Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Menurut pembaca siapa tokoh yang bakal MATI di episode akhir cerita 'Astaga Bapak' ?

  • Suhardi

    Votes: 92 16,4%
  • Dahlia

    Votes: 24 4,3%
  • Yuda

    Votes: 27 4,8%
  • Bayu

    Votes: 23 4,1%
  • Mang Ujang

    Votes: 394 70,4%

  • Total voters
    560
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Mantebb updatenya suhu gieee.. ditunggu exe yudha sama bayunya yaaa...
 


Contents


Tokoh Utama Cerita


Yuda

Seorang remaja 17 tahun yang awalnya merasakan harmoni dalam keluarga, namun harus menerima kenyataan kehidupa keluarga yang pelik di suatu waktu. Bagaimana tidak, pada usia remaja beranjak dewasa ia mengetahui bahwasanya ibunya yang merawat selama ini bukanlah ibu kandungnya. Padahal, sah sejatinya ibu yang merawatnya tersebut menikah dengan sang bapak.



Suhardi

Bapak kandung dari yuda ini merupakan seorang buruh. Dia merupakan seorang bapak yang sayang dan perhatian betul pada anaknya. Hanya saja, dia gampang tergila-gila dan tergoda oleh wanita seksi nan cantik. Alhasil, sampai-sampai istrinya ia rela gadaikan demi bertukar istri dengan tetangganya. Dari sinilah titik tolak masalah yang menimpa yuda muncul di kemudian hari.



Dahlia

Istri sah suhardi yang sebetulnya amat mencintai suhardi, tetapi berubah drastis semenjak suhardi tergila-gila oleh istri tetangganya sendiri. Sebaliknya, malah membiarkan sang istri disetubuhi oleh tetangganya sendiri (tukar pasangan). Oleh karenanya, dahlia yang telah berkorban banyak ini berhasil dibuat hamil oleh tetangganya. Akan tetapi, entah mengapa dahlia dengan tulus malah membesarkan anak yang bukan anak kandungnya.


Pak Usman

Garis hidupnya rentan naik turun, itu mengapa istri sahnya, marni, kadang mencintainya kadang tidak tergantung siklus rezekinya. Dia adalah tetangga suhardi yang punya kesamaan dalam hal otak yang mesum terhadap perempuan. Dia penyebab utama hancurnya rumah tangga suhardi karena dia memyukai dahlia. Demi keinginannya itu, ia yang sebaliknya tahu suhardi naksir istrinya, membuat skenario penting. Lihat saja akibat skenarionya, suhardi berhasil menghamili marni. Di lain hal, ia menghamil istri suhardi, dahlia.


Marni

Seorang wanita meterialistis yang tidak bisa betah hidup dengan pasangan yang susah secara ekonomi. Awal berumah tangganya yang manis berubah pahit semenjak sang suami jadi seorang pengangguran. Sayangnya, saat merasakan kemanisan hidup berumah tangga, ia malah dibikin hamil oleh tetangganya sendiri yang ia duga merupakan ide gila suaminya. Parahnya, saat kehamilan ia harus menerima kenyataan sang suami dipecat dari tempat kerjanya. Gara-gara itu pula marni pada akhirnya terpaksa berpisah dari sang suami.



upload the pictures
Rina

Teman wanita yuda yang cantik ini harus menerima kesamaan nasib samahalnya dengan yuda. Lebih parahnya, pada usia remaja ia harus kehilangan keperawanannya oleh bapak tirinya, suami kedua marni.



Firman

Adik kandung dari dahlia, paman yuda, yang sempat menganggur cukup lama ini mempunyai aib yang tersimpan di masa lalu. Barangkali karena aibnya inilah pernikahannya bersama linda belum juga dikaruniai seorang anak. Bahkan, firman sampai ingin memungut anak saking frustasinya. Alhasil, Linda merasa tersinggung walaupun mulanya ia setuju.



Linda

Seorang wanita karir yang dinikahi firman. Hanya saja, kehidupan rumah tangga yang awalnya bahagia mengalami guncangan ketika buah hati yang dinanti belum juga muncul. Malahan, linda yang sedang menantikan kehadiran seorang anak harus divonis mandul dan hal tersebut menjadi pukulan yang cukup berat baginya.


upload the pictures
Lisa

Sepupu dahlia dan firman ini terkesan mempunyai masalah dengan keluarga dahlia dan firman karena suka menghindari mereka berdua. Namun, lisa cair dan begitu dekat dengam yuda yang nantinya menjadi guru BP di sekolah yuda.


Tokoh lainnya


upload the pictures
Nia (Teman linda/Ibu dari Bayu)


Bayu (Siswa yang satu sekolah dengan yuda)



Mang Ujang (Paman Marni)


Arif (Teman kantor Linda)


Pak Arso (Atasan sekaligus rekanan Arif)


Pak Bejo (Buruh Tani di rumah kakek Bayu)




"Biarkan 'Mamaku Hamil' istirahat sejenak beserta kelanjutannya nanti. Pada kesempatan ini, saya baru saja menuliskan sebuah cerita baru dengan ide yang tentunya baru juga. Cerita baru saya tersebut saya beri judul 'Astaga, Bapak!'. Kalaupun ada kesamaan beberapa hal mungkin dengan cerita lain, barangkali sebuah kebetulan atau mungkin terinspirasi. Di lain hal, pada dasarnya cerita yang saya tulis ini akan terus berkembang, beriringan dengan pembaca setia yang mungkin amat menanti update demi update-nya, hingga menuju akhir cerita. Terima kasih, Selamat Membaca!"

Prolog.

"Yudaa! main mulu kamu! sana belajar! kamu mau nasibmu seperti bapakmu ini?!".

Itulah suara bapakku yang akan selalu kuingat kalau dia marah. Kalau sudah marah, aku paling takut dengan bapakku. Apalagi dia berkumis hitam legam, makin menambah kesan seram saja kalau amarahnya sedang naik. Tentu marahnya dia ada sebabnya. Kebanyakan karena ulahku yang malas belajar. Bagaimana tidak, dari sd hingga sekarang sma, peringkat kelasku selalu menjadi penghuni 'zona degradasi'. Namun, Alhamdulillah aku masih bisa naik kelas. Di sisi lain, Bapak marah karena dia tidak mau nasibku seperti dirinya sebagai buruh pabrik. Meski statusnya karyawan swasta, bapak bukan karyawan swasta di perusahaan yang bonafide, yang gajinya terbilang 'wah'. Bapak hanya karyawan swasta di sebuah perusahaan yang serikat buruhnya kerap berdemo menuntut kenaikan upah layak.

Bagaimana dengan ibuku? Ia wanita yang bersahaja yang selalu ramah senyum ke semua orang. Dialah juga malaikat penolongku yang selalu menenangkan bapak ketika aku sedang dimarahi. Dia tidak pernah memberiku beban supaya aku juara kelas. Yang terpenting baginya ialah aku menikmati sekolahku. Begitulah ibuku yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dia tipikal wanita setia yang tidak pernah mengeluh apa yang suaminya telah peroleh. Bagi dia rezeki sudah ada yang mengatur. Tinggal manusianya yang berusaha. Meski begitu, ia kerap memarahi bapak karena ketika kebutuhan rumah tangga sedang mendesak, bapak masih saja membeli rokoknya yang tidak bisa dimakan itu. Namun, kata bapak kepadaku, kalau tidak merokok ia tidak mikir. Aku sih percaya saja. Toh, selama ini kehidupanku dan ibu berjalan lancar.

Perkenalkanlah diriku ini. Aku hanyalah seorang remaja pria berusia 17 tahun yang sedang menikmati indahnya masa sma. Aku sekarang kelas 2 sma di sebuah sekolah negeri yang terbilang cukup baguslah. Akhir-akhir ini hidupku tampak beranjak berubah. Dari yang tadinya malas, perlahan-lahan mulai terlihat rajin. Tentu aku mengira itu buah jerih payah bapak yang tiada henti hentinya mengingatkan. Namun, Meskipun begitu, malasnya diriku kerap timbul ke permukaan.

Aku yang lebih sering diomeli bapak sejak kecil sehingga membuatku paling malas ngobrol dengan beliau, sekarang perlahan-lahan menjadi akrab hingga hal yang tidak semustinya aku lakukan sebagai seorang anak kandungnya. Aduh, Bapak. Aku tidak pernah menyangka kau begini. Entah hatiku ini rasanya ingin berbalik memarahimu. Namun, entah mengapa pula aku merasa amat senang. Sungguh sulit untuk mengungkapkannya hingga gara-gara itu juga aku menjadi penggemar berat novel "Sabtu Bersama Bapak". Aku yang dulu benci sama bapak karena kerap dihajar dengan kata-kata kerasnya, sekarang begitu bahagia. Bapak, bapak.....

"Astaga, Bapak!"

-------------------------------------------


Namaku Yuda Permana. Orang-orang memanggilku Yuda, termasuk orang tuaku sendiri. Umurku 17 tahun, usia dimana bagi sebagian orang sedang manis-manisnya. Sekarang aku duduk di kelas 2 sma ips di sebuah sekolah negeri di Jakarta. Aku tinggal di sebuah perumahan di Jakarta Timur. Rumahku tidak begitu besar dan tidak juga elok. Meskipun demikian, aku tetap bangga rumah itu milik sendiri, di tengah warga jakarta yang banyak tinggal mengontrak dan harga tanah yang semakin mahal.

Paras wajahku tampan. Terlebih didukung kulitku yang putih karena garis keturunan ibu, bukan bapak yang hitam sawo matang. Hanya saja meski wajahku tampan, ada sedikit hal yang menguranginya, yakni dua gigi seri/depan agak tonggos. Apalagi salah satu giginya patah karena aku pernah terjatuh. Tinggi tubuhku 170 cm. Sebuah tinggi normal untuk anak seumuranku. Sementara postur tubuh terbilang sedang dengan bobot 55 kg. Tidak terbilang gemuk atau gendut, dan juga kurus. Sebuah bentuk tubuh normal untuk ukuran anak sma.

Di rumah, aku yang anak tunggal ini tinggal bersama bapak dan ibu. Bapakku bernama Suhardi. Umurnya 44 tahun. Ia berprofesi sebagai seorang karyawan pabrik alias buruh. Paras wajah bapak tidak begitu tampan dengan kumis hitam tebal melekat di atas bibirnya. Itu bahasaku mengungkapkannya karena aku tidak mungkin menjelekki bapak sendiri. Rambutnya saja mulai menipis. Tidak hanya itu, perut bapak mulai tambun sebagaimana banyak pria seumuran dengannya. Namun begitu, lengan dan tangan bapak berisi alias kekar berotot karena sering mengangkat-angkat barang di tempat bekerja dan juga membantu ibu mencuci di akhir pekan ketika dia libur. Sementara ibuku bernama Dahlia. Umurnya 42 tahun, selisih dua tahun lebih muda dari bapak. Paras wajah ibuku cantik dan ayu kalau orang jawa bilang. Ditambah kulitnya putih dan ia rajin merawatnya. Postur tubuhnya ideal untuk seorang wanita. Lengannya berisi. Buah dadanya cukup besar dengan ukuran 34 d. Ditambah pinggul dan bokong ibu yang bulat yang suka melenggak-lenggok. Sungguh beruntung bapak menurut diriku. Entah bagaimana caranya ia bisa menaklukan hati ibu begitulah pikirku. Sebagai seorang ibu rumah tangga, ibu lebih banyak di rumah. Aktivitasnya memasak, membersihkan rumah, atau ngobrol dengan ibu-ibu perumahan. Tercermin dari beliau, ia seorang wanita penyabar, mandiri, dan kuat karena hampir jarang dia mengeluh apa yang dia peroleh, apa yang dia dapat, dan apa yang dialami keluarganya, termasuk aku ini anaknya yang malas.

Di wilayah tempat tinggal bapak begitu disegani karena beliau tergolong orang yang aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Lihat saja hampir semua kegiatan yang diadakan RT/RW dia ikut serta dan terkadang aktif sebagai panitia. Tak hanya itu, bapak tergolong orang yang tak bisa diam di rumah. Ia sering mengobrol dengan kawan-kawannya di dekat sebuah pos keamanan dekat kantor RW. Entah obrolan ngalor ngidul apa yang mereka bicarakan. Sementara ibu begitu saja. Tidak terlalu aktif seperti bapak. Ia hanya bincang-bincang sana sini dengan ibu ibu tetangga.

Tentang diriku sendiri, karena aku anak tunggal, jadi hari-hariku di rumah kebanyakan dihabiskan bersama mereka, terutama ibu yang lebih banyak di rumah. Sepulang sekolah aku lebih sering menonton tv atau juga bermain dengan laptop kesayangan sehingga Aku jarang berkumpul dengan teman-teman sekolah kalau sudah di rumah. Untuk di lingkungan perumahan, hampir semua teman lamaku sudah pindah. Kalaupun masih ada, aku juga sudah tidak terlalu dekat lagi. Ya palingan hanya tegur sapa. Sejak tidak lagi menjadi anak-anak, aku menjadi orang yang jarang bersosialisasi di masyarakat. Mungkin, budaya individual telah masuk ke dalam diriku. Aku sekarang lebih senang bergaul dengan teman-teman sekolah. Di sekolah aku cukup aktif bergaul, meskipun tidak terbilang anak yang supel juga. Di sekolah, tidak hanya teman sebaya yang kukenal dekat, tetapi juga dengan beberapa orang guru. Para guru itu kebanyakan guru-guru yang terbilang gampang akrab dengan siswanya.


###​

Suatu ketika di malam hari aku sedang sibuk dengan laptop kesayangan di kamar. Ya, bukannya belajar, aku malah sibuk bermain game di kamar kecil bercat putih tersebut. Bagaimana tidak, aku yang malas ini hanya begitu saja menghabiskan hari-hari sepulang sekolah, seperti menonton tv, bermain laptop, mandi, dan tidur. Di kamarku terdapat sebuah lemari pakaian, cermin yang menempel dinding, satu buah kasur di lantai, dan meja belajar yang di atasnya tertumpuk buku sekolahku. Di sanalah aku kebanyakan menghabiskan hari hari sepulang sekolah.

Sementara ibu dengan kaos u-neck berwarna biru sedang sibuk dengan aktivitasnya di dapur, yakni menyiapkan makan malam. Makan malam itu sudah jadi sejak tadi sore. Kini dia cukup tinggal memanaskannya saja. Di lain hal, Bapak sendiri yang baru pulang bekerja tampak asyik menonton tv di atas kursi ruang makan dengan bertelanjang dada dan perutnya yang buncit. Tontonannya tidak lain ya berita. Ia tidak mungkin menonton sinetron ataupun sejenisnya. Bagi bapak, acara semacam itu hanya merusak. Namun, tiba-tiba bapak beranjak dari kursinya. Ia ingin mengecek ibu yang sedang ada di dapur. Karena jalan menuju dapur melewati kamarku yang tak berdaun pintu, tentu ia melihatku yang sedang asyik bermain.

"Yuda! Hey Yuda!", teriak bapak memperhatikanku di atas kasur yang terlalu asyik bermain laptop.

"Iya pak..", jawabku terkejut sambil menengok ke arah bapak.

"Kamu dari bapak pulang main laptop terus. Ada belajar gak kamu?!".

"Emm.....a..aadaaa kkkok pakk", ucapku takut.

"Gak usah bohong kamu sama bapak. Bapak itu udah hafal sama kelakuan kamu, yud", tatap tajam matanya kepadaku.

"Bbener kok pak, aku udah belajar", jawabku kembali untuk mencoba meyakinkan bapak.

"Yang bener?!", ucap bapak nadanya meninggi.

"Bener pak....", ujar diriku gemetar.

"Baiklah, bapak percaya. Tapi, inget yud. Kalau kamu berbohong, sejatinya kamu membohongi diri kamu sendiri. Bukan bapakmu yud", pesan bapak yang selalu diulang-ulang kepadaku.

"iya pak".

Setelah itu bapak berjalan menuju dapur, sedangkan Aku benar-benar gemetaran usai bapak berbicara. Walau ia tak pernah bermain fisik, seperti menampar dan memukul, intonasi suaranya yang menggelegar ruangab seisi rumah sudah cukup membuatku ketakutan. Entah mengapa mungkin semenjak aku kecil, aku sering dibentak-bentak olehnya kalau berbuat kesalahan. Kini Aku merasa tidak mood lagi di kamar. Aku beranjak bangun dari kasur dan meninggalkan laptop kesayangan yang geletak begitu saja. Aku lebih memilih keluar kamar untuk bersiap makan malam bersama bapak dan ibu.

###

"Sekolah kamu gimana, yud? Apa masih berkeinginan kamu membuat bapak malu di depan wali kelasmu?", tanya bapak yang sedang mengunyah makanannya.

"Baik kok pak. tenang aja pak. kali ini aku yakin kok gak masuk 30 besar lagi", ucap diriku yang selalu mendapat rangking terbawah.

"Yang bener kamu? Yaa tapi jangan 20 besar juga, yud. Minimal kamu itu masuk 10 besar. Kalau 20 besar mah sama saja".

"Tapi yuda kan setidaknya ada peningkatan pak...", timpal ibu yang sedang mengambil lauk untuk dirinya.

"Peningkatan sih peningkatan bu. Tapi toh ningkat yang bagus juga".

"Yasudah, yang penting sekarang, yuda berusaha keras dulu pak. Masalah hasilnya nanti belakangan. Iya kan, yud?", ucap ibu menatap kepada aku dan bapak.

"Iya bu", ucapku sambil menyendokkan makanan ke mulut.

Begitulah ibu yang selalu optimis aku masih bisa menjadi anak yang rajin dan pintar. Ia selalu meyakinkan bapak kalau aku pasti suatu saat akan menjadi anak yang membanggakan juga. Dia juga yang menenangkan emosi bapak ketika sedang memarahiku saat tahu nilai raportku jelek. Sebaliknya, aku tidak pernah membuktikan omongan ibu hingga bapak selalu menganggap rendah diriku yang belum pernah membuatnya bangga.

"Bu, habis makan malam ini bapak mau istirahat ya..cape banget. Soalnya kerjaan akhir-akhir ini numpuk".

"Iya pak silahkan. Ibu juga habis beresin sisa makan malam ini mau langsung istirahat". tersenyum ibu.

"Yuda, kamu habis makan malam jangan main laptop lagi. Langsung belajar. Percuma kamu tadi ngomong kalau usahanya enggak ada", sorot tajam mata bapak kepadaku.

"Iya pak", ucapku hanya mengangguk.

Sambil menikmati makan malam yang lebih banyak membicarakanku, aku memperhatikan sejenak ibu dan bapak. Memang sungguh berbeda jauh keduanya. Ibu yang cantik dan bapak yang kurang tampan. Ibu yang putih dan bapak yang hitam sawo matang. Ibu yang pandai merawat tubuh dan bapak yang membiarkan tubuhnya membengkak. Hoki mungkin si bapak mendapatkan ibuku yang seksi ini. Lihat saja buah dada yang membusung di balik kaos u-necknya. Lelaki mana yang tidak naik birahinya jika melihat apa yang kulihat.

"Hey, yuda kamu kok malah melamun?", tanya bapak yang masih menyantap makan malamnya.

"Eh, enggak kok pak. Aku cuma lagi mikir gimana caranya supaya bisa masuk 10 besar".

"Tuh kan bu lihat sendiri. Anakmu ini baru bapak targetin masuk 10 besar di kelas saja sudah pusing", ujar bapak sambil menunjuk ke arahku dan menengok ke arah ibu.

"Justru dia lagi mikir bagaimana cara membuktikannya kepadamu pak. Bukannya malah bagus?", balas ibu memperhatikan bapak.

"Yuda, kalau itu memberatkanmu, tidak usahlah. Daripada kamu stres nanti", ucap bapak kumisnya naik.

"Jangan ngomong begitu toh pak. Berilah anakmu ini kepercayaan untuk membuktikannya".

"Bukannya bapak gak percaya bu. Cuman kasihan saja dia terbebani target bapak", ucap bapak berdebat dengan ibu.

"Aduh si bapak ini, tadi bapak sendiri yang bebani. Eh, sekarang lain lagi bicaranya".

Aku hanya menyaksikan saja pembicaraan keduanya. Kalau ada bapak, aku sulit untuk turut serta pembicaraa. Bukan apa apa, Aku takut dianggap membangkang omongan. Ya mau bagaimana lagi itulah bapakku yang agak otoriter. Kalau ada dia aku hanya dapat menjadi pendengar yang baik. Tidak seperti ibu yang amat demokratis, mau mendengarkan suara dan derita anaknya. Dengan ibu aku sering curhat. Kalau dengan bapak, aduh, aku pasti bisa dianggap anak yang lemah.

Itulah malamku yang lebih banyak bapak dan ibu yang bicara. Aku mendadak menjadi pusing kalau sudah aku yang dibahas di meja makan. Ya mau bagaimana lagi memang itu yang terjadi. Sekarang aku hanya berharap makan malam ini lekas cepat selesai, biar bapak tidak membahas tentangku lagi.


###​

Usai makan malam, aku masuk ke kamar. Sesuai janjiku kepada bapak, aku belajar. Kubuka buku pelajaranku yang bertemakan ilmu sosial di atas meja belajar. Aduh, mengantuk diriku membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat. Aku paksakan saja daripada kena omel bapak. Tapi, ya begitu. Segala yang dipaksakan memang tak baik. Alhasil, aku baca, tetapi tak ada satupun yang nyangkut di otak. Ah, aku bosan jadinya. Kucoba mengintip ke arah luar siapa tahu bapak sudah tidur sehingga aku bebas bertingkah. Pelan-pelan aku berjalan ke luar kamarku. Clingak clinguk diriku. Dan memang benar sepi setelah kutengok kiri dan kanan. Namun, tiba-tiba muncul ibu dengan daster batik tanpa lengannya dari kamarnya yang berdekatan dengsn kamarku. Sungguh mempesona ibu malam itu. Belahan dadanya cukup rendah hingga besarnya bukit kembar milik ibu yang tidak memakai bra jelas terlihat. Bagian bawahnya tak kalah yang menampakkan jenjang kaki indah ibu hingga paha putih mulusnya. Tampak Ibu keluar kamar seorang diri.

"Eh kamu yuda, kamu belum tidur?", tanya ibu menatapku.

"Belum nih bu. bapak mana bu?", jawabku balik bertanya.

"Ada tuh di kamar", ucap ibu menunjuk ke arah kamar.

"Oh".

"Mau ibu panggilin?", ujar ibu.

"Aduh, aduh, gak usah bu", ucapku dengan wajah ketakutan.

"Yasudah".

"Ibu mau ngapain?", tanyaku kepada ibu.

"Ibu mau ke kamar mandi, kamu sendiri yud?".

"Aku lagi istirahatin mata bu, soalnya dari tadi baca buku", senyumku.

Ketika aku yang secara tidak sengaja berbincang-bincamg dengan ibu, terdengar teriakan bapak,

"sayang! sudah belum?! aku udah gak tahan nih sayang!".

"Bentar pak!", sahut ibu.

"Yaudah bu, buruan gih ke kamar mandi. Kalau sampai ketahuan bapak ibu tertahan di sini karena aku, bisa diomelin aku", ucapku panik.

"Berlebihan kamu. bapakmu gak sebegitunya juga kali, yud ckck".

Ibu lekas berjalan menuju ke arah kamar mandi setelah mendengar teriakan bapak. Tampaknya keduanya akan melakukan hubungan intim malam ini. Ah, aku tidak peduli karena sudah semustinya mereka begitu. Sementara aku yang bosan berniat kembali membuka laptopku. Ku utak atik layar laptop yang kubiarkan menyala sejak sebelum makan. Ingin bermain game lagi, moodku tak dapat. Sungguh aku bingung sekarang hingga ibu yang lewat melintasi depan kamarku tidak kusadari. Bingung dan bosan yang sedang kualami bercampur kantuk. Sambil tidur tengkurap di atas kasur, aku masih mengutak-ngatik isi laptopku. Terhenti sejenak diriku pada folder video porno simpananku. Timbul niat untuk onani sekarang. Hanya saja itu bercampur dengan rasa kantuk. Aku mencoba membuka satu per satu video porno yang kusimpan agar ereksi penisku maksimal. Hanya saja lagi dan lagi kantuk menggangguku. Aku mencoba mempertahankan sambil terus menikmati tontonan tidak wajar itu. Hingga pada akhirnya,

"pleekkkk", aku jatuh tertidur dengan laptop menyala.

###​

"Hoaaaheemmm", aku menguap di atas tempat tidurku. Dinginnya pagi mulai terasa, termasuk udara segar pagi yang masuk melalui ventilasi jendela kamar. "Aduh, aku harus sekolah", benak pikiranku mengingatkan. Lekas aku bangun. Kalau tidak, aku bisa berurusan dengan bapak pagi ini. Tubuhku yang masih meminta untuk lanjut tidur, ku lawan dengan hati yang kuat, sebenarnya sih terpaksa. Aku langsung menuju kamar mandi. Saat berjalan tampak bapak sudah rapi sedang menonton berita di tv. Sementara ibu sibuk menyiapkan sarapan. Sesampainya di depan kamar mandi, tak menunda-nunda aku lantas masuk. Kubuka baju kaos dan celana pendek yang kupakai semalam. Keduanya aku gantung di belakang pintu kamar mandi bersamaan dengan handukku yang sudah ada di sana. Setelah menelanjangi diri, tak buang-buang waktu aku sirami diriku mulai dari rambut hingga seluruh tubuh dengan gayung berisi air,
"gruuuusshhhh". Hal itu berulang-ulang hingga aku teringat sesuatu. Ada yang mengganjal di hatiku. Mandiku terhenti. Aku berpikir sejenak. Kupikir ke belakang seraya mengingat.

"Astaga! semalam aku ketiduran nonton bokep!" aku amat terkejut karena selepas aku bangun tidak ada laptop di dekat aku tertidur. Aku panik luar biasa. Siapa gerangan yang mematikan dan membereskan laptopku, bapak atau ibu. Tidak mungkin aku lekas bertanya begitu saja.

"Aduh, bagaimana kalau itu bapak. Habislah aku", batinku tiba-tiba menciut.

Mandiku jadi terhenti. Jadi malas rasanya untuk melanjutkan mandi dan keluar dari kamar mandi ini. Aku jadi khawatir kalah salah satu dari keduanya menanyakan apa yang baru saja kulakukan semalam. Kalau aku paksakan terus di dalam kamar mandi, itu berarti timbul masalah baru lagi. Heemm...

"Yuda! Yud! buruan kamu mandinya! ada yang bapak mau tanyakan sama kami, yud?!" teriak bapak memanggil namaku.

Mukaku berubah pucat mendengar teriakan bapak di pagi hari. Mandiku jadi tak lagi menyegarkan badan karena aura gelisah menyelimuti diriku. Pikiranku jadi terbang melayang-layang. Alasan apa yang harus aku kemukakan di depan bapak tentang masalah film porno yang kutonton semalam. Ah, malas sekali jadinya, batinku harus bersiap-siap dengan lontaran kata-kata yang intonasinya meninggi dari bapak. Ingin sekali diriku tuli sementara di pagi ini jadinya.

"Yuda! Buruan kamu mandinya! mandi kamu udah kayak anak cewek aja", teriak bapak.

Bersambung
hmm
 
Mantapppp jiwaaaa

Tapi ko aga ga tega ya, sama ide'y si bayu...
Hmmm
Ditunggu aja deh kelanjutan'y omm
 
Status
Please reply by conversation.

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd