Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

ada:Peace: dua kubu lah yang sempat nampak di cerita karma masa lalu... pergerakan narkoba dengan yang anti narkoba. bisa di kata di antara kupu-kupu VS si Ratu Lebah sedang bangun singgasana.

perselisihan terus berlanjut hingga Japra masuk penjara dan mati selepas kebebasan nya juga tentang kecelakaan Lilis.

achh:ngeteh:hh biar suhu
@satria73 nanti yang menguraikan ini semua.​
 
ada:Peace: dua kubu lah yang sempat nampak di cerita karma masa lalu... pergerakan narkoba dengan yang anti narkoba. bisa di kata di antara kupu-kupu VS si Ratu Lebah sedang bangun singgasana.

perselisihan terus berlanjut hingga Japra masuk penjara dan mati selepas kebebasan nya juga tentang kecelakaan Lilis.

achh:ngeteh:hh biar suhu
@satria73 nanti yang menguraikan ini semua.​
siap gan, semua akan terurai pada waktunya
 
Indeks :
1. Perjalanan Pertama
2. Ritual Melepas Perjaka
3. Malam Pertama yang Melelahkan
4. Kisah Lastri : Tragedi Berkedok Ritual
6. Swinger Berkedok Ritual
7. Curi curi Kesempatan 4some
8. Malam Tanpa Bulan/Kisah Lilis
9. Pemanasan Menjelang Malam Jum'at Pon
10. Malam Jum'at Pon
11 : Ritual Melepas Perawan
12 : Bibi Genit
13 : Pindahan Mbak Wati
14 : Pembicaraan 4 mata[/URL]
15 : Rahasia yang Terungkap
16 : Child Jaman Now
17 : Jang, Ningsih Hamil !
18 : Mimpi yang Aneh
19: Rahasia dari Masa Lalu
20 : Menjelang Pernikahan
21 : Kegilaanku, Bi Narsih dan Desy
22 : Hari Pernikahan
23 : Pulang Ke Bogor
24 : perjalanan ke Karawang
25 : Menyusun Rencana
26 : Ancaman Lilis
27 : Lastri
28 : Ritual dengan Bi Na
29 : Ritual yang Sesungguhnya
30 : Apakah Aku Bermimpi?
31 : Siapa Mereka ?
32 : Upacara Pancamakarapuja
33 : Serangan Gelap
34 : Saatnya Berkorban
35 : Pertarungan Terakhir
Bab 36 : Sebuah Tanda Tanya "
37 : Murkanya Jago Tua
38 : Saatnya Balas Dendam
39 : Duel Sengit dengan Jago dari Cirebon"]39 : Duel Sengit dengan Jago dari Cirebon
40 : Pernikahan Yang Tidak Direncakan
41 : Pertarungan di Waktu Shubuh
42 : Jang, Abah Haji Meninggal
43 : Matinya Sang Mucikari
44 : Buku Wasiat Pak Budi]/URL]
45 : Pertemuan Dengan Codet
46 : Pertarungan Yang Sesungguhnya
47 : Matinya Codet
48 Penggagas Ritual Sex Gunung Kemukus
49 : 3 Gadis Anak Codet
50 : 2 Perawan di Sarang Preman
51 : Pertarungan Di Sarang Preman
52 : Rahasia di Dalam Kotak
53 ; Rahasia yang Tersimpan di Brankas
54 : Pengakuan Bi Narsih
55 : Duel Mang Karta dan Gobang ( Duel Pamungkas )
Prolog

Season 2 : Menuju Puncak

Chapter 1 : Sebuah Awal
Chapter 2 : Gobang si Jago Tua
Chapter 3 : Dhea Sang Pengawas
Chapter 4 : Bu Dhea Pengawas atau Budak Sex?
Chapter 5 : Mengecoh para pengintai

Chapter 6 : Menuju Puncak Kemukus
Chapter 7 : Jalu
Chapter 8 : Musuh Dalam Selimut
Chapter 9 : Dendam Masa Lalu
Chapter 10 : Photo Dalam Brankas
Chapter 11 : Shomad
Chapter 12 Pengakuan Rani dan Rini
Chapter 13 : Terseret Dendam Masa Lalu
Chapter 14 : Dendam Tanpa Ahir
Chapter 15 Antara Benci dan Rindu
Chapter 16 : Lilis Sang Ratu
Chapter 17 : Tato Tersembunyi
Chapter 18 Berburu Emas
Chaptet 19 : Penghianat
Chapter 20 : Duel Hidup dan Mati Dua Musuh Bebuyutan
Chapter 21 : Serigala Berbulu Domba
Chapter 22 : Jejak Sang Penghianat
Chapter 23 : Introgasi
Chapter 24 : Menjebak Lastri

Ijin ninggal sendal gan
 
Chapter 6

"Semalam Lilis dan Ningsih dibawa ke RS oleh Mang Udin dan Ibumu, sepertinya sudah mau melahirkan." jawab Ambu membuatku heran karena mereka mau melahirkan pada waktu bersamaan. Bukankah itu aneh. Sebuah kebetulan atau mungkin sebuah keajaiban.

"Ambu gak ikut ke ES?" tanyaku heran. Mustahil Ambj datang dari jauh kalau tidak menunggu kelahiran ke dua cucu pertamanya.

"Tadinya Ambu mau ikut, tapi diparang Mang Udin. Ambu disuruh nungguin kamu." jawab Ambu sambil membetulkan handuk yang dipakainya. Sekilas aku melihat tubuh polos Ambu yang terawan apa lagi tunggal di Desa membuat Ambu selalu bergerak sehingga tubuhnya tetap kencang.

"Jang, kamu harus lebih hati hati sekarang, Ambu mimpiin kamu hanyut oleh banjir besar. Tiga kali Ambu mimpiin kamu seperti itu." kata Ambu menatapku dengan sorot mata keibuan.

"Iya, Mbu. Ujang akan selalu hati hati." aku tersenyum berusaha menenangkan Ambu yang tentu menghawatirkan nasib anak dan cucunya kalau terjadi sesuatu padaku. Itu manusiawi.

"Kamu mandi dulu, kita ke RS. Apa kamu mau Ambu mandiin?" tanya Ambu tersenyum genita sambil membuka handuk dan merapikannya lagi seopang handuk yang membelit tubuhnya longgar.

"Ujang sebentar lagi punya anak, masa masih dimandiin..!" tolakku secara halus karena tahu apa yang dimaksud Ambu. Tidak swkarang, karena aku lebih memikirkan keadaan Lilis dan Ningsih di RS.

"Ya sudah, buruan kamu mandi. Nanti keburu anak kamu lahir." kata Ambu meninggalkanku sambil meremas kontolku.

Swbuah tantangan yang tidak akan aku lewatkan begitu saja dalam keadaan normal. Tapi situasinya sekarang berbeda, aku inhin secepatnya berada di RS. Menjadi saksi kelahiran anak anakku. Mengumandangkan Azdan di telinga kanan mereka dan membacakah Qomat di telinga kiri mereka. Ini adalah moment paling bersejarah dalam hidupku.

Dengan tergesa gesa aku mandi. Yang penting basah dan kena sabun. Ini adalah mandi tersingkatku. Aku segera berpakaian dengan pakaian simpel, sebuah celana katun dan kaos.

"Jang, buruan, Lilis sudah melahirkan. Tadi Mang Udin nelpon." teriak Ambu sambil mengetuk pintu kamar.

"Iya, Mbu...!" aku segera membuka pintu. Ambu berdiri dengan memakai baju gamis dan jilbab yang warnanya saling bertabrakan. Mungkin dia melakukannya dengan terburu buru sehingga tidak sempat memadukan warna yang serasi. Wajahnyapun terlihat belepotan bedak yang dilakukannya tergesa gesa. Anehnya tidak mengurangi kecantikannya. Kecantikan wanita parahyangan.

******

"Ujang anak kamu permpuan...!" seru ibu tergopoh gopoh menghampiriku yang baru saja datang. Wajahnya terlihat bahagia dengan kelahiran cucu pertamanya.

"Iya, Ningsih bagaimana, Bu?" tanyaku karena belum menerima kabar Ningsih.

"Ningsih sepertinya masih lama." jawab ibu.

Masih lama, aku gelisah menanti kehadiran anak yang akan lahir dari Ninhsih yang masih belum pasti. Nasib Lilis dan anaknya sudah jelas ketahuan. Jadi bisa sedikit mengurangi bebanku. Bagaimana dengan Ningsih dan anaknya.

"Kamu lihat Lilis dulu...!" kata ibu menyuruhku menemui Lilis, aku hanya mengangguk kecil meninggalkan Ibu dan Mang Udin yang sudah menjadi ayah tiriku dan juga Ambu yang tetap berjaga di ruang tunggu persalinan.

Aku berjalan menyusuri koridor RS menuju tempat Lilis dirawat, sebuah ruangan cukup mewah untuk ukuran kantongku si mantan penjual mi ayam. Aku masuk tanpa mengetuk pintu, kehadiranku disambut senyum bahagia Lilis yang sudah .enjadi wanita sempurna.

"A Ujang, anak kita perempuan. Maaf, Lilis gak bisa ngasih anak laki laki seperti keinginan A Ujang." kata Lilis, raut bahagia tergambar jelas di wajahnya yang cantik.

"Perempuan lelaki sama saja, itu hadiah terindah dari Tuhan untuk kita." jawabku sambil mencium keningnya yang halus. Ini adalah momen paling dahsyat dalam hidupku. Aku jadi seorang ayah.

"Ningsih bagaiman, A?" tanya Lilis.

"Masih nunggu bukaan selanjutnya." jawabku tidak begitu mengerti apa yang dimaksud dengan bukaan.

"Udah bukaan berapa?" kembali Lilis bertanya.

"Aa gak tahu. Bagaimana dengan wajah anak kita?" tanyaku lebih tertarik membicarakan anakku yang baru lahir. Mengingat keadaan Ningsih membuatku sangat tegang.

"Masih di ruang bayi. Aa nungguin Ningsih sana. Tadi anak kita yang ngajanin Mang Udin.

" Lilis gak apa apa?" tanyaku senang disuruh menunngu detik detik Ningsih melahirkan.

"Ibu suruh ke sini." jawa Lilis meminta ibuku menemaninya.

"Iya, aku ke tempat Ningsih, ya..!" pamitku sambil mencium bibir Lilis yang merah alami. Untuk beberapa saat kami berciuman. Setelah pias, aku meninggalkan Lilis sendirian di kamar. Aku setengah berlari ke ruang tunggu persalinan.

"Bu, tolong jagain Lilis sama Mang Udin, biar Ujang dan Ambu di sini." kataku ke Ibu yang terlihat lelah. Di kamar tempat Lilis dirawat ada sofa panjang, Ibuku bisa tidur sebentar.

"Ambu juga mau ke kamar Lilis, biar Ceu Kokom bisa tidur sebentar." kata Ambu yang melihat ibuku yerlihat mengantuk. Jadilah aku sendiri menunggu kelahiran Ningsih.

Ternyata menunggu istri melahirkan sangatlah menyiksa. Aku gelisah harap cemas. Waktu berjalan sangat lambat. Hingga ahirnya seorang perawat muncul.

"Suaminya Ibu Ningsih...!"

"Saya, Sus...!" aku berjalan cepat menghampirinya. Jantungku berdegup kencang menunggu kabar yang dibawanya. Apakah anakku lelaki atau perempuan? Sehatkah istri dan anakku?

******

Ahirnya Lilis dan Ningsih serta ke dua anakku diperbolehkan pulang oleh dokter setelah kondisi mereka dinyatakan sehat. Benar benar aneh, kelahiran anakku hanya berbedaa beberapa jam dan mereka diperbolehkan pulang di hari yang sama. Sebuah kebahagian yang tidak pernah aku impikan sebelumnya. Hidup dengan dua bidadari dalam satu atapan, sekarang lebih sempurna dengan kehadiran dua bayi wanita yang sehat, cantik dan lucu. Aku benar benar pria paling beruntung.

Kezibukanku sebagai ayah baru dari dua bayi wanita yang cantik dan lucu sangat menyita perhatianku sehingga aku bisa melupakan semua masalah yang sedang aku hadapi. Aku menghadapi dua wanita yang sebsntar sebentar berteriak memanggilku bergantian.

"A Ujang, tolong ambilin popok Si Eka...!" teriak Lilis membuatku lari tergopong gopoh mencarikan popok untuk anakku Eka Ayudia.

"A Ujang, tolong gendongin Dwi...!" baru saja aku duduk, Ningsih memintaku menggendong anak ke duaku Dwi Ayudia.

Kesibukana yang membuatku bahagia. Kesibjkan seoarang ayah yang bergantian menggendong ke dua anaknnya. Bahkan saat aku kena ompol, aku enggan menganti pakaianku. Bau ompol membuatku merasa nyaman.

"Capek Jang, punya dua anak sekaligus?" tanya Ambu setelah ke dua anakku tidur dan ke dua ibunyapun ikut tidur. Aku melihat jam dinding, baru jam 8 malam. Tapi sebentar lagi antara jam 10-11 aku akan disibukkan kembali oleh Eka yang rewel dan minta gendong.

"Ujang bahagia, Mbu..!" jawabku tersenyum kepada mertuaku yang cantik dan awet muda itu. Yang menyempatkan waktunya datang dari kampung untuk membantu merawat ke dua anakku.

"Setiap orang tua pasti bahagian melihat anakknya tubuh, apa lagi saat mereka masih bayi.!" kata Ambu duduk di sampingku yang bersandar di sofa empuk.

"Ambu pijitan ya?" tawaran Ambu rasanya terlalu sulit aku tolak. Tapi aku juga merasa sungkan kalau harus menerima tawarannya.

"Ujang gak capek, Mbu. Ambu yang kelihatannya capek." aku menolaknya secara halus.

"Kalau A Ujang mau dipijitin Ambu, gak apa apa. Pijitan Ambu enak. Lagi pula Lilis dan Ningsih belom bisa ngelayanin A Ujang." kata Lilis yang tiba tiba muncul di hadapan kami.

"Eh, Aa gak cape..!" jawabku berusaha mengelak dari birahiku yang belom tersalurkan beberapa hari ini. Sesuatu yang cukup menyiksaku yang mempunyai kecenderungan hyper sex.

"Tuh, udah dapet ijin dari Lilis. Tapi pijitnya gak garatis loch...!" gida Ambu dengan kerlingan mata genitnya yang aku yakin masih mampu meruntuhkan keimanan seorang pria.

"Paling juga Ambu minta upah disodok...!" goda Lilis yang tahu apa yang dimaksud oleh Ambu.

"Disodok apanya, Lis?" Ambu tertaw mendengar perkatann Lilis yang dianggapnya sudah biasa.

"Memek Ambu pengen disodok kontol A Ujang, iyakan? Emang Abah sekarang udah jarang nyodok ya, Mbu?" tanya Lilis begitu fulgar. Seolah tidak ada batas antara ibu dan anak. Aku yang mendengar obrolan mereka agak risih.

"Sejak Abah kalian jatuh dari pohon 3 tahun yang lalu, kontol Abah kalian gak bisa bangun." jawab Ambu membuatku semakin risih. Rahasia yang seharusnya tersimpan rapat dengan ringannya diucapkan di hadapanku.

"Kontol A Ujang enak gak, Mbu?" tanya Lilis semakin gencar memancing gairahku. Gairah yang butuh penyaluran.

"Mantab pisan. Gede, panjang dan keras. Sampe mentok memek Ambu...!" jawab Ambu tidak kalah binalnya dengan Lilis. Tangannya meraba kontolku yang mulai terusik.

"Tuh, sudah ngaceng aja kontol Ujang..." kata Ambu, tangannya menyusup ke dalam celana pangsiku. Celana kebesaran yang selalu aku jenakan saat di dalam rumah. Sehingga kontolku yang mulai bangun terlihat menonjol.

"Lilis tidur dulu, ya...!" Lilis mencium bibirku sebelum meninggalkan kami di ruang keluarga. Entah kenapa aku tidak melihat rasa cemburu di matanya. Berbeda saat dia memergokiku dengan Ratna di kamar Kos sehingga aku harus merelakan diriku di vasektomi. Itu artinya aku tidak bisa menghamili wanita lagi. Tapi kenapa libidoku semakin menjadi jadi butuh penyaluran setiap saat.

Setelah Lilis masuk kamar, Ambu mengeleuarkan kontolku dari balik celana pangsi dan tanpa bertanya Ambu mengulum kontolku dengan bernafsu. Kulumannya sangat nikmat, kepalanya bergerak turun naik memompa kontolku. Sensasinyapun sangat berbeda karena yang sedang mengulum kontolku adalah Ambu, ibu mertuaku sendiri. Hubungan tabu yang tidak boleh kami lakukan. Tapi nafsu tidak pernah mengenal batasan, nafsu adalah gairah yang ada di sisi terkelam manusia.

"Ambu, terus Mbu...!" rintihku menikmati sepongan Ambu yang dahsyat. Tanganku meremas payudara Ambu yang tidak memakai BH dengan lembut. Payudara yang pernah menjadi sumber makanan Ningsih istriku.

"Enak gak sepongan Ambu, Jang?" tanya Ambu setelah puas mengulum kontolku. Tangannya bergerak lincah membuka dasternya. Ambu tidak memakai BH dan juga CD, rupanya dia sudah mempersiapkan dirinya sejak awal.

"Ambu gak kuat pengen dientot...!" kata Ambu langsung naik ke pangkuanku yang masih berpakaian lengkap, tangannya merih kontolku agar tepat berada di lobang memeknya yang sudah basah. Dengan mudah kontolku amblas dalan jepitan memek hangatnya.

"Memek Ambu hangat benar. Jepitannya mantab...!" bisikku sambil menciumi lehernya yang jenjang. Kubiarkan mertuaku bergerak memompa kontolku untuk meraih kenikmatannya sendiri. Tawarannya untuk memijitku hanyalah sebuah kamuflase, karena yang dimaksud memijit adalah memijit kontolku.

"Iya mantu kesayangan Ambu. Kontol kamu ennnak banget...!" Ambu bergerak turun naik. Payudara montoknya ikut bergoyang menggidaku untuk meremaanya. Tanpa ada rasa sungkan, karena batasan sudah kami langgar aku meremasnya dengan lembut. Remasan yang akan menambah kenikmatan yang dirasakan Ambu. Kenikmatan yang akan melambungkan kami ke surga dunia, puncak tertinggi dari sex.

"Gelo, kontol mantu sendiri ennnnak banget...!" rintihan Ambu semakin keras saja. Mengalahkan suara sinetron yang sedang disiarkan televisi yang dibiarkan tetap menyala.

"Memek Ambu gak kalah sama memek Lilis dan Ningsih..." bisikku sambil mencium lehernya sehingga meninggalkan bercak merah.

"Jang. ambuuuuu kelllluarrrr....!" jerit Ambu menyambut orgasme pertamanya yang dahsyat. Tangannya memeluk tubuhku dengan erat. Dan aku kembali meninggalkan jejak merah di lehernya yang jenjang.

"Kamu benar benar hebat, pantas Lilis dan Ningsih begitu tergila gila sama kamu." bisik Ambu diahiri cupangan pada leherku, seakan ingin membalas perbuatannku meninggalkan bercah merah pada lehernya yang putih.

"Untung Ambu gak hamil sama kamu, kalau Ambu hamil, adeknya Lilis dan Ningsih adalah anak tiri merka. Bibi dan juga adik dari anak anaknya Lilis dan Ningsih." bisik Ambu membuatku tertawa geli membayangkannya.

"Ambu, Ujang pengen Ambu ningging...!" bisikku agar Ambu menghentikan gerakkannya yang sedang mengocok kontolku.

"Ich, mantu kurang ajar, nyuruh Ambu nungging...!" bisik Ambu mencium bibirku dengan bernafsu.

Ambu turun dari pangkuanku dan menungging sambil berpegangan pada sandaran sofa. Belom sempat aku menyodok memek Ambu, suara gedoran di pintu membuatku batal menyodok memek Ambu.

"Mbu, Ujang liat siapa yang datang dulu, nanti kita lanjut..!" kataku agak jengkel karena suara gedorannya semakin keras. Benar benar memancing emosi. Apakah tidak bisa memencet bel.

Aku setengah berlari ke ke pintu depan dan membukanya. Ternyata menggedor pintu adalah Desy, wajahnya terlihat sembab seperti habis menangis.

"Ada apa, Des?" tanyaku menyambut pelukannya sehingga hampir saja aku terjatuh ke belakang kalau saja kuda kuda kakiku kurang kuat menyambut pelukannya..

"Mamah, A.... Mamah....!" Desy tidak meneruskan perkataannya, dia menangis dengan keras membuatku bingung apa yang sebenarnya terjadi.

"Ada apa, Des?" tanya Ambu yang keluar mendengar tangisan Desy yang jeras sehingga terdengar sampai ke dalam.

"Mama masuk di bawa ke RS...!" kembali Desy menangis

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd