Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Seratus Susu ~ Tamat

Akhirnya sampai juga di rumah. Sambil menghela nafas panjang, aku mematikan mesin motor lalu mencabut kuncinya. Jam tanganku menunjukan pukul 20.35. Hari ini capek sekali, harus bolak-balik dari kampus ke tempat kerja untuk mengumpulkan desain yang disetorkan pekerja lepas. Cukup sulit untuk mengelola jadwal mereka yang punya kesibukan berbeda.

Dari dalam rumah terdengar suara ibu yang sedang marah-marah. Aku membuka pintu ruang tamu dan terlihat Susi sedang duduk bersebrangan dengan ayah dan ibuku.

Ibu: "Kamu ini sudah diberi kesempatan masih mencuri juga!"

Susi: "Maafkan aku bu, aku janji tidak akan mengulanginya lagi," sambil menangis.

Ayah: "Susi, waktu itu kamu berjanji seperti itu, tapi kamu tetap mengulanginya."

Ibu: "Tidak ada kesempatan lagi, besok kamu keluar dari rumah ini!"

Susi memohon-mohon agar tidak dipecat sambil menangis.

Badanku capek, lebih baik aku menghindari percakapan itu. Biasanya amarah ibu akan merembet padaku. Aku memutuskan untuk mengambil makan malam di meja makan lalu pergi ke kamar.

Orangtuaku adalah orang yang tidak percaya untuk menaruh semua uang di bank. Mereka pernah menjadi nasabah di salah satu bank yang terkena likuidasi dan uang mereka hilang semua. Sekarang mereka menaruh sebagian uang mereka dalam bentuk tunai di rumah, di dalam lemari pakaian yang dikunci rapat di kamar mereka.

Kebetulan orangtuaku saat itu sedang menghitung uang tabungannya, ternyata uang itu hilang beberapa lembar, jumlah per ikatnya menjadi tidak genap. Tapi anehnya, pintu lemari tidak rusak dan tidak ada barang lain yang hilang. Awalnya Susi tidak mengaku mencuri dan mengatakan bahwa itu adalah ulah tuyul.

Ibuku sempat mempercayainya sampai menaruh bawang putih di dalam lemari dan di sudut kamar. Sedangkan ayahku adalah orang yang logis dan tidak percaya dengan hal seperti itu. Dia menaruh kamera tersembunyi di antara botol-botol body lotion dan peralatan make up di meja rias ibuku.

Suatu hari terlihat jelas di video kalau Susi membuka lemari itu menggunakan semacam kawat, lalu mengambil beberapa lembar uang, lalu mengunci kembali lemari itu. Dia tidak bisa berkelit lagi dan memohon maaf sambil menangis histeris, alasannya adalah butuh uang untuk biaya anaknya sekolah, dan dia malu untuk meminta.

Gaji Susi lebih besar dari UMR, membuat orangtuaku sangat menyayangkan perbuatan Susi. Orangtuaku masih memberikan kesempatan bahkan sampai memberikan sejumlah uang untuk membantu Susi. Tertangkap basah tidak membuatnya jera. Beberapa minggu kemudian uang itu hilang lagi, tapi kali ini alasan Susi adalah untuk biaya berobat ibunya yang sakit.

Sebelumnya, uang yang hilang dari di tumpukan atas, sekarang yang hilang adalah dari tumpukan bawah. Dia mengira tidak akan ketahuan, karena kamera juga sudah rusak dibanting oleh ibu yang emosi saat itu, dan dia pasti sudah mengecek tidak ada kamera lagi di kamar itu.

Menurut orangtuaku, mencuri adalah perilaku yang sulit disembuhkan dan cepat atau lambat akan kambuh kembali. Rasa mendapatkan uang dengan mudah dan sifat manusia yang serakah akan sulit dirubah. Sangat berbahaya jika tinggal dengan seorang pencuri, takutnya suatu saat nanti pencuri ini bekerja sama dengan orang jahat dan merampok seluruh isi rumah, atau bahkan sampai mengancam nyawa. Pertimbangan resiko ini membuat mereka memutuskan untuk memecat Susi.

Susi masuk ke kamarku sambil menangis, dia memohon agar aku membujuk kedua orangtuaku untuk memberinya kesempatan sekali lagi.

"Susi, kamu kan sudah diberikan kesempatan, lalu kamu sia-siakan,"
"Kamu juga tahu ayah dan ibu kerasnya seperti apa, mereka tidak akan mendengarkanku."

"Tolong bang, coba ngomong dulu dengan mereka,"
"Kalau tidak, aku akan memberitahu rahasia kita," ucapnya sambil menggenggam dan menggoyangkan tanganku.

Sial, bisa habis aku dimarahi kalau ibu sampai tahu rahasia ini. Mau tidak mau, aku turun kebawah dan mencoba meyakinkan orangtuaku untuk memberikan Susi kesempatan sekali lagi. Hasilnya sudah bisa ditebak.

Susi nampak tidak senang mendengar kabar itu. Tangisannya sudah berhenti dan dengan sewot berkata, "Ya sudah kalau begitu! Aku akan keluar dari rumah ini besok!" sambil berjalan keluar dari kamarku.

---

Ibu tidak pergi bekerja keesokan harinya untuk menunggu Susi keluar dari rumah. Dia juga memanggil tukang untuk mengganti kunci rumah selepas Susi pergi.

Saat aku pulang di malam hari, orangtuaku sudah menunggu di ruang tamu dengan wajah serius. Mereka bercerita bahwa tadi siang Susi masih tidak terima dipecat dan sempat ngomel akan membuat keluargaku menyesal.

Susi serius dengan perkataannya itu, dia menceritakan rahasia kami ke orangtua dan semua tetanggaku, tapi tidak yang sebenarnya. Pada orangtuaku, dia bilang kalau aku ngewe dia dengan paksa. Pada tetanggaku, Susi tidak bilang dipecat karena mencuri, tapi karena aku memaksa dia ngewe yang membuatnya tidak betah. Padahal kenyataannya tidak begitu, kami melakukan itu atas dasar suka dan tanpa paksaan.

Ibu bertanya kebenaran mengenai ini. Aku yang tidak bisa berbohong di depannya hanya bisa terdiam. Untungnya, tanpa aku mengatakan apa pun, ibuku yakin kalau aku tidak melakukan itu.

"Kurang ajar itu orang! Membuat nama keluarga kita jadi jelek. Tidak mungkin Budi mau dengan ART, lihat mantannya secantik apa," ucap ibuku dengan geram.

Ayahku hanya diam sambil merokok, sebagai sesama laki-laki, kemungkinan besar dia tahu kalau aku memang bercinta dengan Susi. Tidak biasanya dia diam saja tidak mengeluarkan pendapat.

Ada rasa penyesalan sudah bercinta dengan Susi, jika kejadian itu tidak terjadi, masalah tidak akan menjadi serumit ini. Seharusnya aku tidak bermain-main dengan orang terdekat.

---

Semenjak itu ada perubahan perilaku dari beberapa tetangga sekitar rumahku. Tidak semua percaya dengan omongan Susi, tapi mereka yang percaya adalah orang-orang berbahaya karena tukang gosip. Setiap gosip akan ada bumbu baru yang membuat ceritanya semakin liar, membuat namaku semakin jelek dimata orang-orang.

Untungnya sikap mereka ini hanya padaku, tidak ke orangtuaku. Yang memiliki hutang dengan ayahku masih bersikap baik, karena mereka akan berhutang lagi. Ibuku juga suka membagikan kue buatannya ke tetangga, membuatnya disukai semua orang.

Ada beberapa ibu-ibu yang biasanya ramah bahkan sampai bercanda menjurus denganku, sekarang berubah menjadi judes, diajak tersenyum saja langsung memalingkan wajahnya. Mereka yang biasanya ngobrol di teras dan hanya memakai bra saja, sekarang dengan cepat menutup bagian dada mereka saat aku lewat, seperti ketakutan melihatku.

Ada juga yang biasa saja dan masih ramah karena memang watak mereka tidak suka ikut campur urusan orang, dan tidak percaya dengan omongan para penggosip.

Yang aneh adalah beberapa yang menjadi suka mencari perhatianku. Termasuk tetangga sebelah kiri rumahku yang seorang janda. Namanya adalah Tante Sari. Tubuhnya chubby, susunya besar dan biasanya dia hanya mengenakan daster longgar bahkan bra saja saat di rumahnya.
 
Terakhir diubah:
Tante Sari adalah seorang janda yang sudah tua, anaknya saja sudah bekerja di luar kota. Suaminya meninggal saat aku masih kecil, dan sejak itu adik bungsunya yang seorang janda tanpa anak menemani di rumahnya.

Tebakanku umurnya sekitar 45-50 tahun, dan adiknya sekitar 40 tahun. Aku tidak pernah nafsu melihatnya, walaupun susunya besar dan bulat. Dia terlalu tua bagiku, wanita BBW diumur segitu bentuk tubuhnya sudah tidak karuan.

Rumahnya terletak berdempetan disamping kiri rumahku. Tembok sisi kanan rumahnya tidak tertutup dan ada celah terbuka tempat masuk cahaya. Lorong ini biasanya dipakai untuk mencuci baju dan ada kawat yang menempel di tembok untuk menjemurnya. Di ujung lorong ada kamar mandi sederhana.

Di lantai dua rumahku ada tempat kosong tanpa atap yang merupakan tempat jemuran. Dari sini bisa terlihat lorong rumah Tante Sari itu. Beberapa kali aku melihat Tante Sari baru selesai mandi dan hanya memakai handuk berjalan masuk ke rumahnya. Tapi sayangnya hanya terlihat kepala dan terkadang sedikit bahunya.

Tante Sari dan adiknya merupakan orang yang cuek dan penyendiri. Mereka tidak pernah terlihat nongkrong dengan tetangga yang lain. Walau begitu, mereka adalah orang yang ramah, selalu membalas sambil tersenyum saat disapa.

Biasanya aku bertemu mereka saat berpapasan saat berjalan ke warung, atau saat kebetulan membeli bakso gerobak. Jika gerobak baksonya ada di depan rumah dia atau rumahku, biasanya dia hanya memakai bra dan celana dalam saat memesan dan mengambil pesanan. Tapi dia akan memakai daster kalau gerobaknya mangkal agak jauh.

Aku biasanya hanya menyapa basa-basi, "Tante, beli bakso juga ya?" Gerak-geriknya seperti tidak malu, tidak berusaha menutupi tubuhnya dan bersikap biasa saja. Jika ada kesempatan, aku selalu melirik susunya, tapi tidak pernah terpikirkan sampai ingin ngewe.

Aku pernah penasaran dan bertanya ke tukang bakso, "Pak, di daerah ini ibu-ibunya aneh ya, banyak yang nggak malu cuma pakai beha?" Tukang bakso menjawab dengan tertawa, "Biasa itu mas, di kampung saya saja, cowok cewek mandi bareng di kali sambil telanjang bulat."

---

Di suatu sore, aku sudah pulang kuliah dan sedang bersantai di ruang tamu. Kebetulan hari itu aku tidak usah datang ke tempat kerja karena semua desain sudah masuk tahap produksi. Tiba-tiba ada suara Tante Sari mengetuk pintu pagar dan memanggil namaku. Dia ingin meminjam palu dan meminta bantuan untuk memperbaiki kunci slot di pintu rumahnya.

Aku sempat menolak karena ada hukum adat di daerah kami yang tidak memperbolehkan lawan jenis untuk masuk ke dalam rumah orang lain, kecuali ada suami atau anggota keluarganya yang lain. Jika ada yang melanggar, orang berhak untuk menggerebek rumah tersebut.

Yang membingungkan, Tante Sari seorang janda yang tinggal dengan adiknya yang juga seorang wanita, apakah tetap akan di gerebek juga? Namaku yang sudah tercemar membuatku tidak mau mengambil resiko dan aku menolak permintaan Tante Sari.

"Tolong Bud, kamu tahu di rumah tante kan cewek semua,"
"Masa kamu tidak mau menolong, hanya sebentar saja."

Akhirnya aku mengambil palu dan masuk kerumahnya. Kunci slot itu hanya longgar sedikit dan sepertinya tidak terlalu bermasalah karena bukan kunci utama. np8pyQ. Aku cabut pakunya dan memaku kembali dengan sudut agak miring agar kunci slot itu menjadi kokoh. Setelah itu aku berniat langsung pulang ke rumah, tapi tante menahanku dan mengajak mengobrol.

Tante: "Bud, ngobrol dulu sebentar temani tante."
Aku: "Nggak mau tan, takutnya tetangga ada yang tahu, nanti digerebek."
Tante: "Kalau tadi ada yang mendengar, mereka kan tahu kamu mau membetulkan kunci."
"Sudah tunggu di lorong depan WC, tante buatkan kopi, lalu tante traktir rokok,"
"Kamu jangan merokok di dalam rumah tante, nanti bau."

Mungkin tante sedang kesepian dan butuh teman mengobrol, jadi aku mengiyakan permintaannya. Dia lalu pergi ke warung di depan gang untuk membeli rokok dan kopi saset.

Aku duduk sila sambil menyandar ke tembok lorong depan kamar mandinya, lalu tante datang membawa segelas kopi susu dan sekotak rokok. Tante memakai daster berwarna merah. Saat dia menunduk untuk duduk di lantai, dari lubang kerahnya terlihat jelas dua susu besar mengayun bebas karena dia tidak mengenakan bra. Dia duduk dihadapanku lalu membuka percakapan.


Tante: "Bud, apakah gosip kamu dengan Susi itu benar?"
Aku: "Nggak tante, Susi dipecat ibu karena mencuri. Dia tidak terima, jadinya menyebarkan kabar bohong."
Tante: "Kamu serius tidak pernah aneh-aneh dengan Susi? Kan kalian sering hanya berdua di rumah."

Aku: "Menurut tante bagaimana? Apa mungkin aku melakukan itu?"

Tante: "Menurut tante, seusia kamu wajar kalau punya nafsu yang menggebu,"
"Tante tidak akan menyalahkan kamu,"
"Tante hanya penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi."

Aku: "Tante janji tidak akan memberitahu siapa pun?"
Tante: "Janji. Tante juga tidak suka dengan tukang gosip,"
"Kamu tahu sendiri kalau tante selalu menghindar dari mereka."

Dia beberapa kali menggerakan badannya, dasternya jadi agak turun dan terlihat lekukan susu yang menonjol dari lubang kerahnya. Dia menarik bagian bawah belakang dasternya, lalu mengibaskan bagian depannya ke atas sebelum menaruhnya untuk menutupi selangkangannya.

Di sela kibasannya itu, aku sempat melihat ada warna gelap di selangkangannya, tapi tidak terlalu jelas apakah itu jembut atau celana dalam. Tatapanku jadi tertuju ke susu dan selangkangannya itu, dan tante tidak berkata apa-apa. Aku rasa dia senang eksib dan hanya ingin melihat reaksiku, karena gerakannya tidak natural seperti yang benar-benar ingin menutupi selangkangannya.


Aku: "Sebenarnya aku dan Susi memang sering begituan, tapi suka sama suka dan tidak ada paksaan."
Tante: "Memang biasanya ngapain saja?"
Aku: "Ya begitulah tan."
Tante: "Coba jelasin, tante ingin tahu."
Aku: "Ciuman, saling hisap, terus ujungnya ngewe."
Tante: "Pasti enak ya, tante sudah bertahun-tahun nggak ngewe."
"Kenapa kamu bisa nafsu dengan Susi?"
Aku: "Karena susunya besar, seperti punya tante."
Tante: "Kamu suka susu besar ya?"

Dengan santainya dia mengeluarkan susu kirinya. Aku yang tidak menyangka tante akan melakukan itu, hanya bisa bengong sampai tidak bisa berkata apa-apa. Walau sudah turun, tapi susunya tampak besar dan bulat. Dia terus melihat wajahku seakan menikmati ekspresiku.


Tante: "Susu tante sudah jelek ya? badan tante juga gendut."
Aku: "Susu tante bagus, bulat dan besar,"
"Aku juga lebih suka badan yang berisi, empuk, lebih enak."
Tante: "Enak diapain nih?" canda tante sambil tertawa.
Aku hanya tersenyum...

Tante mengeluarkan susu yang satunya lalu menggulung bagian bawah dasternya sampai di bawah susunya. Ternyata dia tidak memakai celana dalam, memeknya terlihat tembem berhiaskan jembut disekitarnya. Mataku dimanjakan oleh pemandangan itu.


Kontolku sudah tegang, dan tidak memakai celana dalam membuat ada tonjolan menyamping di bagian dalam celana pendekku. Tante melihat kearah tonjolan itu. "Tante sudah ngasih lihat, sekarang coba kamu buka celana kamu," ucap tante.

Ingin rasanya langsung menerkam tubuh tante, melumat bibirnya, meremas susunya, tapi masalah gosip tentang Susi yang masih hangat dapat meredam nafsuku. Kuputuskan untuk pulang sebelum sange dan malah menambah masalah baru.

Aku: "Maaf tan, aku pulang dulu ya,"
"Aku tidak mau mendapat masalah baru."
Tante: "Ya sudah, lain kali saja ya."

Dia membetulkan posisi dasternya dengan raut wajah kecewa.


Sambil mengantarkanku ke pintu depan, dia berkata, "Jangan kasih tahu ke siapa pun ya Bud." "Iya tante, tenang saja," balasku singkat.
 
Terakhir diubah:
Suatu hari di minggu depannya, aku sampai di rumah sepulang kuliah sekitar jam dua siang. Baru saja memasukan motor ke teras, Tante Sari datang menghampiri, "Bud, air di rumah tante mati, boleh minta air?" "Boleh tante, wadahnya mana?" balasku. Dia lalu pergi ke rumahnya dan semenit kemudian kembali membawa jerigen besar berwarna putih.

Aku baru saja membuka jaket dan menaruh tas di ruang tamu. Air di rumahku mengalir kecil, jadi aku menyuruhnya untuk menunggu di rumahnya dan nanti akan kuantarkan jerigen itu. Sekaligus aku tidak mau dia masuk ke rumahku dan membuat gosip baru di antara tetangga.

Tante: "Tante nggak enak merepotkan kamu, sudah tante saja yang masukan airnya."
Aku: "Nggak apa-apa tante, aku saja yang mengisi air, tante tunggu saja di sini."
Tante: "Sudah tante saja, nanti orang mengira tante tidak punya etika."
"Dimana mengisi airnya?"

Aku tidak bisa membantahnya lagi, jadi aku mengantarkannya ke kamar mandi lalu dia menaruh jerigen itu di lantai. Karena tidak punya corong besar, aku memasangkan selang ke keran di atas bak. 8WnCoF Tante yang berdiri di sebelahku berkata, "Buka dulu baju dan celana jeansnya, nanti basah." "Nggak apa-apa tante," balasku.

Tante Sari lalu bergeser ke depanku dan menarik kaosku ke atas sampai terlepas lalu menaruhnya di gantungan baju. Aku cukup terkejut tidak menyangka dia akan melakukan itu, tapi aku membiarkannya. Lalu dia membuka celana jeansku dan menggantungnya juga.

Tante: "Nah begini kan lebih enak, tidak akan basah kena air. Jadi besok jeansnya bisa dipakai lagi," ucapnya sambil memandangi tubuhku.
"Kamu waktu itu nggak pakai celana dalam, sekarang kok pakai?"

Aku: "Aku pakai celana dalam kalau di luar rumah tan, takut burungku lari," candaku.

Tante tertawa sambil tangannya bergerak mau membuka celana dalamku, tapi aku menahan tangannya, dan dia tidak memaksa. Aku pergi ke kamar, lalu memakai kaos dan celana pendek. Karena takut tidak bisa menahan nafsu dan malah menambah masalah lagi, aku sempat merokok sebatang di kamar untuk menghindari Tante Sari.

Saat aku turun ke lantai satu, jerigen sudah penuh dan dikeluarkan oleh tante di depan kamar mandi. "Bud, bantu bawa ke rumah tante ya. Sekalian nanti masukan ke baskom." "Iya tante," balasku sambil membawa jerigen itu ke arah depan rumah.

Sambil menjinjing jerigen yang berat itu, aku mengikuti tante berjalan ke rumahnya setelah mengunci pintu depan. Baru saja selesai menuangkan air di baskom besar di depan kamar mandinya, tante memintaku untuk menemaninya mengobrol dulu.

Tante: "Bud, bawa rokok kan?"
Aku: "Bawa di kantong."
Tante: "Santai merokok dulu saja disini, temani tante."

Bentuk tubuhnya masih terbayang di benakku, jadi aku tidak menolak dan duduk bersila dilantai. Setelah dia duduk di sebelahku, bagian bawah daster hitamnya tersingkap keatas sampai selangkangannya jelas terlihat. Sudah jelas kalau dia dengan sengaja ingin aku melihat memek tembemnya.


Tante: "Gosip tentang kamu dan Susi masih sering terdengar,"
"Terkadang tante diajak untuk bergosip, tapi tante hanya diam atau mengalihkan pembicaraan,"
"Kamu harus hati-hati dengan orang sekitar sini. Jangan membuat masalah dengan tukang gosip,"
"Mereka suka menyebarkan fitnah."

Aku: "Iya tante... Aku malu dengan gosip ini,"
"Beberapa orang yang tadinya ramah jadi menjauhiku dan seperti ketakutan saat melihatku,"
"Seakan-akan aku ini adalah seorang penjahat,"
"Padahal aku dan Susi ngewe tanpa paksaan."

Tante menarik dasternya ke atas kakinya, seakan ingin menutupi memeknya. Tapi memeknya masih terlihat dan malah sekarang susunya yang bulat menonjol dari bagian kerahnya.


Tante: "Kamu bisa percaya sama tante, karena tante punya hasrat seks yang liar juga."
"Kamu suka susu yang besar."

Dia membuka dasternya, sampai terlihat bra hitam yang menopang susunya.
"Kalau tante, suka saat orang melihat tubuh tante," lanjutnya sambil mengeluarkan salah satu susunya.



Aku jadi percaya kalau Tante Sari bisa menjaga rahasia, karena dia juga membongkar rahasianya ini padaku. Aku meremas susunya dengan lembut. Dia tidak menolak dan sibuk memainkan rambutnya. Matanya tidak berhenti menatap mataku yang berjalan-jalan memperhatikan susu dan memeknya.

Aku mau membuka bra-nya tapi tante menahan tanganku. Dia lalu membukanya sendiri dengan perlahan lalu berpose centil sambil terus menikmati tatapanku.


Rasa penasaran membuatku bertanya alasannya dia suka eksib. Ternyata di masa mudanya, dia itu langsing dan selalu memakai baju yang tertutup, tapi susunya besar. Ukuran susu yang tidak proporsional dengan tubuhnya saat itu, tetap menonjol tidak perduli dia memakai baju setertutup apa, dan tetap menjadi perhatian para pria.

Lama kelamaan, perasaan risih dengan tatapan orang-orang berubah menjadi menikmatinya. Dia merasa lebih percaya diri dan merasa lebih menarik karena memiliki kelebihan, yaitu ukuran susunya yang besar.

Dia memintaku menjelaskan dengan detail, awal aku bisa ngewe dengan Susi dan apa saja yang dilakukan. Pemandangan gunung yang besar dan pembahasan menjurus ini membuatku bernafsu. Dia mempermainkan psikisku, tatapan mata dan ekspresi wajahku menjadi makanan untuk Tante Sari. Sudah tidak tahan lagi, aku membuka celana lalu mengocok kontolku sambil menceritakan detail saat ngewe Susi.

Aku membayangkan tubuh Tante Sari saat masih muda, saat kulitnya masih kencang, dan tubuhnya masih langsing. Susunya pasti terlihat indah sekali.


Sambil mendengarkan ceritaku, tangan kiri tante mengocok memeknya, dan tangan kanannya mengocok kontolku. Setelah beberapa menit, dia berdiri dan berkata, "Jangan sampai keluar dulu, ayo kita ke kamar tante."


Aku mengikuti tante berjalan ke kamarnya. Untuk saat ini, dia adalah wanita tertua yang akan aku ewe, dan aku penasaran rasanya bagaimana.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd