Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Seratus Susu ~ Tamat

Bimabet
Semenjak putus, waktu luang ketika tidak bekerja dan kuliah lebih banyak kuhabiskan dengan sahabatku. Belum ada terpikirkan untuk mencari pacar lagi, aku sedang menikmati masa jombloku yang penuh kebebasan.

Aku berada di dua pergaulan yang berbeda. Pergaulan pertamaku adalah empat orang sahabat yang semuanya pria yang dulu selama Es Em A satu sekolah denganku. Dua dari mereka adalah temanku dari Es DE, yang secara kebetulan masuk ke Es Em A yang sama.

Di pergaulan kedua ada tiga orang sahabat sejak Es Em Pe, termasuk Toni yang satu kampus denganku. Mereka adalah dua orang cowok dan seorang cewek yang perilakunya agak tomboy, oleh sebab itu kami mengganggapnya sebagai cowok. Saat Es Em A, aku terpaksa pindah sekolah karena tidak diterima saat ujian masuk di sekolah yang sama dengan mereka. Tapi kami tetap dekat dan sering main bareng.

Karakter antara kedua pergaulan ini tidak cocok saat disatukan, berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda jauh, obrolannya juga tidak nyambung. Yang satu senang olahraga, clubbing dan membuat onar, yang satunya lagi senang jalan-jalan dan kenakalannya paling hanya mabuk. Ini membuatku harus pintar membagi waktu untuk bermain dengan mereka.

Di pergaulan pertamaku ada yang bernama Anton, rumahnya adalah tempat ngumpul karena paling besar dibandingkan rumah kami semua. Anton ini tinggal di rumah om dan tantenya. Dia memiliki masa kecil yang kelam.

Anton adalah tiga bersaudara yang semuanya adalah laki-laki, dan Anton yang paling nakal. Hampir setiap minggunya, orangtua Anton dipanggil ke sekolah karena Anton berantem, menjahili temannya, atau melawan guru.

Orangtua Anton yang sudah capek mengurus, merelakannya untuk diadopsi oleh om dan tantenya. Kebetulan tantenya Anton tidak bisa punya anak, padahal dia dan suaminya sangat memimpikan seorang anak. Sejak saat itu, Anton jarang bertemu dengan orangtua kandungnya dan mengganggap om dan tantenya adalah orangtuanya.

Berbanding terbalik denganku yang sibuk dengan kuliah dan kerja, Anton masih ingin menikmati masa mudanya. Kegiatannya setiap hanya main, nongkrong sana-sini, dan mabuk-mabukan. Dia berasal dari keluarga berada, dan dia mendapatkan uang bulanan yang besar dari dua sumber, yaitu om dan ibu kandungnya.

Tante Anton bernama Diana. Berumur 41 tahun, ibu rumah tangga ini sepanjang hari hanya diam dirumah. Parasnya cantik, tubuhnya mungil, dengan kedua susu yang ukurannya proporsional dengan tubuhnya. Suaminya memiliki showroom mobil bekas, yang buka setiap hari dari Senin sampai Minggu.

Anton sering bercerita kalau tante sampai sekarang merasa terpukul karena tidak bisa hamil, dia merasa kurang sempurna sebagai wanita.

Tante Diana adalah orang yang periang, senyuman selalu menghiasi wajahnya. Dibalik senyuman itu, matanya terkadang berbicara lain, aku merasakan ada kesedihan yang terpendam di pancaran matanya.

Terlepas dari beban pikirannya, tante dan suaminya adalah pasangan yang romantis. Di malam hari, mereka sering berdansa sambil mendengarkan lagu klasik. Sebuah kegiatan yang jarang dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah puluhan tahun.

Tidak ada hubungan yang sempurna, mau seromantis apapun pasti ada berantemnya juga. Anton pernah bercerita kalau om dan tantenya jarang berantem, tapi sekalinya berantem akan menjadi besar, sampai berujung si om menginap di saudara atau temannya selama beberapa hari.

Pada suatu hari Minggu, Anton dan sahabatku yang lainnya akan liburan ke luar pulau. Mereka sudah memesan tiket kereta yang akan berangkat jam 19.00.

Aku tidak bisa ikut karena besoknya harus kuliah dan bekerja. Kampusku sangat ketat, dua kali bolos saja langsung tidak lulus dan harus mengulang mata kuliah tersebut di semester depan. Hal ini membuatku dapat meredam keinginanku untuk ikut mereka.

Aku main ke rumah Anton di siang hari untuk membantunya packing dan mengantar mereka ke stasiun kereta. Tumben sekali Tante Diana tidak terlihat sampai sore, awalnya aku mengira Tante sedang pergi. "Dia di kamar seharian, kemarin habis berantem besar sama om, jangan diganggu, nanti lu ikut dimarahin," jawab Anton.

Sore harinya, pukul 18.00 aku pergi mengantar mereka menggunakan mobil milik Tante Diana. Stasiun hanya berjarak 4 kilometer tapi jalanannya lumayan macet. Aku sampai ke rumah Anton kembali jam 19.15.

Aku membuka pintu pagar dan memarkirkan mobil di samping rumah. Lalu aku mengetuk pintu depan yang terkunci. "Tokkk... Tokkk... Tokkk..." "Siapa?" terdengar suara Tante Diana. "Budi tante, mau balikin kunci dan STNK," jawabku.

Tante membuka pintu dan mengenakan baju tidur berwarna hitam yang seksi, dan matanya terlihat sembab.
 
Terakhir diubah:
Aku tidak berpikir aneh-aneh karena sudah sering melihatnya mengenakan baju tidur yang minim bahan. Daripada merusak rumah tangga orang, aku lebih baik bermain dengan janda. Lagi pula umur Tante Diana yang 41 tahun sudah terlalu tua untuk seleraku. Selain itu, aku juga tidak enak dengan Anton dan omnya.

Dia berdiri di depan pintu lalu mengulurkan tangannya. Setelah aku memberikan kunci dan STNK dan berterima kasih, dia hendak langsung menutup pintunya tanpa berkata apa-apa. Tidak seperti biasanya yang selalu memintaku menemaninya mengobrol, kali ini dia ingin aku langsung pulang.

"Tante, tas aku masih ada di kamar Anton," ucapku. Dia membuka pintu dan aku pergi mengambil tas di kamar Anton. Saat aku kembali, tante terlihat sedang duduk dengan pandangan kosong di sofa ruang tamu. Tadinya aku tidak mau berkata apa-apa, takutnya salah ngomong dan malah menyinggung dia. Tapi rasanya tidak tega melihat tante seperti itu.

"Tante kenapa? Kalau mau cerita, aku siap mendengarkan," ucapku. "Bukan urusan kamu... Anak kecil tau apa!" jawabnya dengan suara sedikit bergetar. Aku hanya terdiam mendengarnya.

Aku meminta ijin untuk mengambil minum di ruang makan. Saat mengambil gelas, terlihat meja makan kosong tidak ada makanan apapun. Aku membawa dua gelas air putih dan menaruh salah satunya di meja depan Tante Diana. "Minum dulu tante, aku akan temani sampai om pulang." Dia membalas ketus, "Dia nggak akan pulang hari ini."

Tidak tega rasanya jika aku pulang sekarang dan meninggalkan tante sendirian di rumah. "Tante sudah makan malam belum? Aku lihat meja makan kosong," tanyaku. Dia hanya menggelengkan kepalanya. "Tante terakhir makan kapan? Nanti maag-nya kambuh loh." Dia menjawab, "Tadi pagi, sekarang tante mau tidur, kamu pulang saja."

Aku ingin membelikannya makanan, tapi setelah dipikir lagi, akan lebih baik mengajaknya makan malam di luar, mungkin jalan-jalan bisa membuatnya terhibur dan lupa dengan beban pikirannya. Dia beberapa kali menolak dan aku tetap merayu untuk mengajaknya makan.

Akhirnya dia menerima ajakanku setelah kami hanya duduk diam selama beberapa menit, dan aku mengancam tidak akan pulang sampai tante makan malam, sampai pagi pun akan aku tungguin.

Tante berganti baju terusan selutut yang tertutup, wajahnya tetap cantik walau tanpa make-up. Kami pergi ke mall terdekat yang hanya berjarak 5 km. Alasanku tidak ngengajaknya ke rumah makan atau cafe adalah siapa tahu tante mau shopping untuk melepas stress.

Mall di kotaku kecil-kecil dan jumlahnya hanya hitungan jari. Tidak seperti di kota besar, mall disini masih ramai walau sudah jam 20.00. Sambil berjalan berdampingan, aku mencoba menghibur tante dengan melontarkan candaan, tapi tante hanya tersenyum tipis.

Sesampainya di food court, aku menanyakannya ingin makan apa dan dia hanya bilang, "Terserah kamu saja." Tempat duduk yang kosong hanya di depan kios es buah dan masakan Jepang. Aku menyuruh Tante Diana untuk duduk duluan sambil menungguku membeli dua paket beef yakiniku dan dua ice lemon tea.

Selesai makan, dia bercerita tentang masalahnya saat berantem dengan suaminya. Om tidak mau kalah berdebat, dan akhirnya membahas tante yang tidak bisa punya anak. Bagi seorang wanita, tentu hal ini sangat sensitif dan dapat melukai hatinya.

Tante mulai menitikan air mata dan mengusapnya dengan tissue. Aku pindah tempat duduk ke sebelahnya lalu memeluk bahunya dengan tangan kananku untuk menenangkannya. Ini adalah pertama kalinya aku pergi ke mall berdua dengan seorang tante-tante, dan aku merasa orang-orang menatap kami dengan pandangan yang aneh.

Aku yang tidak punya solusi apapun hanya bisa menenangkan tante sambil mengusap lengan atasnya. Di satu sisi aku malu dilihat orang, tapi di sisi lain aku tidak tega melihat tante menangis. "Sabar ya tante, om hanya terbawa emosi saja, dia ngomong begitu bukan dari hatinya."

Pernyataan yang klise dan basa-basi, tapi yang terpenting bukanlah apa yang kukatakan, melainkan pelukan dan usapan yang kuberikan. Setidaknya dia merasa ada yang mendengarkan dan menenangkannya.

Setelah emosinya stabil, tante mengajakku menemaninya belanja baju. Baru beberapa langkah, dia mengulurkan telapak tangannya dan mengajak bergandengan tangan. Aku sempat menolak, karena tidak nyaman dengan tatapan orang-orang. "Tenang saja Bud, orang pasti mengiranya kamu anak tante," dia membaca pikiranku.

Aku tidak pernah melihat anak seumuranku yang digandeng oleh ibunya, tapi ya sudah lah, tante lagi sedih jadi aku akan mengikuti apa yang dia mau, lagipula mall akan tutup pukul 22.00. Hatiku tidak tenang selama berjalan berdua di mall itu, takut bertemu dengan orang yang dikenal. Perasaanku mengatakan bahwa orang-orang mengira aku adalah seorang g1gol0.

Kami masuk ke sebuah toko baju wanita dari merek terkenal. Dia berkeliling dan memilih tiga baju terusan lalu mencobanya di ruang ganti dan selalu meminta saranku. Dimataku semua terlihat sama saja, modelnya hanya berbeda sedikit di pola jahitan dan berbeda warna.

Setelah mencoba beberapa baju, nampak tante sudah melupakan masalahnya, dia sudah kembali ceria lagi. Dia berpose sambil memiringkan tubuhnya ke kanan dan kiri.

"Dari tiga baju yang tante coba tadi, yang mana yang paling bagus?" tanyanya antusias sambil tersenyum.

"Lebih bagus yang pertama tante, warna cerah cocok untuk tante yang periang."

"Tapi tante suka warna gelap Bud, menurut kamu nggak cocok ya?" balasnya dengan cemberut manja.

Selalu serba salah saat menemani wanita memilih baju. Sebenarnya pendapatku tidak penting, dia hanya ingin dukungan untuk baju yang disukainya.

"Wajah tante cantik, mau pakai apa juga akan terlihat bagus. Yang hitam tadi bagus juga."

Raut wajahnya menunjukan kalau dia tersipu-sipu. Beberapa wanita yang sudah berumur memang senang dipuji, mungkin karena mereka sudah jarang mendapatkan pujian, atau mungkin juga pujian dapat mengembalikan rasa percaya diri mereka, apalagi yang memuji jauh lebih muda.

Akhirnya tante memutuskan untuk membeli yang warna hitam. Awalnya aku mau membelikan tante baju ini untuk menyenangkan hatinya, tapi aku mengurungkan niat setelah melihat harga yang tertera adalah 999 ribu. Aku hanya diam berpura-pura bodoh di samping tante sambil menunggunya menyelesaikan pembayaran.

Dia lalu memintaku menemaninya ke salah satu toko merek olahraga, dia bilang akan membelikan apapun yang kuminta. Aku menolaknya dan mengajaknya pulang, dengan alasan mall itu akan segera tutup. Lebih baik aku membeli barang murah dengan uangku sendiri, daripada dibelikan oleh orang lain.

"Ya sudah kalau begitu, tante mau belikan untuk Anton saja," ucapnya sambil menarik tanganku untuk masuk ke toko tersebut.

Aku memberikan saran agar tante membelikan celana training, karena kalau sepatu tergantung selera, takutnya Anton tidak suka, dia juga sudah punya banyak kaos dan hoodie. Tante lalu mengepaskan celana ukuran L ke kakiku, karena postur badanku dan Anton mirip, jadi ukuran celana kami sama.

Setelah membayar celana seharga 699 ribu itu, kami segera pulang. Sepanjang jalan, kami tidak berhenti bercanda dan menertawakan rasa makanan yang tidak enak sampai tatapan aneh dari orang-orang di mall tadi. Aku senang melihat tante sudah ceria kembali.

Sesampainya dirumah tante, aku tidak langsung pulang karena ingin memastikan dulu kalau tante sudah baik-baik saja. Aku membuat secangkir kopi dan merokok di ruang tamu. Tante datang dari arah kamarnya lalu duduk dengan jarak setengah meter sebelahku, dia sudah mengenakan baju tidur hitam yang dia pakai sebelum pergi.

"Makasih ya Bud, tante senang banget di mall tadi," sambil tersenyum.
"Aku juga senang melihat tante sudah ceria lagi. Aku ikutan sedih kalau melihat tante murung," balasku.

Setelah percakapan kecil dan rokok yang kuhisap habis, aku memutuskan ingin pulang. Sebelum itu aku ingin menyemangati tante dulu. Aku bergeser jadi duduk berdempetan dengan tante, lalu memeluk dan mengusap lengan atasnya dan berkata, "Tante lupain masalah kemarin ya. Aku mau pulang dulu. Tante nggak apa-apa kan ditinggal sendirian?"

Tidak disangka tante menyandarkan kepalanya di bahuku. Sesungguhnya aku tidak ada maksud aneh-aneh, dia adalah "orangtua" dari sahabatku, aku juga dekat dengan suaminya. Tapi sepertinya dia salah menanggapi pelukan dan perhatianku.

Aku mencoba menggeser badanku untuk menghindarinya, tapi dia ikut bergeser. "Bud, kamu mau temani tante nggak malam ini?" ucapnya sambil tangannya memeluk perutku. Ingin rasanya menolak, tapi mulutku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Aku hanya terdiam.
 
Banyak penolakan di dalam pikiranku, mulai dari aku tidak mau merusak rumah tangga orang dan hubunganku dengan Anton, aku belum mengerjakan tugas praktek untuk besok, dan besok jam 7 pagi aku ada mata kuliah teori. Sialnya aku melihat ke arah paha tante, ujung baju tidurnya yang pendek tertarik sampai selangkangan, kulitnya yang kuning langsat masih terlihat mulus diumur segitu.

Aku sudah sering melihat Tante Diana memakai baju tidur seksi seperti ini, dan tidak pernah nafsu. Berbeda untuk kali ini, pelukannya mendatangkan hawa nafsu yang mulai merasuki dan mengambil alih pikiranku. Jantungku berdetak kencang dan Tante Diana menyadarinya, dia menaruh tangan kanannya di dada kiriku.

"Kenapa detak jantung kamu mendadak kencang banget?"

"Aku grogi tan," jawabku.

"Memangnya menurut kamu, tante yang sudah keriput ini masih menarik?"

"Tante masih cantik kok, badan tante juga bagus, imut gitu."
"Apalagi tante orangnya ceria, ngegemesin," jawabku sambil memeluknya erat.

Sambil berdiri dia berkata, "Kamu tunggu di kamar tante ya Bud, tante mau mengunci pintu pagar dan ruang tamu dulu. Tenang saja, om tidak mungkin pulang hari ini."

Aku melihat tubuhnya yang mungil berjalan keluar rumah, timbul rasa penasaran ingin mencobanya. Tubuhku sudah terasa panas, dan si joni sudah tegang. Di dalam kamar aku dengan cepat membuka seluruh pakaianku. Dia masuk ke dalam kamar dan langsung menjatuhkan diri ke atas ranjang dengan posisi tubuh menyamping.

Dia melihatku yang berdiri telanjang bulat dan sedang mengocok si joni di sudut kamar. Dia bercanda sambil tertawa, "Iiihhhh Budiii... sudah bugil saja," lalu menutup matanya.


Baju tidurnya terlihat terangkat sampai bokongnya terlihat, dia memakai celana dalam berwarna hitam. Dia lalu menghampiriku dan berdiri di depanku. Tubuhnya mungil, tingginya hanya sebahuku, warna kulitnya kuning langsat. Aku menarik dasternya ke atas dan melemparkannya ke lantai, lalu tante membuka celana dalamnya. Terlihat susu yang sudah agak keriput, tapi masih menonjol dan besarnya proporsional.

Tante Diana mengocok si joni sambil sesekali meremas manja bijinya, dilanjutkan dengan kami berciuman dengan liar selama beberapa saat. Aku memeluk dan mengangkat tubuhnya yang imut, lalu menaruhnya di atas ranjang. Dia tertawa kecil, "Eeehhh... hahahaha..."

Sepertinya tante sudah kembali ceria dan tidak stress lagi. Wajahnya selalu tersenyum dan tertawa, membuatku penasaran dengan ekspresi wajahnya saat sedang keenakan.

Aku tiduran terlentang di sebelah kirinya, lalu berkata, "Tante, boleh nyusu nggak?" "Kamu benar mau nyusu? Susu keriput gini?" jawabnya sambil kedua tangannya menopang bagian bawah susunya agar terlihat kencang.

Memang susunya sudah keriput, tapi aku harus memujinya untuk membuatnya senang, "Nggak koq, badan tante masih seksi dan mulus, susunya juga masih bagus. Yang terpenting, wajah tante cantik seperti masih mahasiswi." Dia tersenyum lebar sambil menyibak rambutnya, "Masa sih Bud?" Aku tersenyum dan mengangguk, "Benar tante, aku nggak bohong."


Tatapan mata tante berjalan dari wajahku sampai ke telapak kakiku. "Badan kamu bagus ya Bud, dan ini susu kamu besar," candanya sambil tersenyum lalu meremas susuku. Aku memang dari Es Em A sering fitness, terutama belakangan ini saat sudah sulit mencari jadwal untuk basket.


Setelah puas memainkan susu dan putingku, dia meraba perutku yang six-pack. Tangannya mulai jalan ke selangkanganku, lalu mengocok si joni. "Kenapa bengkok Bud?" tanyanya sambil bercanda. "Biar lucu tante," candaku.

Dia duduk di atas perutku, dan aku meremas-remas kedua susunya, terasa sudah tidak sekenyal yang muda, tapi bentuknya masih bagus tidak kempes. Dia memajukan badannya sampai susunya berada di depan wajahku, "Ayo nyusu Bud." Aku menghisap pentol putingnya yang berwarna cokelat. Tante mengelus kepalaku dengan lembut.

Aku menahan punggungnya dan membalikan tubuhnya ke samping sampai terlentang, lalu kubuka selangkangannya. Belum pernah melahirkan membuat lubangnya masih bagus, tidak sehancur punya Tante Bunga. Lubangnya juga terlihat sempit dengan bulu-bulu tipis yang rajin dicukur.


Tidak bisa menahan diri lebih lama, aku mengecup lubang itu beberapa kali, lalu mulai menjilatinya. Tercium aroma khas wanita yang sedikit asam tapi tidak berbau comberan. Lidahku bergerak cepat menjilati kacang klitorisnya, lalu kuhisap gelambirnya beberapa kali.

Setelah lubang itu mulai becek, aku mengubah posisi tubuh dan memasukan si joni ke lubang itu. Tante menutup matanya sambil meremas-remas kedua susunya dan mendesah kecil. Lubangnya masih terasa sempit, dan setelah beberapa menit, timbul sebuah ide untuk mencoba pose yang baru.

Aku menarik tubuhnya ke pinggir ranjang, lalu berdiri dan kutancapkan lagi si joni sampai mentok ke pangkalnya. Aku mengarahkan kedua kaki tante agar melingkar di pinggulku sambil menaruh kedua tanganku di punggung Tante Diana. Kuangkat tubuhnya menggunakan kekuatan tangan dan tarikan tubuhku.

Tubuhnya yang mungil membuatku tidak kesulitan. Setelah terangkat, dia dengan reflek mengunci kedua tangannya di belakang leherku, dan kedua kakinya di belakang pinggangku.

Aku menaruh kedua bagian dalam lenganku di bawah dengkulnya, lalu telapak tanganku mencengkram lembut pinggulnya. Kedua tanganku menahan bobot tubuh Tante Diana. Setelah tubuhnya terasa rileks dan nyaman, aku menggerakan kedua tanganku sampai tubuhnya bergerak maju mundur terus menerus. Terasa si joni bergesekan dengan dinding lubang yang hangat dan sempit itu.

Lima menit kemudian tubuhku sudah banjir keringat, pinggangku terasa pegal, dan tanganku sebentar lagi akan mati rasa. Seimut-imutnya, tetap saja berat Tante Diana itu sekitar 35-40 kg. Aku menaruh tubuh tante di atas ranjang, lalu tiduran terlentang sambil mengatur nafasku yang ngos-ngosan.

Tante menyadari aku kecapekan, dan memberikanku waktu sebentar untuk beristirahat. Dia tiduran disebelahku, mengecup pipiku, lalu mengelus kepalaku. Senyumannya membuat hati ini terasa adem, dan tidak membutuhkan waktu lama sampai nafasku normal kembali.

Dia memindahkan posisi tubuhnya keatasku dan memasukan si joni ke lubangnya sampai mentok ke pangkalnya. Dia menggoyangkan pinggulnya ke depan dan belakang, lalu berputar ke kanan lalu ke kiri.

Aku terus meremas kedua susunya sambil menikmati ekspresi wajah tante yang sesekali menggigit bibir bawahnya. Sekitar lima menit kemudian si joni berkedut dan muntah di dalam lubang tante.

Ini adalah pertama kalinya aku keluar di dalam tanpa beban, rasanya hangat dan puas sekali. "Eh... nakal ya keluar di dalam," ucap tante sambil mengurangi irama goyangannya. Setelah si joni berhenti berkedut, tante mengangkat tubuhnya sampai si joni terlepas. Lendir menetes turun dari lubang itu dan membasahi si joni.

Tante lalu tiduran menyamping dan menaruh kepalanya di dadaku.

"Tadi seru ya Bud..."

"Iya seru tante... Lubang tante juga masih sempit, enak," balasku.
"Tante, jangan cerita tentang ini dengan siapa pun ya."

"Ya nggak mungkin tante kasih tau orang Bud," jawabnya sambil tertawa.

Kami membersihkan diri bareng dengan air hangat. Lalu tante mengganti sprei dan kami tidur nyenyak sampai pagi.

Aku pulang sekitar jam 7 pagi sehabis sarapan nasi goreng buatan tante. Sesampai di rumah, aku berniat untuk datang kuliah dan membuka tas untuk memasukan buku. Di dalam tas itu ada celana training yang kemarin tante beli dan secarik kertas bertuliskan, "Thanks sudah menghibur tante. Ini hadiah untuk kamu."

Badanku terasa remuk dari atas sampai bawah, akhirnya aku bolos kuliah dan tidur sampai sore.

Sejak kejadian itu, aku menjadi pemuas nafsu Tante Diana setiap bertengkar hebat dengan suaminya. Tapi pertengkaran itu jarang terjadi, paling hanya setahun sekali.
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd