (end)
9. CINTA PERTAMA SI GEMBIL 1, 2-3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 , 9-10 , 11-12-13-14 , 15 , 16-SERENADE CINTA YANG HILANG , 16-METAMORFOSIS LIN LIN , 16-METAMORFOSIS SURADI (bersambung)
Keren bnget cerbungnya ini!
 
Gilee ....udah kayak skenario pilem2 spy beneran. Penuh dengan pemikiran dan perencanaan yg matang.
Salut Gan ...
 
30

Dua buah mobil pick up yang berisi penuh dengan aneka barang-barang, berhenti di depan halaman Losmen Harapan yang sempit. Suradi ke luar dari mobil dan melangkah menuju lobby losmen. Dia menemukan resepsionis itu tengah menonton TV.
"Pak Indra sudah tidur belum?" Tanya pada respsionis yang mengalihkan padangan dari TV ke Suradi.
"Saya, kurang tahu, Pak."
"Bisa dilihat dulu, enggak? Kalau belum tidur, bilang Suradi ingin bertemu."
"Tapi, Pak... saya tidak berani."
"Lihat saja dulu, jam segini biasanya dia belum tidur." Kata Suradi sambil meletakkan uang pecahan 50 ribu di atas meja lobby. "Ini akan membuatmu sedikit berani." Katanya, tersenyum.

Resepsionis itu memandang Suradi dengan pandangan misterius. Mengambil uang dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Dia ke luar dari meja resepsionis yang kedua ujungnya melingkar seperti huruf U, menaiki tangga dan beberapa menit kemudian dia datang diikuti Indra.
"Sur, ada apa?" Kata Indra. Dia mengerling sebentar ke arah dua mobil pick up yang terparkir di luar. "Itu punyamu?"

Suradi mengangguk.
"Rumahmu yang di Kompleks Sanggar Hurip itu udah laku dikontrak orang belum?"
"Belum. Baru kemarin kan direnov sama Pak Amat."
"Aku pinjam seminggu, boleh enggak?"

Indra menatap Suradi.
"Aku tahu kamu enggak suka barang gratisan." Kata Indra. "Bayarin biaya listrik dan air ledengnya untuk bulan ini, kamu boleh memanfaatkannya seminggu."
"Deal." Kata Suradi. "Makasih, nDra."
"Kamu mau nginap di sini?"
"Ya, saya ambil dua kamar."
"Oh. Bersama rombongan anak buahmu, ya?"
"Ya."
"Baiklah, saya akan persiapkan kamar terbesar di belakang."
"Trims."

31

Melinda tiba di Losmen Harapan sekitar pukul 00.05.

Dia menggusur koper yang memiliki roda pada bagian bawahnya dengan tangan kiri dan menjinjing tas tangan serta tas kerja dengan satu tangan kanannya. Dia tak mempedulikan resepsionis itu yang menegurnya untuk memesan kamar.
"Saya sudah pesan." Katanya. Dia melangkah melewati ruang lobby dan melihat Suradi di kejauhan tengah merokok di kursi teras kamar. Dia menuju kamar Suradi dan menolak dibantu.
"Bukain pintunya." Kata Melinda. Suradi terdiam. "Cepat, tolong bukain pintunya."

Suradi membuka pintu kamarnya. Melinda masuk dan menyimpan ketiga tasnya di dalam. Dia ke luar lagi dan duduk di sebrang meja.
"Aku tidur sekamar denganmu." Katanya pendek.
"Saya akan pesankan kamar."
"Tidak perlu. Kamu keberatan?"

Suradi terdiam. Dia menunduk.
"Kamu keberatan?" Ulang Melinda.
"Saya.. saya tidak tahu. Saya akan pesan kamar satu lagi." Kata Suradi, nada suaranya gugup.
"Jangan."
"Saya sudah banyak merepotkan, Bu Linda, maaf."

Melinda tidak menjawab.
"Apa di sini bisa pesan kopi tidak ya... Tidak, tidak perlu meminta maaf."
"Bisa." Kata Suradi. "Tapi cuma kopi biasa."
"Aku, rasanya penat sekali." Katanya. "Lin lin tidak bahagia. Dia sudah menikah dan tidak bahagia."

Suradi menoleh ke arah wanita cantik itu. Wajah Melinda tampak gemerlap oleh luka. Suradi mengingat-ingat kapan dia pernah melihat ekspresi wajah seperti itu di masa lalunya. Kapan, di mana, siapa? Tapi dia gagal menemukannya.

"Di sebelah losmen mungkin masih ada kafe yang buka... " Suradi tak meneruskan kalimatnya. Dia melihat Melinda duduk menelonjorkan kakinya dengan wajah mendongak di atas sandaran kursi. Kedua jari jemari tangannya yang lentik menutupi sebagian wajahnya.
"Aku capek sekali... aku tak bisa berpikir." Keluhnya.

Suradi menatapnya. Lembut. Tapi hatinya ketakutan. Melinda memiliki kejelitaan seperti Winda, bahkan bentuk wajah dan bentuk tubuhnya sangat mirip. Tapi Melinda lebih tinggi dan lebih padat tubuhnya. Kelelakian Suradi menginginkan tubuh sintal putih itu tetapi logikanya mengatakan sangat berbahaya. Handono Halim Group memiliki kedekatan dengan kekuasaan dan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Suradi tak ingin menghancurkan salah satu orang terpenting di perusahaan raksasa itu. Lagi pula, entah bagaimana, dia memiliki perasaan yang sangat lembut terhadap wanita itu. Sebuah perasaan yang sangat aneh, perasaan yang terbit dari lubuk terjauh, terdalam, di relung hatinya.

"Apa tidak sebaiknya Bu Linda tiduran di dalam dulu." Kata Suradi, tenang dan lembut.
"Tidak. Jika aku tertidur kau akan pesan kamar yang lain." Kata Melinda gemetar. "Malam ini, aku ingin menjelaskan semuanya tentang Lin lin." Katanya.

Suradi terpana.
"Jika Lin lin merasa kangen kepada kekasih yang disayanginya, maka dia akan memejamkan mata... dia akan merasakan kecupan terindah di bibirnya." Melinda berkata dengan nada serak. Airmatanya menetes di pipi.
"Mereka telah merencanakan akan menikah... di hotel." Katanya lagi.

Suradi tiba-tiba berdiri dari duduknya. Sepasang matanya memerah. Dia melangkah ke depan Melinda dan berdiri di atas lututnya, seperti sedang memohon sesuatu kepada wanita cantik itu.
"Ceritakanlah padaku, mengapa Lin lin meninggalkan kekasihnya. Ceritakanlah semuanya, Bu Linda. Saya mohon." Kata Suradi.

Tapi Melinda tidak menjawab permintaan lelaki itu. Dia malah menangis terisak-isak. Eksekutif wanita yang dikenal sangat keras dan dingin itu, tampak terlihat rapuh.
"Aku capeeekkk!" Katanya setengah menjerit, lalu bangkit berdiri dan melangkah tergesa, masuk ke dalam kamar losmen.

Dia menelungkup di atas ranjang dan menangis sejadi-jadinya.
"Aku cape.... huk... huk.. huk... Aku cape. Aku kangen kaka." Katanya di sela-sela tangisnya.

Suradi berdiri di ambang pintu dan membeku. Seperti patung perunggu.
 
Ibarat haus di padang tandus, Suradi selalu hadir memenuhi dahaga pemirsanya. Setelah habis diminumnya... bukannya dahaga itu terobati, tapi justru membuat dahaga meningkat berkali2 lipat !!
Hadeh ....
 
Ibarat haus di padang tandus, Suradi selalu hadir memenuhi dahaga pemirsanya. Setelah habis diminumnya... bukannya dahaga itu terobati, tapi justru membuat dahaga meningkat berkali2 lipat !!
Hadeh ....


Penilaian yg luar biasa suhu neh. Benar2 mewakili apa yg diriku rasakan.

Kayaknya suhu jg berbakat menulis beberapa cerita neh
 
Waduh. Kenapa suhu account nya. Btw mendekati klimax sepertinya
 
Tangisan Melinda Liem telah menceriterakan segalanya.... bahwa Melinda Liem adalah Lin Lin. Dan Suradi tau itu !
 
32

Suradi menutupkan pintu, melangkahkan kaki dan duduk di bibir ranjang. Dia ragu dengan hati dan perasaannya. Dia menunggu dengan sabar sampai tangis Melinda benar-benar reda.

Telinga Suradi yang tajam tiba-tiba mendengar suara dengkuran yang halus. Dia berdiri dari duduknya dengan hati-hati. Melepas sepatu pantofel Melinda dengan sangat pelahan. Meraih kedua pergelangan kaki Melinda, mengangkatnya dengan lembut dan hati-hati ke tengah ranjang.

Menyelimutinya.

Suradi melangkah ke pintu. Dia ragu-ragu dan berdiri di depan pintu itu selama beberapa menit. Akhirnya dia membatalkan pergi meninggalkan kamar itu. Dia mengunci pintu dan duduk di kursi satu-satunya yang terdapat di kamar itu.

Dia tidur sambil duduk.

33

Melinda berada di roof top Hotel Halim yang berlantai 20 di bilangan Jakarta Pusat. Kedua tangannya ditelikung ke punggung dan didorong berjalan menuju pinggiran roof top oleh Winardi.
"Di mana dokumen itu, Mel? Katakan! Elu gak mau loncat ke bawah kan? Tingginya 100 meter loh."
"Win, gua enggak tau. Sumpah, Win, gua enggak tau."
"Udah kita lemparin aja ke sana." Kata seorang laki-laki yang gagah dan tampan.
"SIape lo? Apa urusan elu ke sini?"

Laki-laki yang gagah dan tampan itu tertawa terbahak-bahak. Winardi ikut tertawa.
"Ayo kita lemparin wanita sialan ini."

Melinda seperti melayang ketika didorong dan jatuh dari gedung yang sangat tinggi itu.
"Apakah aku akan mati?" Tanyanya dalam hati. Tapi ketika dia membentur tanah, dia tidak merasakan sakit. Hanya kaget sedikit... dan dia ada di lantai kamar Losmen. Sebagian selimut itu terbawa oleh tubuhnya ke lantai. Dia melihat sepatunya ada di bawah, di dekat koper bajunya.

Suradi tampak pulas di kursi.

"Jam berapa sekarang?" Bisiknya. Dia lalu melihat HP, jam 02.10. Melinda berdiri dan melangkah mendekati Suradi, dia menatap wajah lelaki itu lama sekali. Dia nyaris saja mencium bibir Suradi dan memeluknya.

Tapi dia mengurungkannya. Dia mengambil selimut dan menyelimuti pria itu.

Melinda kemudian berjongkok di depan koper bajunya, membuka kuncinya dengan memutar-mutar angka kombinasi pada permukaan koper, lalu melepas engsel-engselnya dan membukakan koper itu hingga menganga. Tas Laptop itu masih ada di sana.

Dia mengambil BH, Celana dalam, Kaos T-Shirt dan celana panjang jeans. Kemudian dia pergi ke kamar mandi. Selesai gosok gigi dan cuci muka, dia mengganti BH dan celana dalamnya. Mengenakan celana jeans dan T-Shirt. Ke luar kamar mandi, dia melipat baju kotornya, kecuali blazer, dan menyimpannya ke dalam koper. Dan menguncinya kembali.

Melinda mengambil tas tangannya, duduk di bibir ranjang dan menghitung persediaan uang cashnya. Cuma 300 juta.
"Apakah ini akan cukup?" Pikirnya. Dia mengingat-ingat jumlah uang yang ada di rekening Mami, mungkin ada sekitar satu atau dua M. Rekeningnya sendiri ada kemungkinan akan diblokir.

"Aku harus segera mencari seorang akuntan." Katanya dalam hati. "Jika sudah diaudit, aku pasti tahu duitnya lari ke mana."

Melinda duduk menekur di bibir ranjang itu. Berpikir keras. Lama sekali. Sampai kepalanya terasa panas. Melinda baru sadar dari pikirannya ketika Suradi berdehem sambil menatapnya dengan sangat tajam.

"Maaf membangunkanmu." Kata Melinda.

Tapi Suradi tidak menjawab. Sepasang matanya tak berkedip menatapnya dengan tajam.
"Aku lapar. Mau ikut cari makanan?" Kata Melinda.

Tapi Suradi tetap diam dan menatap Melinda dengan tajam. Sangat tajam.
"Ada apa?" Melinda merasa jengah dan takut... bukan, bukan takut karena pria itu akan melakukan sesuatu perbuatan yang bersifat kekerasan. Bukan. Dia takut pria itu akan...
"Darimana kau dapatkan kalung itu?" Kata Suradi dengan nada yang keras dan gemetar.

Melinda sangat terkejut.

Kalung itu selamanya tidak pernah lepas dari lehernya. Ketika dia duduk menekur, mata kalung itu ke luar dari leher bajunya yang berbentuk V. Terbuat dari kulit domba asli, dibuat oleh pengrajin terbaik di Sukaregang.

"Ini... ini..." Melinda gugup.

Tetapi Suradi terus menatapnya dengan sangat tajam.
 
Dinikmati aja yang ada Sur
Jangan sampai lin lin lepas lagi


:beer:
 
Bimabet
suradi muncul malah semakin menambah dahaga akan tuntasnya cerita..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd