Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey

Tambahin mulustrator?


  • Total voters
    533
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Part 29. Ujian Nasional

Hari demi hari berlalu, aku jadi semakin perhatian dengan Ririn dan bu Siti. Aku selalu menanyakan kabarnya. Apalagi aku mengetahui kalau ayahnya adalah seorang lelaki yang brengsek dan suka main tangan.

Dan bu Siti, setelah aku mengetahui kalau dia sedang mengandung anakku, aku jadi sering mengunjunginya hanya untuk mengelus-elus perutnya yang belum terlihat besar.

Skip...

Tibalah saatnya aku menghadapi ujian nasional. Pagi hari pukul 04.30 WIB aku merasakan tubuhku digoyang-goyang.

"Ran! Randyyy...!!!"

Aku pun terbangun lalu mengucek mataku. Ternyata yang membangunkanku adalah kak Ranty.

"Bangun! kamu kan mau ujian Ran..." perintah kak Ranty.

"Baru jam berapa nih kak,, hoamzzz," jawabku sambil menguap dan meregangkan badan.

"Tapi kan kamu harus siap-siap, belajar dulu, inget-inget pelajaran yang udah kamu pelajari, biar nanti bisa ngerjainnya."

Aku tak menghiraukannya justru menarik tubuh kak Ranty lalu memeluknya seperti aku memeluk guling.

"Aduh Ran, kok malah ngajak tiduran sih," protes kak Ranty kemudian dia menggelitikiku.

"Aaaah,, geli kak..." Aku kelojotan di atas kasur menahan tangannya agar berhenti menggelitik.

"Makannya bangun jangan males-malesan, katanya mau perjuangin masa depan kita."

Aku setengah membuka mata dan menatap kak Ranty yang berada di sebelahku.

"Kasih buff dulu dong kak," ujarku sambil tersenyum penuh arti.

"Huh? maksudnya?" jawab kak Ranty tidak mengerti.

Aku tak menjawab hanya menunjuk ke arah bibirku sambil memanyunkannya.

"Halah kamu ini, ada aja alesan buat cari kesempatan."

"Hehe,, mana ada cari kesempatan, emang bener kok, dulu aja waktu pertandingan basket Randy dapet ciuman dari kak Ranty buff nambah 40%, kalo ML nambah 100%, nanti Randy tiba-tiba jadi pinter deh," pungkasku sambil tertawa kecil.

"Hih,, dasarrr..." rajuk kak Ranty namun tak ayal dia mendekatkan bibirnya ke arah bibirku dan cuppp...

Kami berciuman lembut. Posisiku sedang terlentang sedikit miring, posisi kak Ranty miring ke arah diriku.

"Ihh bau,, belum gosok gigi yah Ran!"

"Kan baru bangun kak, masa gosok gigi sambil tidur," ucapku dengan santai.

"Emang kakak udah gosok gigi?" imbuhku lagi.

"Udah dong, enak aja."

"Ya udah Randy gosok gigi pake mulut kakak aja, hehehe..." balasku setengah bercanda.

"Dasarrr..."

Setelah itu kak Ranty kembali menciumku dan benar saja dia jilati gigiku dengan lidahnya.

Aku gigit lidahnya lalu aku sedot hingga masuk ke dalam mulutku. Aku mainkan lidahnya di dalam mulutku, kak Ranty terlihat diam saja sembari lidahnya dijulurkan layaknya anjing.

Kemudian aku remas pantatnya dan beberapa kali aku tabok hingga kak Ranty sesekali memekik. Saat itu dia masih mengenakan piyama.

Setelah itu aku tarik tubuh kak Ranty hingga tubuhnya tepat berada di atas tubuhku dan menindihku.

Tangan kak Ranty berada di kedua pipiku sembari kami berciuman. Dadanya menempel erat di dadaku.

Tanganku lalu kumasukkan ke dalam celananya dan aku remas pantat kak Ranty tanpa penghalang. Ternyata dia tidak mengenakan celana dalam.

Aku sibakkan bokongnya ke kanan dan kiri hingga lubang pantatnya meregang. Lalu ku usap-usap lubang itu dengan jari telunjuk kemudian aku dorong jariku hingga masuk satu ruas jari.

"Ouhhh...Rhann...!!!" pekiknya merasakan jariku yang masuk menerobos lubang pantatnya.

Tiba-tiba lubang itu menyempit sehingga jariku terjepit erat di dalam. Tanganku ia cubit dan tabok sambil memintaku untuk mencabutnya.

"Tarik Ran, duhh...kakak jadi mules nih dicolok begitu," protesnya.

"Hehehe...ya udah keluarin aja kalo gitu."

"Sembarangan...!!!"

Kemudian aku tarik jariku hingga terlepas dari lubang boolnya.

Tanganku berpindah ke bagian atas tubuh kak Ranty. Dia sedikit mengangkat badannya dan menciptakan space diantara dada kami.

Pertama-tama aku remas toketnya yang menggantung itu. Lalu aku buka kancing bajunya satu per satu hingga bra pink milik kak Ranty menyembul dari dalam.

Aku langsung mengangkat bra itu ke atas lalu aku kecup dan sedot puting sebelah kirinya. Kak Ranty kemudian sedikit menurunkan badannya agar aku dapat mengenyotnya tanpa harus mengangkat kepalaku.

"Ouhhh...shhhh...emhhhh..." desah kak Ranty.

Aku menyedot puting kirinya dan memilin puting kanannya dengan jariku, begitu juga sebaliknya.

Setelah puas aku lepaskan pagutanku di toketnya itu. Lalu kak Ranty turun hingga mencapai pinggulku.

Kemudian dia langsung menarik celana boxerku hingga terlepas dan menampakkan kontolku yang mengacung dengan keras.

Kak Ranty melirik ke arah wajahku sambil tersenyum nakal. Kemudian kak Ranty menjilat batang kontolku dari testisku hingga ke kepala kontolnya, naik dan turun.

Lalu ditegakkan batang kontolku dan langsung dimasukkan ke dalam mulutnya.

"Ouhhh...nikmat kakkk...!!!" desahku menerima blowjob darinya.

Aku menikmatinya beberapa saat, kemudian kak Ranty mulai melepaskan celananya hingga bagian tubuh bawahnya telanjang.

Lalu kak Ranty kembali merangkak naik di atas tubuhku hingga tubuh kami sejajar.

Kak Ranty kemudian mengarahkan kontolku ke lubang memeknya, dan...

Blesss...

"Ouhhhh....!!!"Kak Ranty memekik pelan.

Kontolku masuk sepenuhnya ke memeknya. Saat itu posisi kak Ranty sedang duduk di pangkuanku dengan piyama atasnya terbuka seperti adegan gisel, ehh...

Setelah diam beberapa saat, kak Ranty mulai menggoyangkan pinggulnya.

"Ouhhh...shhh...ouhhh...shhh...ouhhh..." Desah kami berdua.

Tak ketinggalan toketnya yang menggantung aku remas dan kenyot sepuas hati.

Semakin lama gerakannya semakin cepat tetapi itu tak membuatku merasa akan jebol sedikitpun.

Tampaknya aku telah mendapatkan pelajaran yang cukup berharga dari bu Siti dalam hal memuaskan wanita.

Ditambah lagi jamu yang sering dia buatkan untukku tiap kali kita bertemu membuat staminaku menjadi semakin kuat.

Hingga beberapa saat kemudian.

"Enghhh...Rhannn...kakakkk...mhauuu...nyampheee...ouhhh..."

Plokkk...plokkk...plokkk...plokkk...

Dan...

Srrr...srrr...srrr...srrr...

Aku merasakan kontolku disemprot oleh cairan kenikmatan kak Ranty. Dia ambruk dan memelukku. Aku diamkan dia agar menikmati sisa-sisa orgasmenya sembari mengatur nafas.

Setelah nafasnya mulai teratur aku kemudian membalikkan tubuh kami sehingga sekarang aku berada di atas tubuh kak Ranty.

Tanpa melepaskan kontolku aku gerakkan sedikit demi sedikit memompa memeknya. Beberapa saat kemudian kak Ranty mulai mendesah kembali.

"Ouhhh...shhh...Rhannn..."

Aku pagut lehernya dan aku remas toket kirinya untuk menambah rangsangan pada tubuh kak Ranty.

Dan benar saja, beberapa saat kemudian kak Ranty kembali mencapai orgasme.

Srrr...srrr...srrr...

Wajah kak Ranty mendongak ke atas sembari menggigit bibirnya saat merasakan orgasmenya yang kedua.

Aku melihat kasurku basah kuyup di bagian kemaluan kami karena cairan cinta kak Ranty yang keluar.

Kemudian aku cabut kontolku yang masih mengacung dengan keras.

"Kak nungging dong!" pintaku kepadanya.

Tetapi kak Ranty malah hanya membalikkan badannya saja hingga dia telungkup.

Aku tabok dengan lembut pantatnya.

"Dibilang nungging malah tengkurep doang!" protesku.

Kak Ranty diam saja, lalu aku berinisiatif untuk mengangkat pantatnya hingga dia menungging dengan bertumpu pada lututnya.

Terlihat dua lubang yang sangat menggoda terpampang jelas dihadapanku.

Kemudian aku jilat bibir memeknya ke atas hingga mencapai lubang pantatnya, lalu aku mainkan lidahku di area lubang anus kak Ranty dan ku tekan-tekan dengan lidahku hingga sesikit masuk.

"Awhhh...Rhannn..." pekik kak Ranty lirih.

Aku ludahi sedikit kedua lubang itu kemudian aku arahkan kontolku ke lubang memeknya dan...

Blesss...

Masuklah kontolku ke dalam lubang memeknya lagi.

"Uhhh..." pekik kak Ranty menerima kontolku.

Aku kembali menggoyangkan kontolku di dalam memeknya.

Plokkk...plokkk...plokkk...

Bunyi kemaluan kami saling beradu. Kepala kak Ranty menoleh ke belakang.

"Rhann...udahhh...dhuluuu...entharrr...kamuuu...teerlammbattt...shhh...ouhhh..."

Kemudian aku percepat gerakan kontolku agar cepat mencapai klimaks.

Plokkk...plokkk...plokkk...

Beberapa saat kemudian aku merasa bahwa aku akan jebol maka aku percepat gerakan kontolku yang mengaduk memeknya, dan...

Srrr...srrr...srrr...srrr...

Kak Ranty mencapai orgasmenya yang ketiga terlebih dahulu, lalu tak lama berselang...

Crottt...crottt...crottt...crottt...crooottt...

Aku menumpahkan spermaku di dalam rahim kak Ranty. Setelah selesai aku lalu mencabut kontolku dari memek kak Ranty.

Terlihat lubang memeknya terbuka lebar dan kembang kempis karena sedari tadi diganjal oleh kontolku. Lalu keluar cairan putih kental mengalir ke pahanya.

Kak Ranty masih berdiam diri dengan posisi yang sama. Iseng aku jepret dirinya dengan hpku untuk kujadikan koleksi.

Setelah itu kudorong tubuhnya hingga ambruk ke samping. Terlihat kak Ranty lemas tak berdaya.

Aku kemudian memakai kembali pakaianku dan keluar kamar untuk mandi dan bersiap pergi ke sekolah.

Mata kak Ranty mengikuti arah perginya diriku hingga aku menghilang dibalik pintu kamarku.

Usai bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, aku menyalakan motorku. Kak Ranty menemaniku di depan teras rumah.

"Ran!" panggilnya.

Aku menoleh.

"Semangat!" ucapnya sambil menggenggam tangan di depan wajah.

"Tenang aja kak, udah dapet buff dari kakak, Randy pasti bisa ngerjain soal," balasku sembari tersenyum.

"Oke deh," jawab kak Ranty singkat.

Aku pun kemudian menjalankan motorku meninggalkan kak Ranty.

Sesampainya di sekolah, seperti biasa setelah aku memarkirkan motorku aku mampir ke warung bu Siti untuk sarapan.

Saat itu aku sudah disambut oleh Ririn dengan nasi goreng ati ampela dan segelas teh hangat.

"Udah siap buat ujian?" tanya Ririn sambil menyodorkan sarapanku.

"Siap gak siap,, hehehe..." jawabku sekenanya.

Aku menyantap makanan sembari mengulang pelajaran yang telah kita pelajari sebelumnya.

"Oh ya Ran, lu tau gak?" ucap Ririn tertahan.

"Tau apaan?"

"Bentar lagi gue punya adik," balas Ririn.

"Oh ya...???" Aku pura-pura terkejut.

"Iya..."

"Bentar lagi gue juga punya anak," batinku.

Aku tersenyum sambil mengangguk.

"Terus perceraian ibu lu gimana?" tanyaku kepadanya.

"Lagi proses Ran!"

"Terus bapak lu gimana? ngamuk lagi?"

Ririn menggelengkan kepala.

"Gue sama ibu gue ngungsi di rumah sodara, hehehe..."

"Oh, bagus deh buat sementara lebih baik gitu." Aku manggut-manggut.

Aku kembali menyelesaikan makanku. Sejenak aku lirik ke arah bu Siti yang sedang melayani tamu yang datang.

Saat itu bu Siti juga melirikku. Dia tersenyum penuh arti sembari mengelus perutnya itu lalu melanjutkan aktifitasnya.

"Ya udah yuk, entar telat lagi," ajak Ririn kepadaku.

"Yuk!" balasku singkat.

Kami lalu masuk ke sekolah melewati tembok seperti biasa. Di dalam koridor kami berpisah karena kita beda kelas.

Sesampainya di depan ruang ujianku aku bertemu dengan Lisa.

"Lis!" panggilku.

Dia menoleh lalu melambaikan tangan.

"Ran, gimana udah siap contekannya?" sergah Lisa.

"Ya elah ngapain pake contekan, kan gue udah belajar," ujarku bercanda.

"Alahhh, sok iya banget deh," balasnya lalu menoyor kepalaku.

Saat itu para siswa hanya duduk di depan ruangan menunggu pengawas datang. Mereka duduk sembari belajar untuk yang terakhir kalinya sebelum ujian dimulai.

Namun berbeda dengan mereka, aku dan Lisa justru sedang berada di bagian belakang toilet siswa yang biasa dijadikan tempat pembakaran sampah.

"Ran, cepet Ran!"

Lisa mengintip dibalik tembok sedang mengawasi situasi apabila ada orang yang datang. Saat itu hanya kepalanya saja yang terlihat apabila dilihat dari sudut yang lain.

Dengan cepat aku menaikkan roknya lalu menurunkan celana dalam Lisa hanya sebatas lutut. Saat itu posisinya setengah membungkuk.

Setelah dua bongkahan pantatnya terpampang dihadapanku, aku langsung mengarahkan kontolku yang sudah bebas sejak sampai di tempat itu kearah memeknya.

Blesss...

"Ouhh...Rhannn...enakkk..." desah Lisa.

Aku langsung pompa memeknya dengan kecepatan maksimal.

Plokkk...plokkk...plokkk...plokkk...

Tubuh Lisa tersentak-sentak. Dia menarik kepalanya yang tadi mengintip lalu menghadap ke tembok dengan bertumpu pada kedua tangan.

"Uhhh...Rhann...ghuee...mauu...nyampheee..."

Aku percepat pompaanku lalu tiba-tiba...

Teeeeettttt......!!!

Bel sudah berbunyi, itu tandanya para pengawas sudah masuk ke ruangan masing-masing dan ujian akan segera dimulai.

"Waduh telat masuk nihhh...!!!" batinku panik.

Sesaat sebelum Lisa mencapai klimaks dengan buru-buru aku tarik kontolku hingga terlepas dari memeknya.

Lisa kelojotan kemudian terjongkok merasakan klimaksnya yang sekali hit lagi sampai namun harus tertahan.

"Awhhh...Rhanndy...anjhimmm...ngaphainn..di...lephasss..." pekik Lisa protes.

Aku tak memperdulikannya lalu aku angkat celanaku dan memakainya lagi. Kemudian aku berlari meninggalkan Lisa yang masih terjongkok.

"Rhannn tunggu...!!!" panggilnya dari jauh.

Setelah sampai ruangan aku langsung masuk dan duduk. Saat itu pengawas sedang membagikan soal dan lembar jawaban.

"Kamu dari mana? kenapa telat?"

Pengawas itu bertanya dengan wajah yang jutek.

"A...anu pak, tadi habis ke toilet," jawabku sekenanya.

"Ya udah duduk, telat satu menit lagi kamu gak saya kasih masuk!" bentaknya lagi.

"I...iya pak."

Aku kemudian duduk di mejaku.

Beberapa menit kemudian Lisa menyusulku masuk. Kondisinya acak-acakan.

Ujung baju sebelah kanannya masuk ke dalam rok sedangkan sebelah kirinya di luar. Rambutnya juga berantakan.

Sepertinya Lisa tidak sempat membenahi dandanannya karena terburu-buru.

"Loh kamu darimana? kok baru dateng?" ucap pengawas itu dengan nada lembut.

"I...itu pak, habis dari belakang," jawab Lisa dengan gugup.

"Oh gitu ya, ya udah sekarang kamu masuk, besok jangan diulangi lagi yah."

Pengawas itu tersenyum dan mempersilahkan Lisa duduk begitu saja padahal dia sendiri yang bilang kalau telat satu menit lagi dia tidak ijinkan masuk, tetapi Lisa yang lebih dari semenit tetap diperbolehkan masuk.

"Dasarrr,, kalo sama cewek aja lu jinak," umpatku dalam hati.

Ujian pun dimulai, aku langsung mengatur strategi untuk membuka contekanku. Aku lirik pengawas itu.

Matanya jelalatan kemana-mana. Bukan untuk mengawasi tapi untuk tebar pesona kepada siswi di sana, terutama Lisa yang dari saat masuk ruangan sudah menggugah birahi.

Aku lirik ke arah Lisa, dia tampak menggaruk-garuk kepalanya karena pusing tidak bisa membuka contekannya karena dilihat terus oleh pengawas itu.

Aku tertawa dalam hati, lalu ku manfaatkan kesempatan itu untuk membuka contekanku dan menyalinnya di lembar jawab hingga selesai.

Kertas bocoran itu hanya berisi 60% dari total jawaban yang ada di soal UN. Jadi kalau aku menyalin seluruh contekan itu dengan benar aku sudah dijamin lulus dengan nilai minimum, dan soal lain yang tidak ada di contekan aku kerjakan sendiri dengan otakku.

Setelah aku menyelesaikan semua soal UN itu aku lalu meregangkan badanku. Sejenak aku lirik ke arah Lisa, dia balik melirikku.

Ku sunggingkan senyum kepuasan sambil menaikkan kedua alisku. Raut wajah Lisa tampak cemberut dan iri.

"Heh kamu! ngapain tengak tengok, udah selesai?" ujar pengawas itu menegurku.

Aku tersenyum dengan bangganya.

"Udah dong pak," jawabku dengan santai.

"Kalo udah keluar sana! jangan gangguin yang lain!" sergah pak pengawas dengan nada tinggi.

Aku lalu berdiri hendak beranjak dari kursiku. Sesaat aku kembali melirik ke arah Lisa. Aku kembali tersenyum dan mengedipkan salah satu mataku.

Lisa membuang muka. Aku kemudian beranjak pergi dari ruangan ujian itu. Dari luar aku aku mengintip ke dalam ruangan.

Aku lihat Lisa melotot ke arahku. Aku hanya tertawa sembari menjulurkan lidahku lalu dia berpaling.

Tetapi beberapa saat kemudian aku jadi merasa kasihan dengannya. Maka aku memutuskan untuk sedikit membantunya.

Lalu aku berjalan menuju pintu ruangan itu kemudian aku ketuk pintunya.

Tok...tok...tok...

"Siapa itu?" ujar pengawas lalu bangkit menuju ke arahku.

Dia kemudian membuka pintu.

"Oalah kamu lagi, ngapain kamu ke sini lagi?" bentaknya seperti biasa.

"Hehehe,, gak papa pak, cuma mau nanya nanti ujian kedua jam berapa ya pak?"

"Ealah malah nanyak kamu sama saya, kan kamu yang punya jadwalnya, tinggal diliat!"

"Oh iya lupa," jawabku sambil cengengesan.

Dia berbalik namun aku tahan.

"Bentar pak!"

"Apalagi sih kamu!!??"

Aku berfikir sejenak untuk mencari topik pembicaraan yang menarik agar perhatian pengawas itu teralihkan dari ujian itu.

"Ehh iya, bapak tau gak bu Ningsih?" tanyaku kepadanya.

Benar saja ketika dia mendengar nama wanita dia langsung fokus terhadap pembicaraan.

"Bu Ningsih siapa?" balasnya penasaran.

"Guru bahasa inggris sekolah ini pak."

Aku melirik ke arah dalam ruangan. Semua siswa memanfaatkan momen itu untuk membuka contekan mereka masing-masing, termasuk Lisa.

"Emang kenapa sama dia?"

"Bu Ningsih itu orangnya cantik, terus..."

Aku mendekatkan mulutku ke telinganya.

"Janda baru," bisikku.

"Ah yang bener?" tanyanya bersemangat.

"Iya bener lah pak, kalo gak percaya bapak datang aja ke ruang guru terus mejanya nomor 3 dari depan paling kiri." ujarku menjelaskan.

Pengawas itu terlihat antusias dengan topik itu.

"Dasarrr pengawas mesum," batinku.

Setelah kami berbincang cukup lama, bel tanda selesai pun berbunyi. Semua murid keluar dari ruangan.

Lisa keluar dengan wajah bete. Aku tersenyum menyambutnya keluar.

"Hehehe,, gimana tadi ujiannya lancar?" tanyaku menggoda.

"Arkhhh...!!!" serunya sambil menjambak rambutku lalu dipontang-pantingkan ke sana kemari.

"Aduhhh...Lis nyebut Lis nyebut...!!!" pekikku merasa pusing.

Lisa melepaskan jambakannya lalu terduduk di kursi depan ruangan. Aku kemudian menyusul untuk duduk di sampingnya.

"Aduh Ran gimana nih! tadi gue belum sempet nyalin semuanya," pungkas Lisa terlihat stress.

"Lah kan tadi udah gue bantu biar pengawas tadi gak liatin lu terus."

"Iya tapi lu telat tadi ngelakuinnya, gue buru-buru jadi gak sempet deh."

Lisa menutup wajahnya dengan telapak tangan tampak frustasi. Lalu aku merangkulnya dari samping.

"Udah tenang aja," ucapku seraya mendekatkan wajahku ke arahnya.

Lisa lalu menoleh sehingga mata kita saling bertemu, dia mengernyitkan dahinya.

"Kan masih ada tahun depan, hahaha...aww...!!!" tawaku tertahan karena dia mencubil pinggangku.

"Iya sama lu!" jawabnya singkat.

Beberapa saat kemudian tiba-tiba Ririn datang. Aku langsung menarik tanganku yang sedang merangkul Lisa.

Ririn menatap kami secara bergantian.

"Ada apa Rin?" tanyaku kepadanya.

"Gak papa, eh gimana tadi ujiannya, bisa?" ujarnya dengan nada datar.

"Bisa dong," balasku sembari mengacungkan jempolku.

"Oh syukur deh, berarti belajar kita selama ini gak sia-sia dong."

Aku hanya mengangguk.

"Bisa apaan, orang nyontek juga," celetuk Lisa tiba-tiba.

Seketika langsung aku bungkam mulutnya dengan tanganku.

"Hnggann..vrrrchhaa..hmma..arnnddy.. (Jangan percaya sama Randy)" gumam Lisa tak jelas karena bungkamanku.

Lisa kemudian melepaskan tanganku dari mulutnya lalu mencubit pinggangku.

"Aww...!!!"

Lisa memasang muka sebal kepadaku. Saat itu Ririn memperhatikan tingkah kami.

"Kalian akrab banget yah!" ucap Ririn.

Aku dan Lisa sontak melotot ke arah Ririn secara bersamaan.

"Akrab apanya...!!!" ujar kami secara bersamaan.

Kemudian kami saling berpandangan karena jawaban kami yang berbarengan. Ririn tertawa kecil melihat tingkah kami.

"Ya udah kalo gitu, semangat ya buat ujian selanjutnya," kata Ririn memberi semangat.

Ririn kemudian kembali ke ruangannya untuk belajar dan mempersiapkan jam ujian kedua.

Setelah Ririn berlalu, Lisa kemudian menoleh ke arahku.

"Ran!"

"Iya?"

"Teganya lu bikin gue kentang tadi," sungut Lisa.

"Emangnya gue gak kentang, gara-gara lu sangean di saat yang gak tepat, huuu..." protesku tidak mau kalah dengannya.

"Ya udah, tapi nanti pulangnya lu harus tanggung jawab ya."

"Iya," jawabku singkat.

Kami pun kembali mengikuti ujian kedua pada hari itu.

To Be Continue...
Morning sex...ahjiiib
 
Kisah seorang anak SMA dalam menaklukan hati wanita-wanita di sekitarnya.

Halo para suhu, ini cerita pertama saya 😅
Jadi mohon maklum jika ceritanya agak berantakan ya

Selamat menikmati! 😋


Berhubung vote banyak yang minta mulustrasi, saya kasih ya suhu, tapi nyicil.😋
Note : Usia yang tertera adalah usia saat cerita ini dimulai.

Nama : Randy Aditya Wibowo
Umur : 18 tahun
Yang lain nyusul.[/SPOILER
Yg lain gak usah menyusul suhu. Jauh dari ekspektasi dikhayal kami. Mending gak usah mulustrasi walaupun vote menyatakan menang

Menurutku gak usah dilanjut mulustrasi nya suhu. Walaupun vote menyatakan menang mulustrasi.
Kenapa? Karena jauh dari ekspektasi khayalan kami. Dikhayal kami jauh lebih ganteng & lebih cantik
 
Part 30. Final Day

'Three days of nightmare' telah selesai. Aku yakin kalau aku bisa lulus ujian meskipun dengan nilai pas-pasan.

Di hari terakhir ujian aku keluar ruangan dengan perasaan lega. Seperti biasa aku selesai lebih dahulu daripada teman-temanku.

Karena bosan aku memutuskan untuk pergi ke warung bu Siti untuk jajan atau sekedar mengunjungi anakku dan ibu dari anakku.

Sesampainya di sana aku melihat ada keributan, ternyata suami dari bu Siti berada di sana dengan membawa dua orang temannya untuk melabrak bu Siti.

"Pokoknya bapak gak mau cerai! ibu harus cabut talak dari pengadilan, bapak gak mau tau...!!!" Bentak suami bu Siti.

"Sabar pak, jangan di sini ada pelanggan," sergah bu Siti ketakutan.

"Alaaahhh,, persetan...!!!"

Dia lalu melayangkan sebuah tamparan ke wajah bu Siti. Bu Siti sudah bersiap menerima tamparan itu namun kemudian...

Setttt...

Tangannya berhasil aku tahan. Dia lalu menoleh ke arahku dan tampak terkejut, sepertinya dia mengenali aku yang telah membuat dia K.O di suatu malam.

"Hah,, kau lagi rupanya...!!!" ucapnya sekaligus menangkis tanganku.

Tampaknya dia cukup percaya diri karena membawa dua gundiknya.

"Sini! saya bakal kasih kamu pelajaran...!!!"

Tiba-tiba dia langsung melayangkan pukulan ke arah wajahku. Reflek aku tangkis dengan tangan kiriku lalu ku layangkan side kick ke arah lutut kirinya.

"Arkhhhh..." pekiknya menerima tendanganku.

Saat itu juga dia jatuh dengan posisi berlutut menyamping. Kedua temannya tidak terima dan langsung menyerangku secara bersamaan.

Brukkk...

Satu orang melayangkan pukulan ke arah wajahku sedangkan yang lain melakukan tendangan ke arah pinggangku.

Aku berhasil menangkis pukulannya namun karena pertahananku sudah aku gunakan, tendangannya berhasil bersarang di pinggangku dan membuatku oleng.

Namun sesaat aku dapat langsung menahan dengan bertumpu pada kaki kiriku.

Suami bu Siti kembali bangkit, karena melihat aku goyah dia langsung melakukan pukulan sekali lagi.

Karena pukulannya lamban dan lemah aku dengan mudah menangkisnya lalu sembari berbalik aku lancarkan serangan dwi hurigi ke arah wajahnya.

"Arkhhhh...!!!"

Sekali lagi dia tersungkur ke tanah. Dua orang temannya tidak terima lantas kembali melayangkan pukulan ke arah wajahku dan perutku.

Aku tak bisa menghindar dan...

Bukkkk....

Aku terkena pukulan dan sedikit goyah, mereka berdua memanfaatkannya untuk menyerangku bertubi-tubi.

Bakkk...bukkk...bakkk...bukkk...

Aku terkapar di atas lantai warung bu Siti dan menerima tendangan berkali-kali.

"Shit...!!! Gue gak bisa cover kalo di serang terus begini," umpatku dalam hati.

Saat menerima semua serangan itu tiba-tiba salah satu dari mereka mundur, lalu disusul oleh yang lain.

Aku lihat apa yang terjadi. Ternyata ada salah satu pengunjung warung bu Siti yang membantuku dan melawan kedua orang itu.

Wussss....wussss....wussss...

Orang itu menghajar kedua gundik dari suami bu Siti dengan teknik silat. Saat dia berhasil mengalahkan keduanya, suami bu Siti tiba-tiba mengambil sebuah pisau yang tergeletak di atas meja dan berusaha menusuk orang itu dari belakang.

"Hiiiiyyyaaaatttt...!!!"

Seketika aku langsung berlari ke arah suami bu Siti dan...

Bruukkkkk....

Aku aku layangkan serangan dwi chagi tepat ke ayah dagunya hingga dia tersungkur.

Semua mata tertuju pada perkelahian kami. Suami bu Siti sudah tak berdaya. Dengan emosi yang meluap aku tindih dirinya dan bersiap untuk melayangkan pukulan bertubi-tubi ke arah wajahnya.

Namun tiba-tiba tanganku ditahan oleh seseorang. Saat berbalik aku lihat orang yang tadi menolongku.

"Sudah, dia sudah tidak berdaya, jangan diserang lagi," ucap seorang lelaki paruh baya yang baru saja menolongku.

Aku menghembuskan nafas berat seraya melepaskan suami bu Siti. Beberapa saat berselang dua orang gundik suaminya bangkit dengan tertatih lalu membawanya pergi.

"Awas kalo kalian berani balik lagi...!!!" bentakku kepada mereka.

"Huuuu...!!!" teriak pengunjung yang lain kepada suami bu Siti dan kedua gundiknya saat pergi.

Setelah mereka pergi, orang yang tadi menolongku menatapku.

"Nak, teknik beladirimu bagus, tapi kamu harus bisa mengendalikan emosimu," ucapnya sembari menepuk pundakku.

Aku hanya mengangguk pelan. Kemudian dia berbalik dan kembali duduk di kursi menyantap makanan yang dia pesan seakan tidak terjadi apa-apa. Aku mengernyitkan dahiku.

"Orang ini sakti! udah tua begitu masih bisa ngalahin dua orang sekaligus," pikirku.

Lalu aku dihampiri oleh bu Siti.

"Ran, ayo Ran masuk biar ibu obati."

Bu Siti kemudian menarik tanganku untuk masuk ke dalam dapurnya. Di sana aku duduk di kursi kayu yang biasa aku duduki.

"Duduk bentar, ibu ambilin obat merah dulu," ujarnya lalu mengambil obat.

"Gak usah bu gak papa kok, ibu layani pelanggan dulu."

Aku menatap ke arah cermin kecil yang ada di dinding. Wajahku penuh lebam dan bibir sampingku mengeluarkan darah segar.

"Jangan ngeyel, kamu lebih penting buat ibu daripada pelanggan, sekarang duduk sini!" perintah bu Siti kepadaku.

Aku lalu duduk berhadapan dengannya dan dia mulai mengobati lukaku. Aku tatap wajahnya, dia terlihat khawatir sekali dengan apa yang aku alami tapi itu membuatku tersanjung.

Saat sedang mengobati tiba-tiba ada seorang pelanggan memanggil.

"Bu udah! Mau bayar!" serunya dari arah luar.

Bu Siti kemudian bangkit.

"Bentar ya Ran, kamu jangan kemana-mana," suruh bu Siti.

Dia lalu pergi ke luar untuk menerima uang dari pelanggannya. Aku bangkit dari dudukku dan kembali berkaca pada cermin.

"Duh, wajah ganteng gue jadi bonyok begini," pungkasku dalam hati.

Tak berapa lama bu Siti kembali masuk.

"Loh kok malah berdiri, sini ibu belum selesai ngobatinnya."

Aku menoleh ke arahnya dan menyunggingkan senyuman, lalu aku hampiri bu Siti seraya menarik tubuhnya ke dalam pelukanku.

Kami saling berpelukan. Tanganku aku lingkarkan di pinggangnya, tangan bu Siti melingkar di leherku.

Sejenak mata kami saling berpandangan. Kedua dahi dan ujung hidung kami saling menempel.

"Randy gak papa kok bu, yang penting ibu dan anak kita baik-baik aja," sergahku sembari mencoba mencium bibirnya.

Saat bibir kami hampir saling bertemu datang lagi gangguan.

"Bu! Beli!" seru seseorang dari arah depan.

Bu Siti menatapku.

"Duh bentar ya Ran, warung lagi rame."

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Namun saat dia berbalik aku tahan tangannya. Dia pun kembali menoleh.

Saat itu juga aku manfaatkan momen untuk mencium bibirnya dengan sangat dalam.

Cuppp...

Bibir kami berciuman cukup lama. Ada suatu kerinduan yang terpancar dari ciuman itu.

Entah kenapa aku seperti memiliki suatu kontak batin dengan bu Siti. Mungkin karena dia sedang mengandung anakku.

Lalu aku melepaskan ciuman kami. Saat itu wajah bu Siti memerah. Dia lalu mencubit perutku kemudian berlalu.

Aku kembali duduk di kursi, beberapa saat kemudian pintu belakang di ketuk.

"Ririn nih!" pikirku.

Aku kemudian membuka pintu itu.

"Loh Randy kok lu di sini? terus muka lu?" sergah Ririn penasaran.

"Tadi ujiannya gue selesai duluan terus gue ke sini karena laper, eh ada bapak lu sama temennya ngancem ibu lu biar dak dicerein, terus gue tolongin dan hasilnya kek gini," jawabku panjang lebar sambil menunjuk wajahku yang lebam.

"Hah,, bapak gue tadi ke sini? terus gimana? lu gak papa?" tanya Ririn lagi panik.

"Gak papa gimana? nih buktinya." Aku kembali menunjuk-nunjuk mukaku.

"Udah sini gue obatin."

"Tadi udah diobatin sama ibu lu kok,"

Ririn menarikku ke arah kursi.

"Belum selesai," balasnya singkat.

Dia kemudian mulai mengobatiku dengan obat yang sudah berada di atas meja. Bu Siti kembali masuk ke dapur.

"Eh, Rin kebetulan kamu udah dateng, kamu obatin Randy duly ya, ibu lagi ngelayanin pelanggan dulu," sergah bu Siti sambil menyiapkan pesanan pelanggan.

"Iya bu, nanti kalo udah selesai Ririn bantu ibu," jawab Ririn.

Bu Siti tidak menimpali karena sedang sibuk. Ririn kembali melanjutkan aktifitasnya mengobatiku.

"Maaf ya Ran, lagi-lagi lu harus kebawa masalah keluarga gue," pungkasnya kepadaku.

"Tenang aja Rin, gue yang minta ibu lu cerein suaminya demi kalian, gue udah tau konsekuensinya kok."

Ririn tersenyum kecut.

"Makasih Ran, harusnya lu gak perlu berbuat sejauh ini untuk keluarga gue."

Aku kemudian memegang kedua bahunya.

"Denger ya Rin, gue gak mau lu disakiti terus sama bapak lu, gue sayang sama lu!" sergahku.

Ririn tampak menahan nafasnya.

"Sa...sayang?"

Ririn mengernyitkan dahinya. Aku mengangguk.

"Gue udah anggep lu sebagai adik gue sendiri."

Deggg...

Tiba-tiba ekspresi Ririn berubah. Dia menunduk namun kemudian mengangguk pelan.

"Rin!" panggilku karena melihat dia melamun.

"Iya?"

"Lu kenapa?" tanyaku memastikan.

Dia menggelengkan kepala dengan senyum yang terkesan dipaksakan.

"Gak papa kok."

Saat itu aku melihat matanya berkaca-kaca. Aku pun tak tahu apa yang terjadi dengannya.

"Ehh iya, gimana tadi ujiannya bisa?"

Ririn tiba-tiba mengganti topik pembicaraan.

"Bisa kok, gampang hehehe..."

Aku mencoba bercanda namun tampak garing. Dia tersenyum seraya mengacungkan jempolnya.

"Oh ya Rin, entar malem ada acara gak?" tanyaku kepadanya.

"Gak ada, emang kenapa?"

"Jalan yuk? kan udah free, sekaligus gue mau berterima kasih karena udah ngajarin gue pelajaran."

"Emm, boleh deh tapi jemputnya bukan di rumah gue, di rumah sodara gue," jawabnya.

Aku tahu karena dia sedang mengungsi di rumah saurada karena menghindari ayahnya.

"Oke, sharelok aja kaya biasa."

Ririn hanya mengangguk. Kemudian setelah selesai dia bangkit.

"Ran, gue bantuin ibu gue dulu ya, kasian lagi rame."

"Oke deh," balasku singkat.

Ririn kemudian pergi. Karena bosan aku memainkan hpku, ternyata ada pesan dari Lisa.

"Woy Ran, lu dimana sih? Kok dicariin gak ada?" Isi pesan Lisa.

"Di warungnya Ririn, emang kenapa? lagi sange ya?" Aku membalas pesannya.

"Lu kali yang sange."

"Lu lah!"

"Lu!"

"Lu!"

"Lu!"

Aku tidak membalas dan hanya membaca pesan itu. Kalau diteruskan tidak akan selesai.

Beberapa saat kemudian Lisa menelfonku.

"Randy...!!!"

"Apaan?"

"Anterin gue pulang!"

"Ah males."

"Ah Randy gitu deh," ucapnya dibuat manja.

"Bodo!"

"Entar gue kasih hadiah deh."

"Hadiah apaan?"

"Biasa, hehehe..."

"Ah itu sih lu yang dapet hadiah."

"Aaa...aaahhh Randy," jawabnya manja.

"Hmm,, iya iya ahh..."

Aku pun menyetujuinya.

"Nah gitu dong, jemput gue di depan sekolah ya,"perintahnya kepadaku.

"Siap tante."

Aku langsung menutup telfonku, kemudian bergegas menjemput Lisa.

Setelah sampai di depan gerbang Lisa sudah menyambutku.

"Loh muka lu kenapa? kok biru-biru gitu," tanya Lisa heran.

"Make up," jawabku singkat.

"Ih, cowok kok pake make up, mana gak rata lagi, tapi kalo diperhatiin kaya bonyok gitu," sergah Lisa cerewet.

"Ya udah tau bonyok, pake nanya lagi," pungkasku kesal.

"Loh kok bisa, kenapa? berantem ya?"

"Banyak nanya gue cium juga lu!" balasku sambil mengatupkan bibirnya dengan jariku.

Lisa hanya menepis tanganku.

"Udah cepet! keburu gue berubah pikiran nih!"

Dia memanyunkan bibir namun kemudian naik ke atas motorku. Aku pun langsung memacu motorku menuju ke rumahnya.

"Ran, berhenti bentar Ran!"

Tiba-tiba Lisa meminta berhenti di sebuah mini market.

"Mau apa sih?"

"Beli ice cream bentar, lu mau rasa apa?"

"Gak usah deh," tolakku.

"Hadiah buat lu udah nganterin gue."

"Mending hadiahnya 'itu' aja," jawabku sambil menyelipkan jempol di kedua jariku.

"Tadi katanya gak mau."

"Idih siapa bilang? ya mau lah."

Lisa tak menjawab lalu pergi membeli ice cream di mini market itu. Setelah selesai kami melanjutkan perjalanan.

Di tengah perjalanan, dari arah belakang Lisa menyodorkan ice cream di depan wajahku.

"Mau?" tawar Lisa kepadaku.

Aku lihat ice cream itu basah semua tanda Lisa sudah menjilati seluruh bagian ice cream itu.

Tanpa ragu aku gigit setengah bagian ice cream itu hingga hanya tersisa setengah. Lisa lalu menarik kembali ice itu.

"Yah banyak amat," sungut Lisa.

"Hahaha..." Aku hanya tertawa.

Lisa kemudian mencubit pinggangku agak keras hingga aku hampir kehilangan keseimbangan.

"E...e...ehh Lis, gue lagi naik motor nih, entar nabrak."

Aku berusaha menyeimbangkan motorku lagi.

"Bodo!" jawabnya acuh tak acuh.

Sesampainya di rumah Lisa, dia langsung turun.

"Makasih Ran!"

"Sama-sama, ya udah gue pulang dulu ya," ujarku hanya untuk melihat reaksinya.

"Ya udah sana."

Lisa kemudian berbalik hendak masuk ke rumah. Saat dia berada di pintu dia mendapati aku sudah di belakangnya.

"Loh kok masih di sini? katanya mau pulang?"

"Gak disuruh mampir, hehehe..."

Lisa menghembuskan nafas berat lalu menarikku masuk ke dalam.

"Lu masuk ke kamar dulu, entar gue nyusul."

Lisa kemudian pergi ke dapur untuk mengambil cemilan. Aku lalu pergi menuju ke kamarnya.

Di dalam kamar Lisa, aku duduk di atas kasur. Aku lihat dia memiliki banyak koleksi dvd film (bukan bokep).

"Kalo gini sih gak perlu pergi ke bioskop kali gitu," pikirku.

Beberapa menit kemudian Lisa datang dengan membawa wejangan.

"Lu punya koleksi flim banyak ya, gak bilang-bilang," sergahku.

"Mau? Ambil aja, gue udah nonton semuanya," jawab Lisa sambil duduk di atas karpet dengan bersandar pada bibir ranjang.

"Gue aja gak punya dvd, mau nontob gimana, hehehe..."

Lisa tidak menjawab lalu membuka salah satu cemilan yang ia bawa dan memakannya.

"Eh, kita nonton ini ya," ujarku seraya menunjukan sebuah dvd film action.

Lisa hanya mengangguk kemudian aku mulai menyalakan dvd itu. Kami nonton bersebelahan sambil ngemil.

"Ran, liburan kemana?" tanya Lisa kepadaku.

"Belum tau nih, gak ada rencana."

"Kamping yok, sekali-kali sebelum kita lulus dan pisah, lu pernah naik gunung belum?"

"Pernah lah, emang lu berani?" tanyaku meragukannya.

"Siapa takut," balasnya percaya diri.

"Oke kapan?"

"Minggu depan gimana?"

"Boleh," jawabku singkat.

Setelah percakapan itu kami sama-sama terdiam dan fokus ke film yang sedang kita tonton. Saat itu kami duduk dengan memeluk lutut kami.

Selesai film itu, Lisa lalu bangkit.

"Gue ganti baju dulu," sergahnya.

Saat itu dia memang masih mengenakan seragam sekolah. Dia kemudian membuka lemari bajunya.

Setelah dia memilih baju, dia lalu membuka kancing bajunya satu per satu hingga terbuka seluruhnya.

"Ran, tolong bukain kancing bh gue dong," pintanya kepadaku.

Aku kemudian menghampirinya dan melepaskan kancing bh yang ada di punggungnya.

Setelah kancing itu terlepas Lisa melemparkan bra itu ke bawah kemudian memakai kaos yang barusan diambilnya dari lemari.

Namun sebelum ia sempat memakainya aku merebut kaos itu dari dia. Secara otomatis dia berbalik ke arahku dengan bagian tubuh atasnya telanjang.

"Ran, balikin ihh..."

Lisa berusaha berebut kaosnya lagi. Aku sembunyikan kaos itu dibelakang badanku. Dia menjangkau kaosnya dengan posisi memelukku sehingga toketnya yang tak terbungkus itu menempel di dadaku.

Sejenak mata kita saling bertemu. Aku menyunggingkan senyuman lalu perlahan wajah kami saling mendekat dan...

Cuppp...

Bibir kami saling berciuman, aku melemparkan kaosnya ke sembarang tempat lalu ku lingkarkan tanganku di pinggangnya, dia melingkarkan tangannya di leherku.

Kemudian aku angkat tubuhnya lalu melemparkannya ke atas kasur.

Lisa tersenyum nakal kemudian memundurkan tubuhnya, lalu menggerakkan jari telunjuknya mengundangku untuk naik.

Aku lalu naik ke ranjangnya dan merangkak di atas tubuhnya. Sejenak kami saling berpandangan kemudian aku cium bibirnya lagi lalu bergerak ke lehernya.

"Shhhh...Rhann...!!!" desah Lisa.

Aku pagut lehernya, Lisa menengadahkan wajah hingga aku dapat dengan leluasa mengakses lehernya.

Tanganku aku gunakan untuk meremas toketnya yang menggantung. Kemudian ciumanku aku turunkan di sepanjang leher hingga dada.

Aku kenyot puting payudara Lisa kanan dan kiri secara bergantian. Tanganku aku selipkan di belakang bokong Lisa untuk peraih resleting celana osisnya.

Lisa membantuku dengan memiringkan sedikit tubuhnya lalu dengan mudah aku menurunkan celana itu hingga terlepas.

Terpampanglah memek Lisa yang bersih, putih, mulus tanpa bulu. Dengan cepat aku lepaskan seluruh pakaianku hingga telanjang bulat.

Setelah itu aku mendekatkan wajahku ke arah memeknya. Aku jilat klitorisnya lalu aku sedot-sedot hingga sedikit mengacung.

"Ouh Rann,, masukin Ran udah gak tahan...shhh..."

Kemudian aku arahkan kontolku yang sudah mengacung dengan keras ke arah memek Lisa.

Blesss....

Kontolku dengan mudah masuk ke dalam memeknya.

"Uhhh...Rhann,, kontol lu yang terbaik, penuh banget...shhhh..." ucapnya meresapi kenikmatan yang dia dapatkan.

Aku gerakan sedikit kontolku menggesek memeknya, mula-mula pelan lama kelamaan pompaanku semakin cepat dan cepat.

"Enggghhh...Rhann...ghueee...mhauu...kheluarrrr..."

Saat sedang panas-panasnya tiba-tiba aku mendengar engsel pintu dibuka. Reflek aku menoleh ke arah pintu.

Betapa kagetnya ada seorang wanita membuka pintu kamar.

"Lis, kamu tau Kunci mobil mamah gak?"

Ternyata itu adalah ibunya Lisa. Aku sontak diam mematung dalam posisi missionary dengan Lisa.

Lisa kelojotan karena aku yang tiba-tiba menghentikan gerakanku. Aku salah tingkah dan tidak tahu harus berbuat apa, tetapi ibunya aku lihat santai seakan melihat anaknya sedang belajar bersama temannya dan bukan sedang ngentot.

"Uhhh...shhhh...aihhh...mamahhh...ghangguuu...ajhaaa...diii...lachiii...tiviii..." jawab Lisa sambil menahan kenikmatan.

"Ya udah," balas ibunya singkat lalu kembali menutup pintu.

Aku sempat melihat sorot mata ibunya mengarah ke selangkangan kami yang sedang bersatu.

Setelah pintu tertutup aku kembali menoleh ke arah Lisa. Dia terlihat melototiku.

Plakkk...plakkk...

"Aduh...!!!"

Dua kali dia menampar pipiku.

"Jangan berenti Randy...!!! lu hobi banget bikin orang kentang ya...!!!" omel Lisa kepadaku.

"Dasar, sakit tau...!!!" omelku membalasnya.

Aku kemudian kembali menggoyangkan pinggulku memompa memeknya. Aku tusuk dengan keras menghentak-hentak hingga tubuhnya terguncang.

"Awwhhh...Rhann...ngiluuuu...!!!" desah Lisa.

Aku tak memperdulikannya. Siapa suruh menamparku. Lalu gerakan pompaanku semakin keras dan cepat.

Beberapa saat kemudian dia akan mencapai klimaks.

"Ouhh...Rhann...awwwhhh...!!!"

Srrr...srrr...srrr...srrr...

Lisa mencapai klimaks untuk yang pertama kalinya. Aku pompa terus meskipun kakinya menahan bokongku.

"Awwhhh...Rhannn...stoppp...dhulluu...Rhann," pinta Lisa kepadaku.

"Bodo," jawabku acuh.

Lisa pun hanya pasrah menerima hujaman kontolku yang tak henti-henti itu. Berkat ilmu dari bu Siti aku dapat mengontrol kapan aku ingin orgasme.

Aku terus memompanya hingga Lisa mendapatkan orgasme yang kedua.

"Aduuhhh...Rhann...iyaaa...iyaaa...amphuuunnn...amphunnn...Rhann..."

Lisa memohon kepadaku untuk menghentikan pompaan kontolku di memeknya.

"Tadi katanya jangan berhenti," sindirku kesal karena tadi aku ditamparnya.

"Ahhh...!!!"

Tiba-tiba tubuh Lisa menjadi lemas dan diam tidak bergerak sama sekali. Aku lalu menghentikan pompaanku.

"Lis! Oyyy Lis!" panggilku sembari menggoyang-goyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

Lisa tetap tidak bergerak. Saat itu aku jadi panik sekali. Aku tarik tangannya untuk bangkit tetapi kemudian dia jatuh lagi.

"Lis! bangun Lis! jangan tinggalin gue!" pungkasku sedikit keras.

Bisa gawat kalau dia tidak bangun lagi. Aku bisa dituntut dengan pasal pembunuhan.

Aku angkat tubuhnya dengan kontol yang masih menancap di memeknya hingga terduduk di pangkuanku. Kepalanya lemas bersandar di bahuku.

"Bangun dong Lis, maafin gue, gue janji gak akan ngelakuin itu lagi, gue sayang sama lu, gue cinta sama lu, jangan tinggalin gue plisss," sergahku dengan ekspresi merengek.

Beberapa saat kemudian tiba-tiba...

"Hehehehe...."

Aku langsung memasang wajah datar mendengar Lisa tertawa. Kulepaskan pelukanku darinya. Aku lihat dia cengengesan di atas pangkuanku.

"Ah, lu mah becandanya kelewatan, hampir aja gue jantungan," protesku kepada Lisa.

"Hehehe,, habisnya lu baperan amat, cuma ditampar dikit doang ngambek."

"Dikit apaan, sakit tau...!!!" jawabku masih kesal dengannya.

Sejenak kami saling terdiam dengan posisi yang sama.

"Eh, tadi beneran lu sayang dan cinta sma gue?" tanya Lisa tiba-tiba.

Aku menatap matanya.

"Kan gue udah pernah bilang sama lu."

"Maksudnya sekarang," ujar Lisa dengan nada serius.

"Dikit, hehehe..."

"Iiihhhh...!!!" Lisa mencubit pipiku.

"Kalo lu?" tanyaku balik.

Lisa tampak mengatupkan bibirnya.

"Perasaan gue masih tetep sama," jawabnya jujur.

Aku tersenyum sumringah.

"Nah kan, ge'er kan, huuuu..." timpalnya lagi sambil mendorong bahuku.

Wajahnya memerah seakan menahan malu. Aku kemudian mencium pipinya.

"Lu baik-baik ya kalo kita udah gak sama-sama lagi," ujarku dengan ekspresi serius.

Lisa hanya mengangguk. Matanya tampak sedikit berkaca-kaca.

"Aihhh,, kok lu jadi mellow gini sih," ucapnya seraya mendorong wajahku hingga aku rebahan.

Sekilas Lisa menghapus air matanya yang keluar.

Mungkin setelah kelulusan ini, kita akan menjalanin kehidupan kita masing-masing.

To Be Continue...
 

Menurutku gak usah dilanjut mulustrasi nya suhu. Walaupun vote menyatakan menang mulustrasi.
Kenapa? Karena jauh dari ekspektasi khayalan kami. Dikhayal kami jauh lebih ganteng & lebih cantik
Gitu ya, soalnya di cerita keluarga Randy itu dari desa dan bukan orang kaya, kalo kegantengen nanti kesannya aneh gitu.
Yang itu juga udah aneh buat jadi tokoh anak dari keluarga menengah ke bawah wkwkwk...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd